Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam Menyebarkan Agama Islam

Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam Menyebarkan Agama Islam

Jihan Najla Qatrunnada - detikHikmah
Senin, 27 Nov 2023 08:45 WIB
Ilustrasi pria muslim sedang membaca Al-Quran
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/cihatatceken)
Jakarta -

Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili menyebarkan agama Islam melalui berbagai buku dan kitab penelitiannya serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili adalah cendekiawan muslim terkemuka di abad ke-17 M. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam buku Kemasyhuran Syekh Abdurrauf As-Singkili, Riwayat Hidup, Karya Besar, Kontribusi Intelektual, Pengabdian dan Kepeloporannya karya Damanhuri Basyir.

Syekh Abdurrauf memiliki nama lengkap Abdurrauf bin Ali Al-Jawi Al-Fansuri As-Singkili. Ia adalah seorang keturunan Melayu dari Fansur, Singkil. Julukannya di Aceh adalah Syiah Kuala atau Teungku di Kuala.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili lahir di Suro, sebuah desa yang sekarang termasuk dalam wilayah Kecamatan Simpang Kanan, Singkil, Kabupaten Aceh Singkil.

Ia lahir sekitar tahun 1615-1620 Masehi. Namun sebagian besar ahli sejarah berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 1615 M dan meninggal pada tahun 1693 dalam usianya yang ke-73 tahun.

ADVERTISEMENT

Lantas, apa peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam menyebarkan agama Islam?

Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili Menyebarkan Islam

Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam menyebarkan agama Islam tampak dari perolehan patronase Sultanah Safiatuddin lima belas tahun setelah meninggalnya Syekh Nuruddin Ar-Raniry.

Sebelumnya, kajian agama Islam cukup berkembang di Islam Aceh Darussalam baik dari kalangan masyarakatnya maupun di kalangan istana kerajaan. Suasana ini bukan hanya diprakarsai oleh para ulama Islam tetapi juga para penguasa.

Dalam penyebaran agama Islam ini, Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili merupakan seorang ulama dan intelektual yang menonjol di Aceh Darussalam. Ia merupakan tempat lahirnya pemikiran-pemikiran agama dan ulama ternama.

Peran dari Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam menyebarkan agama Islam juga terlihat dari banyaknya karangan atau hasil karya yang diciptakannya. Ia telah mengarang lebih dari 30 naskah besar dan kecil, baik dalam bahasa Melayu dan bahasa Arab.

Salah satu kitab yang terkenal adalah kitab yang berjudul Al-Mawaiz yang menurut Peunoh Daly berisi 32 hadits dengan syarahannya yang dikaitkan dengan tauhid, akhlak, ibadah, dan tasawuf.

Kemudian, Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili juga menulis kitab Al-Mawaizat Al-Badiah yang berisi pelajaran akhlak dan berbagai nasihat agama dalam pergaulan. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh Aboe Bakar dan diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) tahun 1980.

Karya lain Syekh Abdurrauf yang masih dipelajari dalam pengajian tradisional dalam masyarakat Aceh adalah Kitab Umdat Al-Muhtajin Ila Suluk Maslak Al-Mufradin.

Kemudian ada Kitab Tafsir Syekh Abdurrauf yang juga masih terus dipelajari sampai sekarang yang berjudul Turjuman Al-Mustafid. Sedangkan dalam bidang tarekat, kitabnya yang terus dipelajari adalah 'Umdat Al-Muhtajin.

Kitab Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili yang baru diketahui adalah Lul-Luk wa Al Jauzaa yang kemudian naskah ini ditemukan di tangan Prof Dr Syukri Yoeh Dosen Universiti Kebangsaan Malaysia. Kitab yang masih dapat dibaca ini membahas tentang akhlak.

Peran Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili dalam menyebarkan agama Islam juga terlihat sebab diperolehnya kedudukan yang mulia dari Sultanah Ratu Safiatuddin sebagai ulama dan mufti istana bergelar Qadi Malik Al-Adil.

Syekh Abdurrauf merupakan penulis yang produktif yang menghasilkan karya di berbagai cabang ilmu keislaman, termasuk fikih, akidah, hadits, tafsir, tasawuf, dan ilmu kalam.

Voorhoeve menyebutkan, Syekh Abdurrauf bin Ali Al Singkili sudah membuat setidaknya 21 karangan. Peunoh Daly dalam disertasinya menyebutkan 12 buah dan mengaku hanya menyebutkan sebagian dari karyanya.

Jadi, dari dua sumber tersebut ada 27 buah. Di Tanoh Abee disebutkan pula ada naskah karangan Abdurrauf. Dengan kata lain, ada 36 naskah yang sudah ditemukan.

Sejumlah karyanya itu tersimpan di perpustakaan Tanoh Abee, Aceh Besar. Ada kemungkinan bahwa masih ada karangan Abdurrauf yang belum diidentifikasi sebab adanya buku-buku lain yang tidak termasuk di dalam 36 buah itu, seperti terdapat di dalam buku identifikasi Museum Negeri Aceh.




(rah/rah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads