Cerita Warga di Gaza Hadapi Krisis Air: Mandi Diganti Wudhu-Minum Air Kotor

Cerita Warga di Gaza Hadapi Krisis Air: Mandi Diganti Wudhu-Minum Air Kotor

Rahma Harbani - detikHikmah
Kamis, 26 Okt 2023 19:15 WIB
Krisis di Jalur Gaza: Saya minum air kotor karena tidak punya pilihan lain
Potret krisis air di Jalur Gaza. (Foto: BBC World)
Jakarta -

Warga di Jalur Gaza masih harus hidup di tengah krisis kemanusiaan akibat blokade dari Israel yang memutus pasokan air bersih. Krisis ini salah satunya membawa kesulitan bagi mereka dalam mengamalkan salat lima waktu.

Menjatah Air untuk Salat-Kebutuhan Harian

Dikutip Aljazeera (21/10/2023), seorang pegawai wanita lembaga amal Islamic Relief yang enggan disebutkan namanya menceritakan krisis air di rumahnya yang menjadi salah satu pengungsian di Khan Younis, Gaza bagian selatan. Ia mengatakan, mereka bahkan menjatah penggunaan air untuk menyiram toilet.

"Di rumah orang tua saya, ada sekitar 20 anak-anak dan tujuh orang dewasa yang mengungsi. Bahkan dengan banyaknya orang, kami hanya menyiram toilet dua kali sehari---sekali di pagi hari, sekali di malam hari---untuk menghemat air," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wanita itu juga menambahkan, dirinya harus menjatah air untuk memasak maupun membersihkan diri. Ia dan seluruh penghuni rumahnya mengalihkan kebutuhan mandi sehari-hari dalam bentuk wudhu sebelum salat.

"Kami memasak makanan yang menggunakan sedikit air. Kami membersihkan diri untuk salat hanya satu atau dua kali," ceritanya.

ADVERTISEMENT

"Tetangga kami punya sumur, tapi dia tidak punya listrik untuk memompa air. Mereka punya generator tapi tidak punya bahan bakar," sambung dia lagi.

Hal serupa dialami oleh keempat anak Waseem Mushtaha, seorang warga Palestina di kota Khan Younis, Gaza bagian selatan, yang sudah hampir dua minggu tidak bersekolah. Alih-alih belajar Matematika atau Geografi, mereka malah diajarkan Mushtaha bagaimana cara menjatah air.

"Setiap hari saya mengisi sebotol air untuk tiap orang dan saya memberi tahu mereka (anak-anaknya): Cobalah untuk menjatah ini," katanya.

"Awalnya mereka kesulitan, tapi sekarang mereka bisa mengatasinya," sambung dia lagi.

Beberapa hari sebelumnya, Mushtaha memperkirakan keluarganya akan kehabisan air dalam 24 jam. Namun, ia sendiri bahkan tidak tahu bagaimana nasibnya dan keluarga selanjutnya.

"Kami akan pergi ke pasar dan membeli apa pun yang tersedia. Kami menatap masa depan dengan mata suram," cerita Mushtaha.

Minum Air Kotor dan Asin

Akses terhadap air bersih telah lama menjadi salah satu tantangan tersulit bagi mereka yang tinggal di Jalur Gaza. Dilansir dari laporan CNN International dari Otoritas Air Palestina (PWA), sekitar 97 persen sumber air di sana tidak dapat diminum.

Bahkan 10 persen air akuifer yang dianggap aman untuk diminum seringkali tercampur dengan air berkualitas buruk selama pendistribusian sehingga hanya baik digunakan untuk mencuci.

Satu-satunya akuifer di wilayah tersebut--yang terkontaminasi oleh limbah, bahan kimia, air laut---fasilitas desalinasi lingkungan, dan keran umum menjadi sumber utama bagi masyarakat Gaza. Beberapa orang bahkan mulai menggali sumur di daerah yang berdekatan dengan laut atau mengandalkan air keran yang asin.

"Sekarang, kita sedang mengisi air garam, saya siap minum air garam--apa lagi yang bisa kita lakukan?" kata seorang warga, Mohammad Saqr.

Ditambah lagi, seorang peneliti senior Program Timur Tengah di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) mengatakan, satu-satunya air yang dimiliki masyarakat pada dasarnya adalah air laut yang tidak dapat diminum dan tercampur dengan limbah.

Ancaman Kolera Menghantui

Para ahli menyebutkan ancaman lain yang akan dialami warga Gaza bila terus menerus mengalami krisis ini. Salah satunya penyakit kolera, diare, dan sejumlah penyakit kulit lainnya.

Kellogg Schwab, Profesor Kesehatan Masyarakat di Universitas Johns Hopkins, menyebutkan bahwa krisis air membuat warga harus menyimpannya di dalam wadah sebagai persediaan. Padahal, di balik itu semua, ada ancaman kontaminasi air bila disimpan tanpa sanitasi yang baik.

"Limbah menumpuk di jalan-jalan dan pengungsi Gaza berkerumun di tempat pengungsian yang tidak memiliki sanitasi yang memadai. Air tersebut dapat terkontaminasi kembali dengan sangat cepat," katanya

Di samping itu, Kepala Kebijakan Kemanusiaan di Oxfam Mathew Truscott mengatakan kolera memang salah satu penyakit yang bisa ditularkan melalui air. Namun, hal itu dapat dicegah bila ada kerja sama dari berbagai pihak.

"Kita tidak bisa melakukan operasi kemanusiaan jika masih ada bom yang berjatuhan," ujarnya.

Empat dari 34 rumah sakit di Gaza bahkan disebut tidak lagi beroperasi, menurut Badan Kesehatan PBB, rumah sakit dipenuhi pasien yang terluka dan keluarga yang membutuhkan perlindungan.

"Kondisinya (parah) bisa menularkan sejumlah penyakit diare dan kulit," kata Direktur Darurat Regional di WHO Richard Brennan.

Produksi air di Gaza saat ini berada pada 5 persen dari tingkat normal, menurut laporan UNICEF per 17 Oktober 2023, mengutip PWA. Warga Gaza kini hidup dengan kebutuhan air kurang dari 3 liter per hari.

Menurut PBB, angka tersebut jauh di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 50 liter sebagai kebutuhan minimum mutlak untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk minum, memasak, dan kebersihan.




(rah/erd)

Hide Ads