Ghibah adalah salah satu perilaku yang dilarang keras dalam ajaran agama Islam. Namun, dengan tujuan tertentu dengan niat yang baik, ada bentuk-bentuk ghibah yang diperbolehkan.
Larangan ghibah ini dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur'an. Bahkan, ghibah diumpamakan seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati. Allah SWT berfirman dalam surah Al Hujurat ayat 12,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
Menurut Mahir Ahmad Ash-Syufiy dalam Ensiklopedia Akhirat, perbuatan ini bahkan mengundang ancaman berupa siksa kubur bagi pelakunya.
Disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad dan Thabrani, hadits riwayat Ya'la bin Siyabah pernah mengisahkan, Rasulullah SAW pernah melintasi sebuah kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Kemudian, beliau bersabda, "Sesungguhnya mayit ini banyak memakan daging orang lain (ghibah),"
Meski demikian, Syaikh Hassan Ayyub dalam As Suluk Al Ijtima'i (Fikih Sosial), mengutip pendapat Imam Nawawi yang menyebutkan ada beberapa bentuk ghibah yang dibolehkan dalam Islam. Ghibah berikut ini memiliki tujuan yang benar menurut syariat yang mana tujuan tersebut tidak tercapai kecuali dengan ghibah. Apa saja bentuknya?
Baca juga: Bagaimana Cara Menebus Dosa Ghibah? |
6 Bentuk Ghibah yang Dibolehkan dalam Islam
1. Saat Dizalimi
Orang yang dizalimi dibolehkan menceritakan kezaliman yang diterimanya dalam bentuk ghibah kepada penguasa, hakim, dan siapapun yang memiliki kewenangan untuk menghentikan kezaliman tersebut.
Hal ini pernah dilakukan oleh Hindun yang mengadukan perilaku suaminya, Abu Sufyan, pada Rasulullah SAW. Ia berkata, "Abu Sufyan itu pelit, tidak memberi nafkah yang cukup untuk saya dan anak-anak sehingga harus mengambil sebagian hartanya tanpa sepengetahuan dia,"
Rasulullah SAW menjawab, "Ambillah hartanya untukmu sekadar untuk mencukupi kebutuhanmu dan anak-anak secara ma'ruf." (HR Mutaffaq 'alaih)
2. Saat Minta Bantuan Hentikan Kemungkaran
Seseorang dibolehkan melakukan ghibah saat meminta bantuan kepada orang lain untuk menghentikan kemungkaran hingga mencegah kemaksiatan. Sebab, Imam Nawawi mengatakan, menghilangkan kemungkaran hukumnya wajib selama mampu dilakukan.
Ada hadits menyebut, "Tolonglah saudaramu yang zalim dan dizalimi..."
3. Saat Minta Fatwa
Bentuk ghibah yang dibolehkan lainnya yakni saat seseorang meminta fatwa atau penjelasan. Namun, lebih diutamakan tidak menyebut secara spesifik orang yang melakukannya bila tanpa disebutkan pun tujuan meminta pendapat tercapai.
Meski demikian, tetap dibolehkan untuk menyebut pelaku dalam ghibahnya bila ghibah dilakukan kepada orang yang mampu menyelesaikan permasalahan tersebut secara langsung.
4. Saat Mengingatkan
Ghibah juga dibolehkan dalam konteks saat mengingatkan muslim agar tidak terjebak pada hal yang merugikan atau membahayakan bagi mereka. Sebab, mengingatkan sesama muslim hukumnya wajib.
Ada sejumlah hadits yang dijadikan landasan kebolehan menggibah pelaku maksiat dan kerusakan. Salah satunya ysaat Fathimah binti Qais RA datang kepada Rasulullah SAW dan mengadu bahwa Abu Jahm dan Mu'awiyah hendak meminangnya.
Rasulullah SAW pun mengingatkan Fathimah RA lalu berkata, "Mu'awiyah itu miskin tidak punya harta sedangkan Abu Jahm suka memukul wanita,"
Hal yang perlu digarisbawahi dalam bentuk yang ini, niat membicarakan dan kekurangan orang lain tersebut semata-mata hanya untuk menasihati dan mengingatkan. Bila ada tujuan lain seperti ingin menjatuhkan nama seseorang atau mencemarkan nama baiknya maka hukumnya tetap haram.
5. Saat Ghibahan Jelas Terlihat
Artinya, orang yang dighibah memperlihatkan sendiri kefasikan dan kemaksiatan yang dilakukannya. Misalnya, ada seseorang yang mempertontonkan dirinya meminum khamr di bulan Ramadan atau bahkan memperlihatkan perbuatannya yang menumpahkan darah dengan cara menganiaya.
Namun, ghibah yang dilakukan cukup berkisar di antara dosa yang dipertontonkannya secara terang-terangan tersebut saja dan tidak boleh menambah dengan kecacatannya yang lain.
6. Saat Memperkenalkan Seseorang
Menyebutkan keburukan atau kekurangan orang lain dibolehkan bila nama dan sifatnya tidak cukup dikenal oleh orang lain kecuali dengan sifatnya tersebut. Misalnya, "Dia lelaki dengan kondisi tuli."
Kata-kata tersebut dibolehkan dengan catatan bukan dengan tujuan menghina. Bila dengan sengaja menghina maka hukumnya haram.
(rah/erd)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi