Pernikahan termasuk salah satu ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, umat Islam mesti memperhatikan sejumlah syarat nikah supaya pernikahannya sah menurut syariat.
Ahmad Sarwat melalui bukunya Fiqih Nikah menyebutkan bahwa nikah merupakan sebagian dari tanda kekuasaan Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ar-Rum ayat 21.
Menikah dikatakan pula sebagai ibadah dan setengah dari agama berdasarkan apa yang Nabi SAW tuturkan melalui hadits. Beliau SAW bersabda, "Jika seorang hamba menikah berarti ia telah menyempurnakan setengah agamanya, dan bertakwalah kepada Allah di setengahnya lagi." (HR Baihaqi, Thabrani, dan al-Albani dari Anas RA)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, menikah juga merupakan sunnah para nabi dan rasul. Sebagaimana sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Ayyub RA, "Empat hal yang merupakan sunnah para rasul; hinna (memakai pacar kuku), berparfum, siwak dan menikah." (HR Tirmidzi [1080])
Dengan adanya banyak dalil tentang pernikahan, bisa dikatakan bahwa menikah merupakan ibadah yang benar-benar dianjurkan dalam Islam.
Namun perlu digaris bawahi, untuk mencapai pernikahan yang sesuai syariat maka muslim harus memenuhi sejumlah syarat tertentu. Rizem Aizid dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap menjelaskan bila salah satu syarat tidak terpenuhi, bisa-bisa pernikahan menjadi tidak sah secara syariat.
Lantas, apa saja yang termasuk syarat nikah dalam Islam? Simak penjelasan berikut.
5 Syarat Nikah sesuai Syariat Islam
Menukil buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 8: Pernikahan oleh Ahmad Sarwat, berikut sejumlah syarat yang mesti dipenuhi agar pernikahan menjadi sah:
1. Bukan Menikahi Mahram
Pernikahan sah apabila status mempelai perempuan maupun laki-laki bukanlah mahram atau sosok yang haram untuk dinikahi bagi keduanya. Baik yang statusnya mahram selamanya ataupun mahram yang bersifat sementara, keduanya tidak halal dinikahi.
Adapun perempuan yang termasuk mahram status selamanya bagi laki-laki, yakni; ibu, anak perempuan, saudari kandung, saudari dari bapak, saudari dari ibu, kemenakan perempuan dari saudara (kandung), kemenakan perempuan dari saudari (kandung), ibu menyusui, saudari sepersusuan, ibu dari istri, anak-anak perempuan (tiri) dari istri, serta istri dari anak kandung (menantu).
Mahram status sementara bagi laki-laki, seperti istri orang lain, saudari ipar, wanita yang masih dalam masa iddah, istri yang ditalak tiga, wanita pezina, dan wanita kafir.
Sedangkan pria mahram berstatus abadi bagi perempuan, yaitu; ayah, anak laki-laki, saudara kandung, saudara sepersusuan, ayah suami (bapak mertua), dan anak laki-laki (tiri) dari suami.
Pria yang haram menikahi perempuan untuk sementara, tidak dapat disebut sebagai mahram. Seperti ipar (suami adik atau kakak) dan suami dari bibi.
2. Ijab Kabul untuk Selamanya
Bacaan ijab kabul yang diucapkan antara wali perempuan dan mempelai pria harus bersifat selamanya atau abadi. Sehingga tidak sah jika lafal ijab kabul diucapkan dengan menyebutkan kurun waktu tertentu saja.
Untuk ijab kabul sendiri, ada lafal yang disepakati keabsahannya oleh ulama fikih. Seperti pernikahan akan sah bila memakai lafal ijab, "aku nikahkan..." dan "aku kawinkan...".
Sedang para ulama tidak menyepakati keabsahan lafal dalam ijab kabul, seperti; membolehkan, meminjamkan, menyewakan, bersenang-senang sementara, wasiat, menggadaikan, dan menitipkan,
Demikian lafal-lafal tersebut merupakan ucapan yang tidak menunjukkan pemberian hak milik sesuatu dalam masa sekarang. Juga tidak menunjukkan akan langgengnya hak milik sepanjang hidup.
3. Tidak Ada Paksaan
Pernikahan akan sah jika ijab kabul dilakukan tidak dalam paksaan atau keadaan terpaksa. Baik karena diancam pembunuhan maupun diancam keselamatan lainya.
Sementara akad nikah yang dilangsungkan dalam paksaan, maka pernikahannya tidak akan sah.
4. Kepastian dalam Menetapkan Pasangan
Dalam pernikahan, mempelai perempuan maupun laki-laki harus ditetapkan secara pasti orangnya. Baik dengan disebutkan namanya dan ditunjuk orangnya. Tidak boleh hanya dengan menyebutkan sifat atau kriteria pasangannya saja.
5. Tidak dalam Keadaan Ihram
Pernikahan dalam Islam juga tidak sah bila dilangsungkan saat keadaan ihram haji atau umrah. Baik calon istri, calon suami, maupun wali perempuan jika sedang ihram, maka pernikahannya tidak sah.
Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak menikahkan, juga tidak mengkhitbah (melamar)." (HR Muslim)
Demikian lima syarat sah nikah menurut syariat Islam. Jangan lupa perhatikan dan penuhi syarat-syarat tersebut supaya pernikahannya sah ya, detikers.
(fds/fds)
Komentar Terbanyak
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Ayu Aulia Sempat Murtad, Kembali Syahadat karena Alasan Ini