Pernikahan adalah salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap umat muslim. Namun, ada beberapa jenis pernikahan yang justru dilarang dalam Islam.
Pernikahan dalam Islam dianggap sebagai suatu hal yang suci. Seiring perjalanan waktu dan perkembangan peradaban manusia, pemikiran tentang pernikahan juga mengalami perubahan yang semakin maju dan beradab.
Meski demikian, dikutip dari Buku Pernikahan Menurut Islam tulisan Samsurizal, dijelaskan bahwa dalam Islam, terdapat beberapa jenis pernikahan yang dilarang dan tidak diperbolehkan. Di antara jenis-jenis pernikahan yang dilarang tersebut adalah nikah syighar, nikah mut'ah, dan nikah mahalli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3 Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
1. Nikah asy Syighar
Nikah syigar maksudnya adalah pernikahan yang terjadi bila wali menikahkan gadis yang diurusnya pada seorang pria dengan syarat dia menikahkannya pula dengan gadis yang diurusnya. Menurut Firman Arifandi dalam buku Serial Hadits Nikah 2, praktiknya, pernikahan ini dilakukan dengan cara tukar menukar anak perempuannya atau saudarinya untuk dijadikan istri masing-masing tanpa ada mahar.
Di dalam Islam, pernikahan seperti ini dianggap tidak sah dan dilarang karena melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan dan tidak menghormati hak-hak individu wanita. Selain itu, pernikahan ini juga dianggap sebagai jenis pernikahan jahiliyyah karena praktiknya dikenal jauh sejak sebelum ada syariat Islam.
Hal ini tidak dijelaskan langsung dalam Al-Qur'an tapi melalui berbagai dalil. Salah satunya adalah melalui sebuah hadits sebagai berikut,
ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ Ù ÙØ³ÙدÙÙØ¯ÙØ ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ ÙÙØÙÙÙÙ ØšÙÙÙ Ø³ÙØ¹ÙÙØ¯ÙØ Ø¹ÙÙÙ Ø¹ÙØšÙÙÙØ¯Ù اÙÙÙÙÙÙØ ÙÙØ§ÙÙ: ØÙدÙÙØ«ÙÙÙÙ ÙØ§ÙÙØ¹Ù عÙÙÙ Ø¹ÙØšÙد٠اÙÙÙÙÙÙ Ø±ÙØ¶ÙÙ٠اÙÙÙ٠عÙÙÙÙ٠أÙÙÙÙ Ø±ÙØ³ÙÙÙ٠اÙÙÙ٠صÙÙÙÙ٠اÙÙÙ٠عÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ³ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙÙÙ٠عÙÙÙ Ø§ÙØŽÙÙØºÙارÙ» ÙÙÙÙØªÙ ÙÙÙÙØ§ÙÙØ¹Ù: Ù ÙØ§ Ø§ÙØŽÙÙØºÙØ§Ø±Ù Ø ÙÙØ§ÙÙ: «ÙÙÙÙÙÙØÙ Ø§ØšÙÙÙØ©Ù : Ø§ÙØ±ÙÙØ¬ÙÙÙ ÙÙÙÙÙÙÙÙØÙÙ٠اؚÙÙÙØªÙÙÙ ØšÙØºÙÙÙØ±Ù ØµÙØ¯ÙاÙÙØ ÙÙÙÙÙÙÙÙØÙ Ø£ÙØ®ÙØªÙ Ø§ÙØ±ÙÙØ¬ÙÙÙ ÙÙÙÙÙÙÙÙØÙÙÙ Ø£ÙØ®ÙتÙÙÙ ØšÙØºÙÙÙØ±Ù ØµÙØ¯ÙاÙÙ ÙÙÙÙØ§ÙÙ ØšÙØ¹Ùض٠اÙÙÙÙØ§Ø³Ù Ø¥ÙÙ٠اØÙØªÙØ§ÙÙ ØÙتÙÙÙ ØªÙØ²ÙÙÙÙØ¬Ù عÙÙÙÙ Ø§ÙØŽÙÙØºÙار٠ÙÙÙÙÙÙ Ø¬ÙØ§ØŠÙر٠ÙÙØ§ÙØŽÙÙØ±Ø· ؚاطÙ» ÙÙÙÙØ§ÙÙ ÙÙ٠اÙÙ ÙØªÙØ¹ÙØ©Ù: Â«Ø§ÙØªÙاØÙ ÙÙØ§Ø³Ùد٠ÙÙØ§ÙØŽÙÙØ±ÙØ·Ù ØšÙØ§Ø·ÙÙÙ». ÙÙÙÙØ§ÙÙ ØšÙØ¹ÙضÙÙÙÙ Ù: «اÙÙ ØªØ¹ÙØ©Ù ÙÙØ§ÙØŽÙÙØ¹ÙØ§Ø±Ù Ø¬ÙØ§ØŠÙر٠ÙÙØ§ÙØŽÙÙØ±Ùط٠ؚاطÙ». (Ø±ÙØ§Ù Ø§ÙØšØ®Ø§Ø±Ù / Ù© ـ٢)
Artinya: "Telah disampaikan kepada kami Musaddad, yang telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, yang mengabarkan dari Ubaidullah, yang berkata bahwa dia menerima cerita dari Nafi' yang meriwayatkan dari Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang pernikahan syighar. Saya bertanya kepada Nafi': "Apa yang dimaksud dengan syighar?"
Dia menjawab: "Syighar adalah ketika seorang pria menikahi anak perempuan dengan persyaratan bahwa dia dinikahkan dengan anak perempuannya tanpa memberikan mahar, atau ketika seorang pria menikahi saudara perempuan dengan persyaratan bahwa dia menikahkannya dengan saudara perempuannya tanpa memberikan mahar."
Beberapa orang berpendapat bahwa jika seseorang melakukan strategi agar bisa melakukan pernikahan syighar, maka pernikahannya sah dan persyaratannya tidak valid. Mereka juga mengatakan bahwa pernikahan mut'ah rusak dan persyaratannya tidak valid. Namun, pendapat lain berpendapat bahwa pernikahan syighar diizinkan, tetapi persyaratannya bathil." (HR Al Bukhari)
Baca juga: 4 Mahar Pernikahan yang Dilarang dalam Islam |
2. Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah dapat diartikan sebagai pernikahan sementara atau pernikahan dengan batasan waktu tertentu (kontrak) yang disepakati antara pria dan wanita. Dalam Islam, nikah semacam ini juga dilarang karena bertentangan dengan konsep pernikahan yang dianggap sebagai ikatan yang langgeng dan membangun keluarga yang stabil.
Nikah dalam Islam dimaksudkan untuk menjadi ikatan yang abadi antara suami dan istri.
Salah satu dalil yang menjelaskan hal ini adalah melalui sebuah riwayat hadits sebagai berikut.
ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ Ø£ÙØšÙÙ ØšÙÙÙØ±Ù ØšÙ٠أؚ٠؎ÙÙÙØšÙة٠ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ ÙÙÙÙÙØ³Ù ØšÙÙÙ Ù ÙØÙÙ ÙÙØ¯Ù ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ Ø¹ÙØšÙد٠اÙÙÙÙØ§ØÙد٠ؚÙÙ٠زÙÙÙØ§Ø¯Ù ØÙدÙÙØ«ÙÙÙØ§ Ø£ÙØšÙ٠عÙÙ ÙÙÙØ³Ù عÙÙ٠إÙÙÙÙØ§Ø³Ù ØšÙÙ٠سÙÙÙÙ ÙØ©Ù عÙÙÙ Ø£ÙØšÙÙÙÙ ÙÙØ§ÙÙ Ø±ÙØ®ÙØµÙ Ø±ÙØ³ÙÙÙ٠اÙÙÙ٠صÙÙÙÙ٠اÙÙÙ٠عÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ³ÙÙÙÙÙ Ù Ø¹ÙØ§Ù ٠أÙÙÙØ·Ùاس٠ÙÙ٠اÙÙÙ ÙØªÙØ¹ÙØ©Ù Ø«ÙØ§Ø«Ø§ ث٠ÙÙÛ Ø¹ÙØšØ§. (Ø±ÙØ§Ù ٠سÙÙ )
Artinya: "Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami Abu Umais dari Iyas bin Salamah dari bapaknya ia berkata: "Rasulullah SAW membolehkan nikah mut'ah pada tahun Authas (tahun penaklukan kota Makkah) selama tiga kali. Kemudian beliau melarangnya." (HR Muslim)
3. Nikah Muhallil
Nikah muhallil banyak digunakan di tengah masyarakat dengan tujuan untuk sekadar menghalalkan pernikahan yang lain. Artinya, nikah itu sendiri hanya digunakan sebagai perantaraan saja.
Nikah muhallil merujuk pada pernikahan yang dilakukan oleh seorang suami setelah ia telah menceraikan istrinya sebanyak tiga kali dan sang istri kemudian menikah dengan pria lain, namun mereka bercerai sebelum pernah melakukan hubungan suami-istri.
Jenis pernikahan ini terbungkus seolah-olah sudah terjadi pernikahan namun pada hakikatnya cara ini hanya siasat untuk menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Pelarangan jenis pernikahan ini disebutkan dalam riwayat berikut.
ØÙدÙÙØ«ÙÙÙÙ ÙÙØÙÙÙ٠عÙÙÙ Ù ÙØ§ÙÙÙ٠عÙÙ٠اÙÙÙ ÙØ³ÙÙÙØ±Ù ØšÙÙ٠رÙÙÙØ§Ø¹Ùة٠اÙÙÙÙØ±ÙضÙÙ٠عÙÙÙ Ø§ÙØ²ÙÙØšÙÙÙØ±Ù ØšÙÙÙ Ø¹ØšÙØ¯Ù Ø§ÙØ±ÙÙØÙ Ù ØšÙ Ø§ÙØ²ØšÙر Ø£Ù Ø±ÙØ§Ø¹Ø© ؚ٠س٠ÙÙØ§ÙÙ Ø·ÙÙÙÙÙÙ Ø§Ù ÙØ±ÙØ£ÙØªÙÙ٠تÙÙ ÙÙÙ Ø© ØšÙØª ÙÙÙÙØšÙ ÙÙ٠عÙÙÙØ¯Ù Ø±ÙØ³ÙÙÙ٠اÙÙÙ٠صÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙ٠عÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ³ÙÙÙÙÙ Ù Ø«ÙÙÙØ§Ø«Ùا ÙÙÙÙÙÙØÙØªÙ Ø¹ÙØšÙØ¯Ù Ø§ÙØ±ÙÙØÙÙ ÙÙÙ ØšÙÙÙ Ø§ÙØ±ÙÙØšÙÙØ±Ù ÙÙØ§Ø¹ÙØªÙØ±Ùض٠عÙÙÙÙÙØ§ ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙØ³ÙØªÙØ·Ùع٠أÙÙÙ ÙÙÙ ÙØ³ÙÙÙÙØ§ ÙÙÙÙØ§Ø±ÙÙÙÙÙØ§ ÙÙØ£ÙØ±ÙØ§Ø¯Ù Ø±ÙØ§Ø¹Ùة٠أÙÙÙ ÙÙÙÙÙØÙÙÙØ§ ÙÙÙÙÙ٠زÙÙÙØ¬ÙÙ ÙØ§ اÙÙØ£ÙÙÙÙÙ٠اÙÙÙØ°ÙÙ ÙØ§Ù Ø·ÙÙÙØ§ ÙØ°Ùر ذÙÙ ÙÙØ±ÙسÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙ٠صÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙ٠عÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ³ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙÙÙÙÙØ§Ù٠عÙÙÙ ØªÙØ²ÙÙÙÙØ¬ÙÙÙØ§ ÙÙÙÙØ§ÙÙ ÙÙØ§ ØªÙØÙÙÙÙ ÙÙ ØÙتÙÙÙ ØªÙØ°Ù٠اÙÙØ¹Ùس؊ÙÙÙØ©. (Ø±ÙØ§Ù ٠اÙÙ /Ù¢: ١٣٥)
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Al Miswar bin Rifa'ah Al Qurazhi dari Zubair bin Abdurrahman bin Zubair berkata,
"Pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Rifa'ah bin Simwal mentalak istrinya yang bernama Tamimah binti Wahab sebanyak tiga kali. Kemudian bekas istrinya menikah dengan Abdur Rahman bin Zubair. Namun Abdurrahman mempunyai masalah karena tidak mampu menyetubuhinya, sehingga ia kembali menceraikan Tamimah. Maka Rifa'ah ingin menikahinya kembali, karena dia adalah suami pertama yang pernah menceraikannya.
Lalu hal itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau melarangnya seraya bersabda, "Tidak halal bagimu untuk menikahinya lagi, hingga ia merasakan nikmatnya madu laki-laki yang lain (bersetubuh)." (HR Malik)
(rah/rah)












































Komentar Terbanyak
Cak Imin Sebut Indonesia Gudang Ulama
MUI Surakarta Jelaskan Hukum Jenazah Raja Dimakamkan dengan Busana Kebesaran
Cak Imin Sebut Pesantren Solusi Rakyat, Bisa Tangani Utang dan Kemiskinan