Kenali Apa itu Hibah, Syarat, Rukun, dan Larangannya

Kenali Apa itu Hibah, Syarat, Rukun, dan Larangannya

Izzah Putri Jurianto - detikHikmah
Kamis, 15 Jun 2023 15:33 WIB
Ilustrasi kado hadiah
Foto: Getty Images/iStockphoto/Anikona
Jakarta -

Istilah hibah bukanlah sesuatu yang asing di telinga kita. Umumnya, hibah adalah istilah yang mengacu hadiah yang diberikan untuk orang lain secara sukarela.

Merangkum dari berbagai sumber, hibah adalah jenis transaksi yang tidak dapat dilakukan dengan ala kadarnya. Ada tata cara, rukun, syarat, dan hukum yang mengaturnya secara resmi. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut adalah penjelasan mengenai hibah dalam syariat Islam.

Pengertian Hibah dalam Islam

Menurut bahasa, hibah berasal dari kata "wahaba" yang artinya lewat satu tangan ke tangan yang lain. Hibah juga dapat dihubungkan dengan kesadaran untuk melakukan kebaikan. Mengutip dari skripsi berjudul Hibah Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Perbandingan) yang ditulis oleh Infa'na Fitria, kitab Al-Fath menyebutkan bahwa hibah merujuk pada makna kata ibra' yang berarti penghapusan hutang, sedekah, dan hadiah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut istilah syarak, hibah dilakukan dengan memberikan sesuatu kepada orang lain selama masih hidup sebagai hak miliknya tanpa mengharap balasan. Berbeda jika seseorang tersebut mengharapkan balasan dari Allah SWT, mak hal ini dinamakan dengan sedekah.

Syarat Hibah

Sebelum melakukan hibah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut.

ADVERTISEMENT
  1. Penghibah (wahib) harus memiliki benda yang dihibahkan secara sah, baik dalam arti sebenarnya maupun ditinjau dari segi hukum
  2. Hibah dilakukan oleh wahib (penghibah) yang sudah aqil-baligh (dewasa dan berakal). Jadi, hibah yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil, dan orang bodoh atau tidak sempurna akalnya dapat digolongkan sebagai hibah yang tidak sah
  3. Ada ijab dan kabul dalam pelaksanaan hibah. Hibah merupakan transaksi langsung, makanya penerima hibah harus berada dalam wujud, artinya penerima hibah tidak boleh berada dalam kandungan dan harus sudah cukup umur untuk bertransaksi.

Selain itu, ada pula syarat mawhub atau syarat yang mengatur benda/harta yang diberikan.

  1. Benda yang dihibahkan merupakan milik penghibah, karena jika tidak maka proses transaksi hibah dikatakan tidak sah
  2. Barang yang dihibahkan sudah benar-benar nyata wujudnya sebelum hibah dilaksanakan
  3. Benda yang dihibahkan harus berupa sesuatu yang dibenarkan dalam agama. Artinya, tidak diharamkan dalam syariat Islam, contohnya hibah minuman keras yang memabukkan
  4. Harta yang hendak dihibahkan harus terpisah secara jelas dari harta milik penghibah.

Rukun Hibah

Rukun hibah yang paling penting adalah ijab kabul, karena ini merupaka akad yang mirip seperti transaksi jual beli. Tercantum pada kitab Al-Masbuth, ada penambahan berupa qabdhu, yang artinya pemegangan atau penerimaan, sebab hibah harus memiliki ketetapan dalam kepemilikan. Rukun hibah sendiri terbagi menjadi empat, yakni:

1. Orang yang Memberikan Hibah (Wahib)

Seperti dijelaskan sebelumnya, wahib harus dipastikan benar-benar merupakan pemilik yang sah dari barang yang hendak dihibahkan. Wahib hendaknya menghadiri prosesi hibah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Selain itu, pemberi hibah juga wajib cakap dalam melakukan transaksi hibah.

2. Orang yang Diberi Hibah (Mawhub-lah)

Penerima hibah bisa merupakan perseorangan maupun badan hukum yang layak untuk menerima hibah. Syaratnya, mereka harus cakap dalam bertransaksi. Jika tidak, misalnya dalam kasus anak yang belum cukup umur, maka dapat diwakilkan atau diserahkan kepada pengawas walinya. Tak hanya itu, penerima hibah bisa juga termasuk ahli waris maupun bukan ahli waris yang muslim maupun nonmuslim.

3. Harta yang Dihibahkan

Harta atau barang yang menjadi objek hibah dapat berupa barang apapun, baik benda bergerak maupun tidak bergerak yang bermanfaat dan menghasilkan sesuatu. Asalkan barang hibah tidak melanggar syariat Islam, sah-sah saja untuk dijadikan objek hibah.

4. Ijab Kabul

Tanpa adanya ijab kabul, hibah tidak dapat terjadi. Saat prosesnya, ijab dinyatakan melalui kata-kata, tulisan, maupun isyarat yang mengacu pada arti beralihnya kepemilikan harta secara cuma-cuma.

Hukum Hibah

Seperti berbagai transaksi dalam agama Islam, hibah pun memiliki hukum yang mengaturnya, yakni berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma'. Dalam Islam, umatnya dianjurkan untuk senantiasa memberi karena memberi lebih baik daripada menerima. Tentunya, pemberian ini harus dilakukan secara ikhlas tanpa mengharap imbalan dari yang diberi, salah satunya diterapkan melalui praktik hibah.

Larangan Pemberian Kembali Barang Hibah

Menurut Ulama Hanafiyah, meski penerima hibah boleh mengembalikan barang yang telah disepakati, hukumnya tetap makruh karena termasuk perilaku penghinaan terhadap pemberi hibah. Oleh sebab itu, ada enam perkara yang mengatur soal pelarangan pengembalian barang hibah, antara lain:

  1. Penerima memberikan ganti; Pengganti yang disyaratkan dalam akad, pengganti yang diakhirkan
  2. Penerima maknawi; Pahala dari Allah, pemberian dalam rangka silaturahmi, pemberian dalam hubungan suami istri
  3. Tambahan pada barang yang diberikan berasal dari pekerjaan penerima hibah (mawhub lah)
  4. Barang yang ada di luar kekuasaan penerima hibah, misalnya sudah dijual kepada orang lain
  5. Salah satu yang akad meninggal
  6. Barang hibah rusak.



(fds/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads