Berdasarkan data survei Pew Research Center 2024, Indonesia menjadi negara paling rajin berdoa di dunia. Lebih dari 269 juta atau 95% rakyat Indonesia berdoa setiap hari. Ini berarti hampir seluruh rakyat Indonesia rajin berdoa setiap hari. Tiada hari tanpa doa. Sungguh bangsa yang religius!
Tingginya kerajinan berdoa ini berkorelasi dengan data Pew tentang negara paling religius di dunia. Dari 102 negara dan wilayah yang disurvei, Indonesia menempati posisi pertama. Hampir seluruh orang dewasa Indonesia, tepatnya 98%, mengaku bahwa agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Betul-betul bangsa agamis!
Saya tidak ingin mengaitkan tingginya skor religiositas dan kerajinan berdoa dengan indeks persepsi korupsi Indonesia yang berada di angka 37 dari skala 0-100. Saya juga tidak ingin menghubungkan temuan survei ini dengan hiruk pikuk politik nasional yang semakin lama semakin "lucu". Saya tertarik untuk mendiskusikan doa, agar terkesan agamis seperti 98% penduduk Indonesia itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdoa adalah bagian penting dari penghayatan dan pengamalan agama. Berdoa adalah tindakan mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan, memohon rahmat dan berkah-Nya. Berdoa adalah ungkapan kelemahan kita di hadapan kemahakuasaan Tuhan. Berdoa adalah wujud penghambaan kita di hadapan sang Pencipta.
Bagi para sufi, berdoa bukan semata-mata tentang hasrat untuk memenuhi keinginan-keinginan duniawi yang tak terbatas. Bagi orang-orang suci ini, berdoa lebih sebagai panggilan penghambaan kepada Tuhan. Jika pun ada keinginan yang dilantunkan saat berdoa, keinginan itu tidak lain adalah hasrat untuk semakin dekat kepada Tuhan.
Motivasi utama di balik doa bagi manusia seperti ini adalah hasrat terdalam untuk terhubung dengan Tuhan sang Maha Agung. Ada hasrat azali yang tertanam dalam diri manusia, di mana kesadaran kemanusiaan kita membawa pada konsekuensi intelektual dan moral untuk rindu menyatu kepada Sang Maha Pencipta. Ini bukan tentang kelemahan. Ini adalah kerinduan spiritual yang tidak bisa dijelaskan melalui teori-teori filsafat atau mazhab-mazhab teologi. Kesadaran ini secara alami menumbuhkan kerendahan hati dan kerinduan yang mendorong seseorang untuk mencari keindahan dan kesempurnaan dari Zat Maha Indah, Maha Sempurna.
Doa dalam konteks ini menjadi percakapan intim dengan Sang Ilahi. Ada perasaan takut sekaligus kagum. Malu sekaligus rindu. Berdoa adalah sebuah tindakan merangkul, bukan ritual rutin. Ia lebih didorong oleh kerinduan sejati untuk menjembatani jurang antara yang terbatas dan yang tak terbatas.
Namun bagi orang-orang biasa seperti kita, berdoa bisa jadi adalah meminta, bahkan memaksa Tuhan, untuk campur tangan memenuhi segala keinginan kita. Apa yang disebut sebagai keinginan di sini tidak jarang juga adalah berbagai keserakahan kita. Sehingga, teks doa bisa berisi list keinginan, persis daftar belanja.
Apakah doa seperti ini salah? Saya sama sekali tidak bermaksud menghakimi doa. Makna doa bisa sangat subjektif bagi masing-masing individu. Yang pasti, jika doa itu terkait dengan keinginan atau hal-hal yang dilarang agama, doa itu dengan sendirinya ikut salah. Juga, keserakahan itu sendiri adalah tindakan yang tak bermoral bukan?
Jadi, banyak motif di belakang tindakan doa. Perasaan putus atas juga adalah salah satu motivasi kuat di balik sebuah doa.
Sebagai contoh, saat menonton pertandingan final Piala AFF U-23 antara Indonesia vs Vietnam, pasti banyak di antara kita yang berdoa untuk kemenangan Indonesia. Wajar! Ketika Indonesia kebobolan, doa kita mulai kencang. Saat waktu permainan mendekati menit ke-90, dan Timnas Indonesia masih tertinggal, doa kita semakin kencang. Andaikan doa para penonton bola itu dilahirkan menjadi jeritan, mungkin stadion GBK dipenuhi dengan lengkingan suara doa bergemuruh bersama dengan teriakan dukungan. Harapan dan perasaan frustasi karena peluang memenangkan pertandingan menjadi motif terkuat di belakang doa yang sangat intens itu.
Di tengah frustrasi yang tak kunjung reda, hati menemukan salah satu bentuk permohonan yang paling intens dan tulus. Ketika menghadapi rintangan yang tampaknya tak teratasi, atau ketika dihadapkan pada kekecewaan yang mengikis harapan, kita secara naluriah berpaling ke doa. Di saat-saat putus asa dan tak berdaya, permohonan melepaskan formalitasnya, menjadi lugas, mendesak, dan sangat personal. Dalam kondisi rentan ini, doa kita menjadi tulus, seperti rengekan anak kecil kepada ibunya.
Perasaan putus atas atas kenyataan bisa menjadi api yang membakar jiwa, menuntun kita dalam lantunan doa. Dengan doa, kita menemukan cadangan ketahanan dan kepercayaan diri yang baru. Doa di masa frustrasi merupakan pengingat mendalam akan keterbatasan manusia dan perlunya rahmat. Doa mengajarkan kerendahan hati, saat seseorang mengakui batas-batas kekuatan dirinya. Siklus frustrasi dan doa menjalin seutas harapan.
Lalu, apakah fenomena Indonesia sebagai negara paling rajin berdoa menunjukkan perasaan frustrasi bangsa ini dalam menghadapi kenyataan hidupnya? Tak ada jawaban pasti untuk ini. Namun, data Pew menunjukkan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah umumnya memiliki tingkat doa harian tertinggi.
Beberapa studi psikologi agama juga menunjukkan bahwa salah satu motivasi kuat berdoa adalah saat seseorang menghadapi ketidakpastian atau kesulitan. Motivasi terasa sangat kuat ketika semua jalan duniawi terasa habis, dan seseorang merasa tak berdaya atau sendirian. Hidup penuh dengan momen-momen yang menuntut keputusan kritis. Di saat-saat seperti ini, doa adalah "pelarian" yang paling banyak diambil, terutama bagi mereka yang memiliki keyakinan agama kuat.
Di akhir tulisan ini, marilah kita berdoa agar tetap memiliki kekuatan untuk berdoa.
--
Prof Ahmad Zainul Hamdi
Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina