Arti Hijrah dalam Ajaran Islam: Berpindah Tempat dan Berpindah dari Akhlak yang Buruk

Arti Hijrah dalam Ajaran Islam: Berpindah Tempat dan Berpindah dari Akhlak yang Buruk

Farah Ramadanti - detikHikmah
Jumat, 05 Mei 2023 15:30 WIB
hikmah
Ilustrasi pria muslim hijrah Foto: Getty Images/franckreporter
Jakarta -

Hijrah menjadi salah satu istilah yang terkenal di kalangan umat muslim. Banyak yang membagikan pengalamannya dalam berhijrah. Sebenarnya, apa itu hijrah? Begini penjelasan dari hijrah dan juga maknanya menurut ajaran Islam.

Pengertian Hijrah

Kata hijrah memiliki banyak arti. Antara lain, meninggalkan, pergi di bumi, berpindah dari sesuatu dan berpisah darinya dengan jasmani atau ucapan atau hati, dan keluar dari satu daratan menuju daratan lainnya. Menurut pakar syariat, hijrah berarti meninggalkan daratan kaum kafir (darul kuffar) menuju daratan kedamaian, yaitu daratan Islam (darussalam).

Al-muhajarah adalah menjauhi dan mengingkari. Oleh karena itu, sahabat Rasulullah SAW yang meninggalkan kota Mekkah dan berpindah ke Madinah disebut sebagai kaum muhajirin, karena secara teknis mereka menjauhi kota Mekkah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, kata hijrah juga memiliki makna ruhiyah, yaitu seseorang meninggalkan perbuatan maksiat dan tidak menoleh kepada hal-hal yang menyebabkan Allah SWT murka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

"Orang beriman adalah manusia yang merasa aman terhadapnya. Orang Islam adalah mereka (kaum muslim) yang selamat dari lidahnya dan tangannya. Al-Muhajir (orang yang melakukan hijrah) adalah mereka yang meninggalkan kejahatan." (HR Imam Ahmad)

ADVERTISEMENT

Sejarah Singkat Hijrah

Merangkum buku Strategi Hijrah: Prinsip-Prinsip dan Ilmiah Tuhan yang ditulis oleh Ahmad Abdul Azhim Muhamamd, sejatinya hijrah adalah "saudara kembar" dari kerasulan. Hijrah yang disebut sebagai perjalanan penuh berkah karena Rasulullah SAW dan para sahabatnya akhirnya terlepas dari kesewenang-wenangan dan penyiksaan kaum musyrik di Makkah.

Di Madinah, mereka pun mulai mengamalkan syiar-syiar agama dan menjauhi kezaliman.

Disebutkan bahwa setelah hijrah, jiwa kemanusiaan benar-benar terbebas dari segala belenggu nafsu. Islam menjadi sebuah akidah bagi nilai-nilai kemanusiaan dan tempat berlindung dari segala marabahaya. Para ulama tafsir menyebut hijrah sebagai "saudara kembar" kerasulan karena pengutusan Nabi Muhammad sebagai rasul disertai dengan perintah hijrah.

Adapun hijrah juga dilakukan oleh nabi-nabi yang lainnya. Para nabi terdahulu juga melakukan hijrah untuk menegakkan dakwah, contohnya Nabi Yaqub AS yang berhijrah dari bumi Irak untuk menghindari kedengkian saudaranya. Nabi Ibrahim AS pun hijrah ke Babil, sebuah daratan di Irak sebelum berhijrah lagi bersama istrinya, Sarah, menuju tanah suci Makkah.

Selain itu, Nabi Luth AS juga berhijrah ke negeri Syam, lalu menetap di kota Nabulus (sebuah kota di Palestina yang terletak di tepi pantai barat Yordania dan dahulu dikenal dengan sebutan kota Samirah).

Beberapa peristiwa hijrahnya para nabi tersebut menegaskan bahwa selama perjalanan mereka, mereka juga akan menemui hal-hal yang di luar perkiraan dan pertolongan Allah menjadi hal yang membuat mereka semakin beriman dan mencintai Allah.

Bahkan, Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Ankabut ayat 60 bahwa Ia menganjurkan hamba-Nya untuk melakukan perjalanan di atas bumi.

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَاَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللّٰهُ يُنْشِئُ النَّشْاَةَ الْاٰخِرَةَ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ۚ

Artinya: Katakanlah, "Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Makna Hijrah di Era Modern

Para ulama mengemukakan makna hijrah secara syar'i dengan berbagai definisi. Hal itu disebabkan karena banyaknya makna yang terkandung dalam kata hijrah. Oleh karena itu, pandangan mereka terhadap hijrah pun berbeda-beda. Terdapat golongan yang mendefinisikan hijrah secara global, tetapi ada pula golongan yang mendefinisikannya secara detail.

Adapun Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd dalam bukunya Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat menyebutkan bahwa hijrah terdiri dari dua bagian. Pertama adalah hijrah fisik yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya (baik ke Habasyah maupun ke Madinah) yang merupakan suatu kewajiban dan berakhir setelah berakhirnya peristiwa fath Al-Makkah.

Sementara yang kedua adalah hijrah akhlak yang dilakukan oleh setiap muslim dengan cara meninggalkan perbuatan buruk dan beralih pada perbuatan baik sepanjang zaman. Hijrah akhlak inilah yang lebih familier dan juga sering dilaksanakan oleh umat muslim di masa kini.

Hijrah semacam ini menurut orang-orang sufi adalah pergi untuk mendekatkan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baik, meninggalkan dosa-dosa dan kesalahan, dan meninggalkan hal-hal yang jauh dari kebenaran. Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al Ankabut ayat 26,

فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Artinya: Maka Lut membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, "Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."

Senada dengan hal tersebut, dalam buku Hijrah dalam Pandangan Al-Quran yang ditulis oleh Ahzami Samiun Jazuli, DR, dijelaskan bahwa hijrah tidak mengharuskan perpindahan secara fisik dari suatu tempat ke tempat lain. Hijrah bisa dilakukan dengan meninggalkan akhlak yang buruk atau kebiasaan yang rendah dan menjerumuskan manusia pada kehinaan, syahwat, dan nafsu. Hijrah juga dapat diartikan meninggalkan pembicaraan yang menuju pada kemewah-mewahan duniawi.

Itulah penjelasan dari pengertian dan arti hijrah beserta maknanya. Dapat disimpulkan bahwa hijrah dapat dilakukan oleh siapa saja karena Allah menyukai hamba-Nya yang berlomba-lomba dalam kebaikan.




(dvs/dvs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads