Malam lailatul qadar merupakan malam yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Malam ini merupakan malam yang istimewa dan penuh dengan kemuliaan. Lantas bagaimana sejarah malam lailatul qadar?
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Syifa'ul Alil fi Masa'ilil Qadha wal Qadar wal Hikmah wat Ta'lil menjelaskan, jika menurut asal katanya, al-qadar merupakan bentuk masdar dari kata qadara.
Kata qadara asy-syai'a artinya seseorang menentukan sesuatu sementara kata yuqaddiruhu qadran artinya seseorang akan menentukan sesuatu dengan ukuran tertentu. Jadi, lailatul qadar artinya malam penetapan dan penentuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sufyan meriwayatkan dari Ibnu Abi Najih dan dari Mujahid bahwa lailatul qadar adalah malam penentuan. Sufyan juga meriwayatkan dari Muhammad Ibn Syauqah, dari Sai'is ibn Jubair, ia berkata, "Diserukan kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji pada malam lailatul qadar kemudian tulislah nama-nama mereka juga nama-nama ayah mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ketinggalan, ditambah atau dikurangi."
Sementara itu, Ibnu Aliyyah berkata, "Telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibn Kultsum, ia berkata: 'Ada seorang laki-laki bertanya kepada Hasan dan kebenaran saat itu aku mendengarkannya: 'Menurutmu, apakah lailatul qadar turun di setiap bulan Ramadan?' Hasan menjawab: 'Ya benar. Demi Allah, Dzat yang tiada Tuhan selain Dia, sungguh lailatul qadar itu turun di setiap bulan Ramadan. Pada malam itu juga Allah menentukan setiap ajal, perbuatan, dan rezeki seorang hamba'.
Yusuf Ibn Mahrah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata, "Pada malam lailatul qadar ditulislah dari Ummul Kitab segala urusan yang akan terjadi selama satu tahun penuh, mulai dari urusan mati, hidup, rezeki, hujan, hingga urusan orang-orang yang akan menunaikan haji. Disebutkan di dalam tulisan itu: 'Si fulan ini akan naik haji dan si fulan itu juga akan naik haji.'"
Sejarah Malam Lailatul Qadar
Sejarah turunnya malam lailatul qadar turut diceritakan M. Quraish Shihab dalam buku Wawasan Al-Qur'an sebagaimana dinukil Muhammad Hafid dalam buku Bunga Rampai Bincang Syariah. Dikatakan, sejarah malam lailatul qadar bermula saat Nabi Muhammad SAW sedang bersemedi dan menepi--dalam istilah Islam disebut berkhalwat--di dalam Gua Hira.
Gua Hira letaknya di Jabal Nur (Gunung Cahaya), sekitar 6 km sebelah utara Masjidil Haram, Makkah. Tinggi gunung ini mencapai 281 meter dengan panjang pendakian 645 meter.
Ketika Nabi Muhammad SAW sedang menyendiri dan mencapai pada suatu kondisi di mana kesuciannya tertanam menancap dalam dirinya, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril dengan memberikan bimbingan dan membawa ajaran.
Sehingga pada saat itulah terjadi perubahan total perjalanan kehidupan Nabi Muhammad SAW dan seluruh umat manusia. Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertamanya yaitu surah al-Alaq ayat 1-5 dan diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah SWT pada usia 40 tahun.
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir terdapat sebuah riwayat yang menerangkan sejarah lailatul qadar.
Diceritakan, pada suatu hari Rasulullah SAW menceritakan empat orang dari bani Israil yang menyembah Allah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejab mata pun, yaitu Ayub, Zakariya, Hizqil bin 'Ajuz dan Yusqa' bin Nun.
Maka para sahabat mengagumi hal itu. Kemudian datanglah Jibril kepada Nabi SAW dan berkata, "Wahai Muhammad, umatmu kagum dengan ibadah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejap mata pun."
Kemudian Allah menurunkan yang lebih baik dari ibadahnya orang Israil tersebut. Kemudian Jibril membacakan kepada Nabi: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." (QS Al Qadr: 1-3) Ini lebih utama daripada yang dikagumimu dan umatmu."
Kemudian Rasulullah SAW dan sahabat merasa senang dengan hal itu.
Shabri Shaleh Anwar dalam buku 10 Malam Akhir Ramadhan menukil hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadan.
Rasulullah SAW bersabda,
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
Artinya: "Carilah malam Lailatulqadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW turut menggambarkan suasana pagi usai datangnya malam lailatul qadar. Beliau SAW bersabda,
"Pagi hari malam lailatul qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi." (HR Muslim)
Keutamaan Beribadah pada Malam Lailatul Qadar
Dijelaskan dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, keutamaan malam lailatul qadar ini lebih utama jika dibandingkan dengan malam-malam sepanjang tahun.
Beramal, salat, membaca Al-Qur'an, zikir, dan ibadah lainnya pada malam lailatul qadar ini lebih baik jika dibandingkan dengan beramal di 1000 bulan lain.
Sebagai umat Islam kita disunnahkan untuk mencari malam lailatul qadar pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Mengenai kapan datangnya lailatul qadar para ulama memiliki beberapa pandangan.
Ada yang menyebutkan lailatul qadar jatuh pada malam ke-21, ada juga yang menyebut pada malam ke -23. Namun, mayoritas ulama menyatakan bahwa malam lailatul qadar jatuh pada malam ke-27 bulan Ramadan.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa