Ketua Asosiasi Pertanyakan Kenapa Haji Khusus Dibatasi Maksimal yang Lain Tidak?

Ketua Asosiasi Pertanyakan Kenapa Haji Khusus Dibatasi Maksimal yang Lain Tidak?

Anisa Febriani - detikHikmah
Rabu, 13 Agu 2025 20:00 WIB
Firman Taufik saat ditemui usai acara konpers 13 Asosiasi Haji dan Umrah di Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Firman Taufik saat ditemui usai acara konpers 13 Asosiasi Haji dan Umrah di Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025). Foto: Anisa Rizki/detikHikmah
Jakarta -

Kebijakan pembatasan kuota haji khusus maksimal 8% yang tercantum dalam draf RUU dinilai menciptakan ketidakpastian bagi jemaah yang telah mendaftar bertahun-tahun. 13 Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah mengusulkan agar angka 8% menjadi batas minimal, bukan maksimal.

Ketua Tim 13 Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah sekaligus Ketua Umum HIMPUH Firman Taufik menjelaskan bahwa tidak hanya asosiasi yang terdampak pada kebijakan pembatasan kuota maksimal 8% bagi haji khusus, melainkan juga pihak-pihak lain di belakang mereka seperti UMKM.

"Jadi sudah saya jelaskan bahwa di belakang kami kan ada UMKM, kemudian ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat di sini. Kalau seandainya kemudian 8% kuota ini masuk frasa maksimal, maksimal ini kan relatif ya yang paling utama kan tidak adanya kepastian," terangnya saat ditemui usai konferensi pers bertajuk Penyelamatan Perekonomian Berbasis Keumatan dalam Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Ballroom Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Orang yang sekarang sudah mengantre, dia sudah punya bayangan 6 tahun lagi saya berangkat, 7 tahun lagi saya berangkat. Dengan frasa maksimal 8% dia sudah otomatis nggak tahu lagi kapan dia berangkat," sambung Firman.

Saat ditanya apakah akan terjadi tarik menarik dengan antrean haji reguler yang jauh lebih lama terkait asosiasi yang mengusulkan agar minimal kuota haji khusus menjadi 8%, ia menilai haji khusus dan reguler sama-sama perlu dibela haknya.

ADVERTISEMENT

"Baik haji reguler maupun haji khusus dua-duanya adalah masyarakat Indonesia. Maksudnya, sama-sama perlu dibela haknya. Jangan sampai ada diskriminasi, kenapa kami dibatasi maksimal tapi yang lain tidak? Atau malah sebaliknya," ujarnya menguraikan.

Firman kemudian mengatakan apabila dilihat dari sisi jemaah haji khusus, mereka membayar paket dan sebagainya tanpa biaya subsidi.

"Nah, sekarang coba melihatnya adalah kami para jemaah haji khusus dari sisi jemaah haji khusus ya, bukan dari penyelenggaranya. Kami ini bayar paket dan lain sebagainya tanpa subsidi. Di reguler, itu pakai subsidi. Subsidinya gak main-main, 30% lebih," terang Firman.

Ia menyebut apabila alokasi kuota tidak terserap itu dialihkan ke yang tidak bersubsidi, maka sama halnya dengan membantu negara.

"Kalau seandainya kemudian alokasi kuota itu dialihkan ke yang tidak bersubsidi pasti kami kan nolong negara itu juga kan dalam hal subsidi. Dia (negara) nggak perlu repot-repot cari subsidi. Bebankan aja ke kami semuanya, masyarakat bayarnya 100% kalau di reguler tidak," tandasnya.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads