Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Q.S. al-Maidah/5:6).
Tayamum ialah melakukan penyucian diri dengan menggunakan debu atau tanah yang bersih (sha'idan thayyibah). Menurut Imam Abu Hanifah, sha'idan thayyibah ialah segala sesuatu yang bersumber dari tanah. Sandaran pesawat dari bahan kain dapat digunakan karena kain juga berasal usul dari tanah. Imam Syafi' mengharuskan adanya partikel debu di tangan, bisa sejenis bedak, lalu disapukan ke muka dan kedua tangan.
Tayamum hanya diperkenankan jika seseorang sedang sakit dan dikhawatirkan penyakitnya bertambah jika menyentuh air. Tayamum juga dibenarkan jika usaha untuk mendapatkan air betul-betul gagal. Mungkin ada air tetapi memerlukan biaya yang tidak terjangkau, maka yang bersangkutan juga dibenarkan bertayamum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Misteri Di Balik Mandi Junub |
Mengapa harus dengan tayamum? Menurut para ulama Fikih, tayamum diperlukan saat ada alasan untuk bertayamum, tanpa banyak membahas apa hikmah di balik tayamum. Kalangan ilmuan tidak puas dengan pendekatan ta'abbudi semata tetapi mereka juga ingin memperoleh kejelasan intelektual, apa di balik tayamum, mengapa harus dengan debu atau tanah?
Ternyata usaha para ilmuan tidak sia-sia. Sejumlah ilmuan menemukan hikmah dan rahasia yang terkandung di balik tayamum, termasuk komposisi kimia yang tersusun di dalam tanah atau debu. Dr Ahmad Ramali dengan mengutip sejumlah pakar, termasuk Prof. Rolf Ehrenfels, menjelaskan bahwa tayamum adalah peristiwa simbolik yang mempunyai efek shock therapy dengan menyapu pusat kesadaran atau saraf yang ada di muka dan di kedua tangan. Jika itu dilakukan dengan niat yang menggunakan bahasa agama, lalu tanah atau debu dibasuhkan kepada anggota badan tersebut, maka khasiatnya secara psikologis akan menimbulkan efek penurunan gelombang frekuensi getaran otak dari suasana beta ke suasana alfa. Tentu saja suasana ini akan memudahkan seseorang untuk focus dan khusyuk.
Selain itu, tanah juga memiliki komposisi kimia yang komplit. Ada sejumlah unsure di dalamnya memang memiliki efek pembersih melalui persenyawaan kimiawi yang terdapat di dalam tanah dengan unsure kotoran yang melekat di badan. Itulah sebabnya mengapa Nabi menganjurkan untuk membersihkan bejana yang dijilat anjing dibersihkan tujuh kali dan sekali di antaranya dengan tanah. Ternyata hasil penelitian membuktikan bahwa virus rabies yang mungkin saja terdapat di dalam air liur anjing itu tidak bisa dibersihkan dengan air tetapi dengan melalui persenyawaan kimia di dalam tanah, maka virus itu bisa hilang. Ini semua membuktikan bahwa setiap perintah dan larangan Allah SWT pasti ada hikmahnya bagi manusia. Dahulu mungkin masih sederhana alat dan teknologi sehingga tidak mampu diungkap beberapa rahasia syari'ah (asrar al-syari'ah), tetapi sekarang satu persatu hikmah sains di balik perintah dan larangan Tuhan dapat ditemukan. Di sini terbukti bahwa memang Al-Qur'an betul-betul sebagai kitab untuk akhir aman.
Prof. Nasaruddin Umar
Menteri Agama Republik Indonesia
Imam Besar Masjid Istiqlal
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Iran-Israel Memanas, PBNU Minta Kekuatan Besar Dunia Tak Ikut Campur