Jauhi Ujaran Kebencian

Jauhi Ujaran Kebencian

Indah Fitrah - detikHikmah
Jumat, 28 Mar 2025 20:29 WIB
Jakarta -

Di Indonesia, ada aturan atau undang-undang baru yang mengatur tentang ujaran kebencian. Ujaran kebencian bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk melalui teknologi informasi seperti handphone, internet, dan komputer. Jika seseorang terbukti mengutarakan ujaran kebencian melalui media tersebut, ada pasal hukum yang mengaturnya, dan pelaku dapat dikenakan hukuman penjara.

Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, Imam Besar Masjid Istiqlal dalam detikKultum, Jumat (28/3/2025) menjelaskan bahwa teguran keras terhadap ujaran kebencian tidak hanya datang dari hukum negara, tetapi juga telah berkali-kali ditegaskan dalam Al-Qur'an.

"Bahkan dalam Al-Qur'an pun berkali-kali ditegaskan untuk jangan pernah melakukan ujaran kebencian," ungkapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan bahwa salah satu ayat Al-Qur'an yang menegaskan hal ini terdapat dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, yang artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu."

ADVERTISEMENT

Prof Nasaruddin Umar menjelaskan ayat ini mengajarkan agar setiap individu berhati-hati dalam menerima informasi. Ketika mendapatkan atau mendengar suatu berita, jangan langsung mempercayainya begitu saja. Sebaiknya lakukan konfirmasi atau tabayyun terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya. Hal ini penting karena ada saja pihak yang sengaja memprovokasi agar orang lain terpancing emosi.

Ujaran kebencian bukan hanya melanggar norma sosial dan agama, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum yang diancam dengan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Selain itu, ujaran kebencian juga merupakan perbuatan dosa, seperti memfitnah orang lain, yang dapat merugikan banyak pihak.

Dalam konteks ini, Prof Nasaruddin Umar menekankan ujaran kebencian yang paling berbahaya adalah yang didasarkan pada agama. Jika ujaran kebencian hanya berbasis etnik atau subjektivitas individu, dampaknya mungkin tidak terlalu besar. Namun, jika provokasi dilakukan terhadap suatu agama, akibatnya bisa sangat berbahaya hingga berpotensi memicu konflik besar.

Oleh karena itu, kata Prof Nasaruddin Umar, tidak seharusnya ada pihak yang memperalat agama atau menjadikannya sebagai tameng demi kepentingan pribadi. Jika agama digunakan sebagai alat propaganda, dampaknya bisa sangat dahsyat, karena awal mula dari semua ini adalah ujaran kebencian.

Lebih lanjut, Menteri Agama RI ini menyebut bahwa peringatan tentang bahaya ujaran kebencian juga tercantum dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."

Ayat ini mengajarkan bahwa mencela dan merendahkan orang lain tidak hanya menciptakan permusuhan, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam. Jika satu pihak dan pihak lain saling berseteru atas nama agama, akan timbul konflik yang berlarut-larut dan berpotensi menghancurkan perdamaian.

"Maka dari itu, jangan coba-coba mempermainkan agama dengan memancing kekisruhan, karena akibatnya bisa fatal," jelas Prof Nasaruddin Umar.

Memanfaatkan agama untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu hanya akan membawa perpecahan dan kehancuran bagi masyarakat luas.

Di Indonesia, persatuan dan kerukunan merupakan hal yang sangat berharga. Tidak ada negara di dunia yang seplural Indonesia, dan tidak ada negara yang lebih rukun daripada Indonesia.

Keberagaman ini dapat tetap terjaga karena adanya dasar negara, yaitu Pancasila, yang menjadi payung bagi semua perbedaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga toleransi antar masyarakat dengan baik.

Bulan Ramadan adalah momen yang tepat untuk mempererat kebersamaan, menumbuhkan toleransi, dan memperkokoh persatuan. Prof Nasaruddin Umar mengajak memanfaatkan bulan yang penuh keberkahan untuk memperbaiki diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Naudzubillah min zalik.

Jangan lewatkan detikKultum bersama Prof Nasaruddin Umar setiap hari jam 20.30 WIB selama bulan Ramadan hanya di detikcom!

(inf/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads