Teks khutbah Jumat dapat dijadikan referensi bagi khatib yang mengisi ceramah. Sebagaimana diketahui, kaum muslimin akan memasuki bulan Muharram atau tahun baru Islam dalam hitungan hari.
Banyak keutamaan yang terkandung di bulan Muharram. Terlebih, bulan tersebut disebut waktu yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan.
Nabi Muhammad bersabda,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram, dan salat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR Muslim)
Kumpulan Khutbah Jumat Menyambut Bulan Muharram
Berikut sejumlah khutbah Jumat menyambut bulan Muharram yang bisa dijadikan referensi seperti dikutip dari buku Materi Khutbah Jumat Sepanjang Tahun susunan Muhammad Khatib dan buku Kumpulan Kultum Setahun oleh Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub.
1. Khutbah Jumat Menyambut Bulan Muharram
Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,
Pada kesempatan yang penuh kebahagiaan dan persaudaraan ini, saya berpesan khususnya kepada diri saya dan umumnya kepada jama'ah. Marilah kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hanya dengan ketakwaan kita bisa mengisi hari-hari dengan amal kebaikan, dan dengan ketakwaan pula kita memiliki tujuan hidup yang jelas, yaitu meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,
Saat ini kita akan memasuki bulan Muharram, yang berarti kita memulai lagi tahun baru Islam. Kita seperti membuka lembaran baru dalam hidup kita, lalu segera mengisinya sesuai rencana. Namun sebelum mengisi lembaran baru tersebut, ada baiknya kita merenungkan apa yang sudah kita lakukan di tahun lalu. Jika kita sudah berbuat baik, maka di tahun ini hendaknya lebih ditingkatkan lagi, dan bila di tahun lalu kita melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat atau bahkan merugikan, maka hendaknya di tahun ini tidak mengulanginya lagi. Hal itu dimaksudkan agar hidup kita dari tahun ke tahun semakin baik dan berkualitas.
Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa hari ini lebih dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi, dan Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang celaka." (HR Hakim)
Hadits di atas mengisyaratkan agar kita berusaha menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Tahun ini harus lebih baik dari pada tahun lalu dalam segala hal, terutama dalam urusan ibadah. Kita harus menyadari bahwa dengan bergantinya tahun berarti umur kita bertambah. Tentunya kita tidak ingin, semakin bertambahnya umur semakin sedikit kebaikan yang kita perbuat. Kita juga pasti tidak mau hidup yang sangat singkat ini menjadi sia-sia, sehingga kita tidak punya bekal untuk perjalanan akhirat.
Rasulullah juga bersabda, yang artinya: "Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum ditanyakan kepadanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan." (HR Tirmidzi)
Pergantian tahun mengingatkan manusia tentang pentingnya waktu. Siapa yang mengetahui arti waktu berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab waktu adalah kehidupan itu sendiri. Orang-orang yang selalu menyia-nyiakan waktu adalah orang yang tidak memahami arti hidup.
Pergantian tahun adalah momen untuk introspeksi diri. Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri, mengatakan, "Wahai anak Adam, sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka berlalu pulalah sebagian hidup- mu."' Dengan demikian, sudah seharusnya pergantian tahun kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri.
Hadirin jemaah Jumat Rahimakumullah,
Saat mengawali tahun baru, tentunya sudah banyak rencana yang sudah kita buat, bahkan kita berani mentarget keberhasilannya. Hal itu boleh-boleh saja. Namun, jangan lah membuat rencana yang sulit kita lakukan, juga jangan terlalu panjang angan-angan atas apa yang kita rencanakan. Karena semua itu hanya menjadi beban dalam mencapai keberhasilannya. Jalani saja prosesnya, kemudian terus berusaha semaksimal mungkin, dan jangan lupa berdoa sebagai bentuk tawakal kita kepada Allah SWT.
Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah setelah me- lakukan ikhtiar (usaha) semaksimal mungkin. Sikap tawakkal adalah impelementasi keimanan, dimana kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran hidup. Tawakkal akan menimbulkan kekuatan batin yang luar biasa. Bathin yang mengakui dengan teguh atas kekuasaan Allah SWT. Tawakkal juga akan menumbuhkan sikap optimis, yaitu meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap usaha hamba-Nya. Sikap optimis sangat dibutuhkan, lebih-lebih hidup di zaman yang penuh dengan tantangan dan perjuangan ini, agar kita tidak mudah stres dalam menghadapi persoalan hidup.
Hadirin jemaah Jumat Rahimakumullah,
Kenyataan hidup terkadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, apa yang sudah kita upayakan tidak membuahkan hasil apapun. Jika demikian yang terjadi, maka kita harus merenungkan kembali. Mungkin masih ada kesalahan dalam diri kita, atau ada kesalahan proses dalam usaha. Juga merenung- kan kembali bahwa apa yang terjadi adalah kehendak Allah SWT Mungkin keberhasilan masih tertunda, kita mesti sabar dan tawakal dan selalu ingat akan firman Allah,
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang- orang yang sabar." (QS Al-Baqarah: 155)
Demikianlah khutbah yang saya sampaikan pada kesempatan Jumat kali ini, mudah-mudahan ada guna dan manfaatnya khususnya untuk diri saya dan umumnya hadirin jamaah sekalian yang dimuliakan oleh Allah. Semoga di tahun baru ini kita selalu mendapatkan petunjuk dari-Nya, sehingga di dalam mengisi lembaran hidup yang baru ini selalu ada peningkatan yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hindari kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak bermanfaat untuk tidak diulangi lagi. Lakukan amalan-amalan kecil secara istiqamah. Seperti membiasakan salat Dhuha, sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, dan lain-lain. Usahakan dengan niat yang ikhlas karena Allah, agar tahun baru ini jauh lebih baik dari tahun kemarin dan membawa banyak manfaat.
2. Khutbah Jumat Mulianya Bulan Muharram
Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan yang penuh berkah ini saya berpesan, khususnya pada saya pribadi dan umum pada jamaah. Marilah kita semua berusaha meningkatkan takwa kepada Allah SWT, dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya, dan menjauhi segala larangannya. Takwa merupakan alasan kita hidup di dunia, sekaligus tujuan dalam rangka meraih surga dan ridha Allah. Tepatlah kiranya, bila kita selalu diingatkan agar selalu meningkatkan takwa.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Tidak terasa saat ini kita memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender hijriah. Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah.
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS At-Taubah: 36)
Di antara dua belas bulan dalam kalender Hijriyah, ada empat bulan yang disebut "Asyhurul Hurum" (bulan yang haram), yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan-bulan ini memiliki kemuliaan. Di antaranya Allah mengharamkan umat islam melakukan perbuatan yang dilarang, (membunuh, berperang). Kecuali diserang oleh orang-orang kafir.
Imam At-Thabari menafsirkan ayat di atas dengan mengutip riwayat dari Ibnu Abbas RA: "Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan suci dan mengagungkan kemuliaannya. Barangsiapa yang berbuat dosa pada bulan ini, maka balasannya menjadi lebih besar, dan barangsiapa yang beramal shalih pada bulan ini, maka pahalanya juga lebih besar."
Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,
Muharram disebut bulan mulia karena "syahrullah" (bulan Allah). Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR Muslim)
Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram, karena penamaannya disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para ulama menerangkan: Ketika makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah, itu pertanda ada pemuliaan pada makhluk tersebut, sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi masjid, atau lebih khusus Ka'bah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta nabi Shaleh dan lain sebagainya.
Keutamaan bulan Muharram tidak perlu diragukan lagi. Namun keutamaan itu tidak berarti bila tidak diisi dengan berbagai amalan-amalan ibadah yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.
Di antara ibadah yang paling dianjurkan adalah berpuasa. Amalan ini di dasarkan pada beberapa hadits, diantaranya sabda Nabi:
"Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lainnya diterangkan pula terkait keutamaan Muharram,
"Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang- orang Yahudi berpuasa di hari Asyura'. Beliau bertanya, "Hari apa ini?" Mereka menjawab, "Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi SAW bersabda, "Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian." kemudian Nabi saw. berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa." (HR Bukhari)
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasulullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa wajib. Kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja, dan kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau, atau boleh juga tidak berpuasa jika ia mau."
Puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11.
Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari 'Asyura, para sahabat berkata: "Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: "Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut." (HR Muslim)
Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,
Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan lainnya, hendaknya kita tidak hanya berpuasa sunnah, tapi juga memperbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini, dengan membaca Al Qur'an, berzikir, sedekah, puasa, dan lainnya.
Selain memperbanyak amalan ketaatan, jangan lupa berusaha menjauhi maksiat kepada Allah, sebab dosa pada bulan Muharram lebih besar dibanding dosa-dosa di bulan lain.
Ibnu Qatadah rahimullah berkata, "Sesungguhnya kezaliman pada bulan Muharram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan di luar bulan Muharram."
Demikianlah khutbah yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik, sehingga kita tetap teguh memegang kebenaran, bersegera memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menodai hati kita. Aamin...
3. Keistimewaan Bulan Muharram
Ma'asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Segala puji kita panjatkan pada Allah atas berbagai macam nikmat yang telah Allah anugerahkan pada kita sekalian. Di antara nikmat yang Allah anugerahkan adalah kita berada di bulan yang mulia, yaitu bulan Muharram. Bulan Muharram ini disebut sebagai Syahrullah yaitu bulan yang benar-benar dimuliakan oleh Allah.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam haditsnya,
"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR Muslim dari Abu Hurairah RA)
Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi akhir zaman dan penutup para Nabi yang juga menjadi pembuka pintu surga pertama kali, yaitu nabi besar kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula kepada para sahabat, para tabi'in, serta kepada setiap orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
Di antara contoh yang baik yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan pada kita adalah beliau menganjurkan (menyunnahkan) puasa Asyura (10 Muharram). Namun beliau memerintahkan untuk berpuasa pula pada tanggal sembilannya dengan tujuan agar puasa Asyura tidak mirip dengan yang dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani.
Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan puasa hari 'Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
"Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani." Lantas beliau mengatakan, "Apabila tiba tahun depan insya Allah (jika Allah menghendaki) kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan." Ibnu Abbas mengatakan, "Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia." (HR Muslim)
Ma'asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Para jemaah salat Jumat yang dirahmati oleh Allah. Tadi telah disinggung mengenai puasa Tasua (9 Muharram) yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ingin melakukannya berbarengan dengan puasa Asyura. Adapun keutamaan dari puasa Asyura (10 Muharram) disebutkan haditsnya dalam kitab Shahih Muslim sebagai berikut.
Dari Abu Qatadah Al-Anshariy radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, "Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa 'Asyura? Beliau menjawab, "Puasa 'Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu." (HR Muslim)
Dari Ibnu Abbas RA beliau berkata,
"Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa 'Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Hari yang kalian berpuasa ini adalah hari apa?" Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, "Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Firaun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas berkata, "Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian." Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa." (HR Muslim)
Di antara maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesembilan Muharram adalah agar puasanya tidak menyerupai non-muslim. Poin penting yang bisa dipetik adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan agar kita tidak tasyabbuh dengan non-muslim.
Demikian khutbah keistimewaan Muharram ini. Semoga Allah SWT memberi taufik dan hidayah.
4. Khutbah Jumat Muharram Bulan Kemenangan
Khutbah Jumat Muharram bulan kemenangan ini dinukil dari Materi Khutbah Jumat oleh Amir Sahidin M Ag.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhanahu wata'ala atas segala karunia yang telah diberikan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Kemudian shalawat dan salam kita haturkan selalu kepada uswah hasanah, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang telah membawa kita dari zaman kejahiliyahan menuju zaman penuh keadilan dengan syariat Islam.
Pada kesempatan mulia ini, khatib mewasiatkan kepada diri pribadi dan kepada para jamaah sekalian, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Ta'ala dengan sebenar-benar takwa, karena sebaik-baik bekal kita kelak untuk menuju Allah subhanahu wata'ala adalah dengan takwa.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Sudah menjadi sunnatullah setiap umat beragama membutuhkan tempat aman untuk menerapkan kewajiban agamanya. Termasuk dengan umat Islam yang tentu membutuhkan tempat aman untuk menjalankan kewajiban agamanya.
Karena itulah, Allah menjanjikan kemenangan bagi umat Islam agar senantiasa melaksanakan kewajibannya, menyembah Allah SWT sebagaimana firmannya dalam surah An Nur ayat 55.
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
Berkenaan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsîr al-Qurân al-'Azhîm jilid 6 halaman 77,
"Ini merupakan janji dari Allah kepada Rasul-Nya, bahwa Dia akan menjadikan umat-Nya sebagai orang-orang yang berkuasa di bumi, yakni menjadi para pemimpin manusia dan penguasanya. Dengan adanya mereka, negeri akan menjadi baik dan semua hamba Allah akan tunduk kepadanya. Juga Allah akan menukar keadaan mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa."
Hal ini terbukti dengan kemenangan Rasulullah untuk berhijrah di Madinah dan menjadi penguasa atasnya. Menariknya, cikal bakal kemenangan Rasulullah mendapatkan tempat aman tersebut (Madinah) bermula saat terjadi Baiat Aqabah Kedua.
Baiat ini dilakukan pada bulan Haji (Dzulhijjah) oleh tujuh puluh lima orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah apabila datang ke Madinah. Dari kejadian inilah muncul kebulatan tekad Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah yang terjadi pada bulan setelahnya, yaitu bulan Muharram.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Muharram merupakan bulan mulia, kemuliaan tersebut bahkan termaktub dalam Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Pertama, salah satu dari empat bulan yang diharamkan untuk berperang. Kedua, disebut sebagai bulan Allah atau syahrullah al-muharram. Ketiga, bulan terbaik untuk berpuasa setelah bulan Ramadan. Keempat, terdapat syariat puasa Asyura yang dapat menghapus dosa setahun lalu.
Selain itu, bulan Muharram juga mengingatkan kita akan tekad kuat Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah, tempat aman untuk menjalankan syariat Islam. Ibnu Hisyam menerangkan dalam kitabnya, as-Sirah an-Nabawiyah, jilid 1 halaman 590 bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah menuju Madinah dimulai pada akhir bulan Safar dan tiba di Madinah pada
awal bulan Rabiul Awwal. Sehingga hijrah Rasulullah tidak terjadi pada bulan Muharram sebagaimana anggapan sebagian umat Islam.
Sementara itu, penetapan bulan Muharram sebagai awal bulan kalender Hijriyah, sebagaimana ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari jilid 7 halaman 268, adalah hasil musyawarah pada masa khalifah Umar bin Khathab Radhiallahu 'anhu ketika mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu, ada yang mengusulkan bulan Rabiul Awwal yang merupakan bulan kedatangan Rasulullah di Madinah; ada pula yang mengusulkan bulan Ramadan yang merupakan sebaik-baik bulan yang ada.
Namun kesepakatan yang terjadi ketika itu adalah bulan Muharram dengan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah pada bulan tersebut telah bulat tekad dan keputusan Rasulullah untuk hijrah pasca peristiwa Baiat Aqabah Kedua. Dengan adanya baiat tersebut Rasulullah pun melakukan persiapan untuk berhijrah dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar.
Untuk itu, Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan:
"Terjadinya baiat (Aqabah Kedua) di bulan Dzulhijjah yang merupakan mukadimah terjadinya hijrah. Sedangkan bulan pertama setelah terjadinya baiat dan kuatnya tekad untuk berhijrah adalah bulan Muharram, maka sudah sepantasnya dijadikan sebagai permulaan bulan."
Karenanya, bulan Muharram ini dapat dikatakan sebagai bulan kemenangan umat Islam, di mana kaum Muslimin pada saat itu telah mendapati cikal bakal tempat aman untuk menjalankan syariat Islam. Semoga umat Islam senantiasa mendapat tempat aman untuk menjalankan kewajibannya, menerapkan syariat Islam dalam segala lini kehidupan, Aamiin ya Rabb.
Demikian khutbah yang dapat kami sampaikan, mari kita tutup dengan berdoa kepada Allah.
Itulah sejumlah teks khutbah Jumat menyambut Muharram yang penuh hikmah. Semoga bermanfaat.
(aeb/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal