Sedang ramai perbincangan di salah satu group WA para dokter senior. Mereka membicarakan kasus yang dekat-dekat dengan kondisi mereka, sudah berusia mendekati 60 tahunan. Ialah kasus pengelolaan masalah jantung menggunakan salah satu teknik. Namanya bypass. Menyambung pembuluh darah jantung yang sengaja dipotong. Biasanya karena pembuntuan yang terjadi, sudah sulit dikoreksi menggunakan teknik pemasangan ring.
"Barusan ada teman operasi jantung bypass di KL, kena biaya paket tuntas 235 jt. Dia ditawari di Indo 430 jt, makanya berbondong org Indo ke KL😟," ujar salah seorang anggota group.
Seru bukan? Harga paket pengobatan bukan beti, beda tipis. Tapi beda tebal. Lalu apa yang bisa dilakukan? Siapa yang mau disalahkan? Ah, daripada sulit mencari pemecahan, mari kita coba berpikir ulang. Semoga kita dapat mengambil sedikit pencerahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada teori baru dalam bidang medis, kedokteran. Teori itu dikemukakan oleh salah seorang guru besar kedokteran dalam beberapa media massa. Baik cetak mau pun online. Juga dipublikasikan dalam buku berjudul "Potensi Positif Dinamika Covid-19". Buku itu dicetak dan diterbitkan Airlangga University Press tahun 2021. Ialah teori; "Your cells are you", karakter sel-sel Anda adalah karakter Anda. Bahkan karakter cairan tubuh individu itulah karakter individu itu.
Di dalam publikasi guru besar tersebut juga dimajukan konsep medis Islam, bahwa sehat adalah takwa. Semakin takwa seseorang semakin sehatlah orang itu. Sebaliknya, semakin kurang kualitas takwa seseorang maka kualitas kesehatannya pun berkurang. Ukuran ini berlaku untuk satu orang yang sama. Tidak membandingkan antara takwa dan sehat orang yang berbeda.
Kondisi sakit mengindikasikan alarm untuk meningkatkan kualitas takwa. Baik yang sakit karena diuji Tuhan (biasanya para nabi atau orang-orang yang mendekati level nabi). Mau pun orang-orang yang masih belum dekat dengan perilaku nabi.
Orang yang dekat level-nya dengan nabi, diberikan sakit sebagai ujian supaya takwanya semakin paripurna. Orang yang masih belum dekat sikapnya dengan nabi jika mengalami sakit, pada umumnya karena perbuatan tangannya sendiri (baca dosa). Kondisi sakit itu hendaknya mampu mengembalikannya ke posisi takwa lebih tinggi, lebih sehat. Posisi takwa kalau sudah mencapai tingkat tinggi yang sesuai atau dekat posisi fitrah maka sembuhlah si orang sakit dari penyakitnya itu.
Sesuai dengan konsep medis bahwa sehat itu takwa. Menjadi lebih mudah bagi kita menemukan solusi; yang mudah, yang murah, serta solusi yang selamat. Solusi dari penyakit apa pun. Termasuk penyakit jantung. Sekali pun mencapai tahap sampai harus dilakukan bypass.
Mungkin narasi di atas seperti mengada-ada. Namun, sadar atau belum, kita semua menyaksikan fakta empiris gratis. Bagaimana di budaya manusia, seringkali orang yang menderita sakit, kita dapati mereka lebih religius.
Kalau mereka Muslim, dekat di sekitar tempat tidur bertabur sejumlah tasbih. Baik elektronik maupun yang manual. Bahkan kadang kita dapati dengan jelas buku-buku kumpulan doa. Intinya situasi yang mengisyaratkan bahwa orang yang sakit mencoba meningkatkan situasi takwa dirinya. Takwa yang dimaksud adalah kualitas keshalihan dirinya. Bisa melalui dzikir yang menggunakan tasbih, atau melalui doa-doa yang dipanjatkan sesuai petunjuk di dalam buku-buku doa.
Di dalam agama, kondisi demikian disebut taubat. Kembali menuju fitrahnya lagi. Situasi fitrah sebagaimana situasi bayi baru dilahirkan ibunya. Asal mula bayi dilahirkan tidak memiliki dosa apa pun kan?
Atau dalam istilah pakar moderen taubat itu membalik. Ialah membalik perbuatan dosa menjadi shaleh. Contoh, bohong-jadi jujur, pelit-jadi loman, marah-jadi ramah, korupsi-jadi kembalikan hasil korupsinya dan minta maaf, minta ampun.
Ada sekian banyak cara yang mudah, untuk menuju jalan kembali kepada kebaikan itu. Antara lain melalui dzikrullah. Aktifitas dzikrullah ini bisa dilakukan melalui lantunan bacaan dzikir seperti, subhaanallah, alhamdulillah, Allaahu akbar, laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata illaa billaah, shalawat (shallallaahu 'alaa Muhammad). Bisa juga menggunakan dzikir subhaanallah wa bihamdihi subhaanallaahil 'adziim.
Dzikir yang terakhir ini sesuai informasi Rasulullah SAW. memiliki potensi besar, dahsyat untuk mengubah. Ialah mengubah yang buruk menjadi baik. Mengubah sakit menjadi sehat.
"Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan (memiliki power yang besar untuk mengubah-terj.), dicintai ar-Rahman (memiliki potensi dicintai Tuhan yang Maha Rahman, memiliki potensi dicintai seluruh makhluk Tuhan, sehingga penyakit -kuman dll-tidak mau memakan, atau tidak mau mengganggu si sakit. Orang yang dicintai ar-Rahman, dicintai "seluruh" makhluk Tuhan, mati pun mereka dibiarkan utuh, tidak dimakan kuman, tidak busuk, bahkan ada yang menebarkan aroma wangi-terj.)."
Dari informasi Nabiy, mudah orang memahami bahwa jika pada orang sakit dua kalimat itu bisa dijadikan pilihan dzikir untuk sembuh. Sedangkan bagi yang tidak ingin sakit dzikir ringan itu bisa untuk tindakan preventive, mencegah supaya tidak perlu sakit.
Pasti orang tertentu apalagi dengan penyakit tertentu memiliki dosis tertentu dalam upaya melalui dzikir. Orang dengan kadar egois yang lumayan, apalagi jelas terlihat sikap sombong disertai pelit yang sulit ditutupi, pasti memerlukan dosis yang lumayan. Ialah jumlah pengulangan kalimat dzikir yang lebih banyak. Sedangkan orang dengan kualitas keshalihan yang sudah lumayan, boleh jadi 1000 kali dzikir kalimat ringan itu, yang dilakukan istiqamah dalam beberapa saat, disertai usaha lain yang sesuai. Kondisi sembuh segera bisa tergapai.
Namun yang pasti, kalimat dzikir itu baru dinilai mencapai dosis yang dibutuhkan, ketika sikap dan perilaku orang yang berdzikir sudah berganti. Dari perilaku buruk kepada perilaku shalih. Itulah dosis yang dibutuhkan!
Orang yang selalu berperilaku shalih, orang yang masuk peringkat alMuhsinuun adalah orang yang dicintai ar-Rahman. Mereka pasti juga mencintai ar-Rahman. Itu berarti orang-orang tersebut mencintai hamba-hambanya ar-Rahman, hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih. Orang yang mencintai hamba-hamba Tuhan pastilah bukan orang yang egois. Tapi altruist. Dia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya.
Kondisi demikian sudah sering penulis kemukakan di media online ini dalam beberapa judul. Bahwa orang yang altruist, yang memiliki sifat rahmatan lil 'aalamiin, meneladani akhlak Nabiy. Ialah orang yang sulit sakit. Kalau pun sakit dia mudah sembuh. Orang-orang yang terkenal baik ini bahkan selalu diburu kebaikan.
Siapa yang berkenan? Kita perbanyak dzikirullah yuk.
Solusi sehat, mudah, murah, serta selamat dunia-akhirat!
Abdurachman
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal