- Kasus Didominasi Kekerasan Fisik
- Jumlah Kasus Kekerasan di Sekolah 2025 Kekerasan Fisik (45%) Kekerasan Seksual (28,33%) Kekerasan Psikis (13,33%) Perudungan atau Bullying (6,67%) Diskriminasi dan Intoleransi (1,67%) Kebijakan Mengandung Kekerasan (5%)
- Kasus Kekerasan Paling Banyak Terjadi di SD
- Pelaku Kekerasan Beragam: Guru hingga Alumni
- Daerah-daerah Persebaran Kasus Kekerasan
- Solusi FSGI atas Kasus-kasus Kekerasan di Sekolah
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis catatan akhir tahun tentang kekerasan di satuan pendidikan. FSGI mencatat ada sebanyak 60 kasus kekerasan di sekolah.
Jumlah kasus kekerasan di satuan pendidikan tahun 2025 naik dibandingkan tahun 2024 (36 kasus) dan 2023 (15 kasus). Dari 60 kasus tahun 2025, ada 358 orang yang menjadi korban dan 126 orang pelaku.
Data-data tersebut dihimpun dari kanal pengaduan FSGI dan media massa. FSGI juga mencatat bentuk-bentuk kekerasan yang dominan terjadi di sekolah. Berikut selengkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus Didominasi Kekerasan Fisik
- Kasus kekerasan di sekolah didominasi oleh:
Kekerasan fisik (45%) - Kekerasan seksual (28,33%)
- Kekerasan psikis (13,33%)
- Perudungan atau bullying (6,67%)
- Intoleransi dan diskiminasi (1,67%),
- Kebijakan yang mengandung kekerasan (5%).
"Kekerasan fisik masih menempati posisi tertinggi dengan 27 kasus atau hampir separuh dari total kasus, dengan korban sebanyak 73 orang dan yang meninggal mencapai 8 orang yang rentang usianya 8 sampai dengan 17 tahun, bahkan 5 korban meninggal semuanya masih usia SD, 2 orang usia SMP dan 1 usia 17 yang merupakan siswa SMK," tulis FSGI dalam keterangan resminya, Senin (8/12/2025).
Jumlah Kasus Kekerasan di Sekolah 2025
Lebih lanjut, berikut rincian kasus kekerasan di sekolah tahun 2025 yang tercatat:
Kekerasan Fisik (45%)
Jumlah kasus: 27 kasus
Jumlah korban: 73 orang (meninggal 8 orang)
Kekerasan Seksual (28,33%)
Jumlah kasus: 17 kasus
Jumlah korban: 127 orang
Kekerasan Psikis (13,33%)
Jumlah kasus: 8 kasus
Jumlah korban: 3 orang (bunuh diri)
Perudungan atau Bullying (6,67%)
Jumlah kasus: 4 kasus
Korban: korban bully yang tidak tertangani bahkan melakukan tindakan balas dendam seperti pada kasus pembakaran pondok pesantren di Aceh, peledakan bom di SMAN 72 Jakarta (96 korban luka)
Diskriminasi dan Intoleransi (1,67%)
Jumlah kasus: 1 kasus
Kebijakan Mengandung Kekerasan (5%)
Jumlah kasus: 3 kasus
Jumlah korban: 55 anak
Kasus Kekerasan Paling Banyak Terjadi di SD
FSGI melihat kasus kekerasan dominan terjadi di jenjang SD. Berikut jumlah kasus kekerasan per jenjang pendidikan tahun 2025:
- Jenjang PAUD sebanyak 3 kasus atau 5%
- Jenjang SD sebanyak 18 kasus atau 30%
- Jenjang SMP sebanyak 17 kasus atau 28,33%
- Jenjang MTs sebanyak 3 kasus atau 5%
- Jenjang SMA sebanyak 6 kasus atau 10%
- Jenjang SMK sebanyak 5 kasus atau 8,33%
- Pondok pesantren sebanyak 8 kasus atau 13,33%
Pelaku Kekerasan Beragam: Guru hingga Alumni
Adapun pelaku-pelaku kekerasan sangat beragam. Tidak hanya pendidik dan peserta didik, pelaku kekerasna di sekolah juga seorang tenaga kependidikan (tendik), pejabat struktural, bahkan alumni.
Berikut rincian pelaku-pelaku kekerasan di satuan pendidikan sepanjang 2025:
- Siswa menjadi pelaku kekerasan dengan jumlah kasus tertinggi, yaitu 25 kasus (41,67%)
- Pendidik atau guru sebagai pelaku sebanyak 15 kasus (25%)
- Kepala sekolah sebagai pelaku 8 kasus (13,33%)
- Pimpinan ponpes sebagai pelaku sebanyak 5 kasus (8,33)
- Tendik/struktural sebanyak 3 kasus (5%)
- Orang tua peserta didik sebagai pelaku sebanyak 2 kasus (3,33%)
- Alumni sebagai pelaku 1 kasus (1,67%)
- Orang asing sebagai pelaku sebanyak 1 kasus (1,67%)
FSGI menjelaskan, peserta didik sebagai pelaku kekerasan paling tinggi karena kasus sebagian besar dilakukan oleh para pelaku secara bersama-sama.
"Biasanya, korban sudah kerap di-bully oleh pelaku (1 orang), namun karena korban diam, tidak melawan, tidak mengadu, maka pelaku meningkatkan kekerasannya secara bertahap dan perilaku itu kemudian diikuti oleh teman-teman pelaku dan korban, sehingga jumlahnya secara bertahap meningkat akibat peniruan perilaku," tulis FSGI.
Daerah-daerah Persebaran Kasus Kekerasan
Kasus-kasus kekerasan yang tercatat FSGI tersebut terjadi di beberapa provinsi seperti:
- Jawa Barat: Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten. Subang, Cirebon, Sukabumi dan Kota Depok
- Jawa Tengah: Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kota Semarang, Wonosobo
- Jawa Timur: Jember dan Sidoardjo
- DI Yogyakarta: Sleman
- DKI Jakarta
- Banten: Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Pandeglang dan Lebak
- Sumatera Selatan: Kota Palembang dan Lubuklinggau Sumatera Barat: Pesisir Selatan
- Sumatera Utara: Kota Medan
- Riau: Pekan Baru dan Indragiri Hilir
- Kepulauan Riau: Kota Batam
- Aceh: Nagan Raya dan Aceh Besar
- Nusa Tenggara Barat: Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah
- Nusa Tenggara Timur: Timor Tengah Selatan
- Sulawesi Selatan: Bulukumba
- Sulawesi Barat: Poliwali Mandar
- Kalimantan Barat: Pontianak dan Kubu Raya
- Kalimantan Selatan: Banjarmasin
- Papua Tengah: Nabire
Solusi FSGI atas Kasus-kasus Kekerasan di Sekolah
FSGI memberikan sederet saran dan solusi untuk menghentikan kasus demi kasus kekerasan terjadi lagi di sekolah. Salah satunya dengan penguatan tata kelola dan revisi tata tertib.
"Sekolah melakukan pembelajaran tanpa kekerasan, sekolah membentuk dan memfasilitasi tugas tim pencegahan & penanganan kekerasan (TPPK), sekolah melakukan pelibatan warga sekolah (orang tua/wali, dll)," tulis FSGI.
FSGI juga mengajak sekolah melakukan pengenalan lingkungan sekolah dan kampanye, serta penguatan pendidikan karakter. Selain itu, sekolah juga dinilai perlu membuat kanal aduan daring yang mencantumkan kanal aduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dinas pendidikan, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Selain itu, FSGI menyatakan sekolah perlu memperkuat satuan tugas (satgas). Sementara itu, pemerintah harus memfasilitasi penerapan peraturan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan.
"FSGI mendorong Kemendikdasmen sosialisasi kebijakan, memberikan pelatihan pencegahan dan penanganan kekerasan, memfasilitasi sistem informasi atas data penanganan kekerasan dan menyediakan kanal aduan sampai di daerah melalui BPMP (Balai Penjaminan Mutu Pendidikan) di berbagai provinsi sebagai kepanjangan tangan Kemendikdasmen," tulis FSGI.
(cyu/twu)











































