×
Ad

Masa Libur Sekolah Ditambah, Sektor Pariwisata Untung tapi Ortu di China Pusing

Callan Rahmadyvi Triyunanto - detikEdu
Rabu, 03 Des 2025 12:00 WIB
Ilustrasi libur sekolah Foto: Getty Images/iStockphoto/Sasiistock
Jakarta -

Hingga 2025, hanya sedikit kota di China yang memberi jeda "libur musim gugur" bagi sekolah. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, sedikitnya 27 kota lain mulai menerapkan kebijakan serupa. Hal ini menandai bergesernya pandangan pemerintah terhadap keseimbangan akademik dan waktu istirahat siswa.

Di berbagai wilayah, mulai dari Zhejiang hingga Sichuan, pemerintah daerah setempat mulai menetapkan hari libur tambahan dengan harapan keluarga dapat memanfaatkannya untuk bepergian, atau setidaknya mengirim anak-anak dalam tur edukatif yang diselenggarakan sekolah.

Kebijakan ini juga menjadi instrumen baru pemerintah dalam mendorong konsumsi keluarga.

Saat ini, siswa sekolah dasar hingga menengah di China hanya mendapatkan dua libur panjang yaitu musim panas dan musim dingin. Para siswa di Negara Tirai Bambu tersebut memang dikenal belajar dalam ritme akademik yang padat.

Kota Foshan menjadi contoh awal implementasi kebijakan ini. Setelah menetapkan libur sekolah tiga hari pada November, banyak sekolah mulai mengarahkan siswa pada tur edukatif yang diselenggarakan sekolah maupun agen perjalanan. Perusahaan perjalanan mencatat lonjakan permintaan dari keluarga yang tiba-tiba mencari kegiatan alternatif untuk anak.

Bisnis Pariwisata Panen Cuan

Setelah Foshan memperkenalkan libur sekolah tiga hari pada November, telepon di Guangzhou Comfort International Travel Co langsung berdering seperti dilaporkan Strait Times. Orang tua bergegas mencari kegiatan mendadak untuk mengisi waktu anak-anak mereka.

Bisnis begitu ramai hingga para staf harus lembur dan memotong waktu istirahat. Cabang Foshan bahkan meminta tambahan tenaga dari kantor pusat di Guangzhou.

"Kami sempat kewalahan menghadapi kebijakan libur musim gugur untuk pertama kalinya," ujar Zheng Zihua, staf di agen tersebut. "Bisnis kami bahkan lebih ramai dibanding November sebelum pandemi."

Data perusahaan menunjukkan jumlah wisatawan dari Foshan melonjak lebih dari 50 persen dibanding tahun lalu, dan lebih dari tiga perempatnya merupakan keluarga.

Kebijakan ini sejalan dengan seruan pemerintah pusat di Beijing agar pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan libur sekolah musim semi dan musim gugur untuk "meningkatkan iklim konsumsi".

Anak Libur, Orang Tua Kewalahan

Meski memberi peluang pembelajaran nonformal, kebijakan ini menimbulkan reaksi beragam dari orang tua. Banyak pekerja hanya memiliki sedikit hari cuti tahunan, sehingga libur tambahan anak justru menambah beban pengasuhan.

Di Chengdu, Sichuan, guru sekolah menengah atas Xavier Lei tidak memberi pekerjaan rumah saat libur pertengahan November. Namun ia tetap khawatir siswanya tidak punya banyak pilihan hiburan.

"Orang tua tidak punya hari libur, jadi mereka tidak bisa bepergian," katanya seperti dikutip dari Strait Times.

Tak heran jika sejumlah orang tua mengeluhkan kebijakan ini. Di China, pekerja dengan masa kerja hingga 10 tahun biasanya hanya mendapat lima hari cuti tahunan atau hanya separuh dari rata-rata pekerja di Indonesia.

Joanna Xiao, ibu dari seorang murid SD di Chengdu, mengatakan putrinya hanya bisa tinggal di rumah dan membaca buku selama libur tiga hari itu. "Untuk keluarga dengan dua orang tua bekerja, mustahil meluangkan waktu untuk menemani anak," ujarnya. "Kebijakan ini diumumkan mendadak, jadi kami tidak punya waktu menyesuaikan rencana."

Karena itu, beberapa orang tua memilih mengirim anak ke tur studi, yakni wisata edukatif singkat yang diselenggarakan sekolah atau agen perjalanan. Namun biayanya bisa mencapai ribuan yuan untuk perjalanan hanya beberapa hari.

Sekolah Diminta Hadirkan Solusi

Di Foshan, protes orang tua membuat dinas pendidikan turun tangan. Mereka menegaskan sekolah akan menyediakan layanan penitipan gratis bagi keluarga yang tidak dapat bepergian bersama anak. Pemerintah juga meluncurkan survei daring untuk mengumpulkan pendapat orang tua terkait waktu dan durasi libur musim semi maupun musim gugur.

Meski dampak ekonomi dari kebijakan ini mungkin hanya "moderat", terutama jika mengurangi pengeluaran pada liburan lain, menurut Louis Kuijs dari S&P Global Ratings, kebijakan ini tetap menarik sebagai eksperimen membentuk masyarakat konsumen baru.

"Selain mengurangi tekanan akademik dan memperluas pengalaman belajar di luar kelas, kebijakan ini menunjukkan pendekatan baru yang berbeda dari dorongan industrialisasi dan inovasi," ujarnya.

Perubahan Kalender Akademik yang Lebih Luas

Penambahan libur sekolah sejalan dengan arahan pemerintah pusat untuk memperbaiki "lingkungan konsumsi" dan memberikan ruang bagi pengembangan pendidikan berbasis pengalaman. Namun, analis menilai perubahan ini hanyalah salah satu langkah kecil dalam reformasi sistem yang lebih besar.

Pakar ekonomi menilai bahwa kebijakan tersebut memiliki dampak ekonomi moderat, tetapi cukup signifikan sebagai eksperimen dalam memperluas fungsi sekolah di luar ruang kelas. Akademisi juga melihat kebijakan ini sebagai sinyal bahwa pemerintah mulai memberi perhatian lebih besar pada kesejahteraan siswa, mengurangi tekanan belajar, dan membuka kesempatan belajar kontekstual.

Meski masih memunculkan tantangan, terutama bagi keluarga pekerja, tren penambahan libur sekolah ini menandakan perubahan paradigma pendidikan di China-dari sekadar memprioritaskan prestasi akademik menuju keseimbangan antara belajar, istirahat, dan pengalaman hidup.



Simak Video "Video KuTips: Coba Perhatiin, Adakah Tanda Ortu Kita Kesepian?"

(pal/pal)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork