5 Tantangan Pendidikan Inklusif di Indonesia, Anggaran-Akomodasi Kurikulum

ADVERTISEMENT

5 Tantangan Pendidikan Inklusif di Indonesia, Anggaran-Akomodasi Kurikulum

Devita Savitri - detikEdu
Jumat, 28 Nov 2025 15:30 WIB
Dirjen Vokasi PKPLK, Tatang Mutaqin beberkan tantangan dalam menghadirkan pendidikan inklusif.
Dirjen Vokasi PKPLK, Tatang Mutaqin beberkan tantangan dalam menghadirkan pendidikan inklusif. Foto: Devita Savitri/detikEdu
Jakarta -

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Pendidikan Vokasi PKPLK Kemendikdasmen) Tatang Mutaqin beberkan ada lima tantangan pendidikan inklusif di Indonesia. Apa saja?

Sebagai informasi, pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang mengakomodasi semua peserta didik, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan ini berarti semua peserta didik belajar bersama di sekolah dan kelas yang sama.

Sekolah yang dinyatakan sebagai lembaga pendidikan inklusif harus memastikan bahwa pembelajaran dan kurikulum, gedung sekolah, ruang kelas, area bermain, transportasi, dan toilet sesuai untuk semua anak di semua tingkatan. Penghadiran sekolah inklusif di Indonesia masih menemukan tantangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tantangan terbesar menurut Dirjen Tatang jatuh kepada data dan informasi yang lengkap. Kemendikdasmen terus berupaya melakukan identifikasi agar masalah data bisa diselesaikan.

"Betul kita punya data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), kita punya data Dukcapil (kependudukan dan pencatatan sipil) tapi ini umumnya masih yang mudah teridentifikasi tapi ada beberapa penyandang disabilitas yang muncul ketika dalam proses pembelajaran," tutur Tatang.

ADVERTISEMENT

Hal itu disampaikannya dalam acara Coffee Morning Hari Disabilitas Internasional di Sunyi Coffe Jalan Barito I, Jakarta Selatan, Jumat (28/11/2025).

5 Tantangan Pendidikan Inklusif

Selain data, Tatang menyebutkan ada 5 tantangan lain dalam pengadaan pendidikan inklusif di Indonesia, seperti:

1. Kesenjangan akses pendidikan inklusif di sekolah.

2. Penyediaan sarana dan prasarana yang sesuai kebutuhan.

3. Penyediaan anggaran yang proporsional.

4. Penyiapan dan pengadaan guru pembimbing khusus (GPK) dan sumber daya yang lainnya.

5. Akomodasi kurikulum dan pembelajaran.

Dalam menghadapi hal ini, Tatang menyebut Kemendikdasmen akan memperkuat tata kelola dan sistem yang berkaitan dengan pendidikan inklusif dari Indonesia. Penguatan ini akan dilakukan di pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan unit layanan disabilitas (ULD) di daerah.

"Kalau ini bisa diperkuat maka identifikasi tadi akan lebih cepat. Dengan identifikasi yang baik, otomatis akan berdampak pada intervensi yang lebih dini," katanya.

Intervensi program pendidikan khusus anak disabilitas secara dini diharapkan bisa memberikan dampak yang baik untuk tumbuh kembang anak. Sehingga, mereka bisa mendapat pendidikan setara dengan anak-anak lainnya.

"Identifikasi (berguna) untuk memahami bahwa semua anak berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terbaik," imbuh Tatang.

Ia berharap dengan penguatan pendidikan inklusif, banyak orang semakin memahami bila keragaman bukan sebuah penghambat. Ke depan, Kemendikdasmen ingin tidak ada orang tua yang komplain terhadap kehadiran ABK.

"Harapannya tidak ada lagi orang tua yang biasa kemudian komplain terhadap kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus. Jadi hal-hal ini (penguatan tentang pendidikan inklusif) juga harus kita lakukan tidak hanya sisi infrastruktur tapi juga masyarakat," pungkasnya.

Kegiatan ini digelar Kemendikdasmen untuk menyambut Hari Disabilitas Internasional. Peringatan ini akan berlangsung pada 3 Desember 2025 mendatang.




(det/det)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads