Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani menyoroti meningkatkan kasus perundungan atau bullying di sekolah-sekolah tanah air. Ia menyebut penanganan bullying ini bukan hanya tugas guru tapi juga negara.
"Namun tanggung jawab ini tidak boleh dibebankan sepenuhnya kepada guru. Negara dan sekolah harus menghadirkan sistem yang mendukung," kata Puan dalam keterangan resminya, Selasa (25/11/2025).
Hal itu Puan tekankan selaras dengan peringatan Hari Guru Nasional 2025. Pada momen ini, Puan mengapresiasi para guru di seluruh Indonesia sekaligus berpesan untuk memperkuat perannya di sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tengah arus informasi yang deras, pengaruh negatif dari media sosial, dan maraknya perundungan, guru adalah benteng moral terakhir bagi anak anak kita," ujarnya.
Puan: Tugas Guru Berat di Tengah Maraknya Bullying
Puan juga menyebut peran guru tak sekadar mengajar tapi juga membentuk karakter yang kuat pada siswa. Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa tugas guru di tengah maraknya bullying tidak mudah.
"Tugas guru saat ini jauh lebih berat dibanding dekade sebelumnya. Guru tidak hanya mengajar, tetapi menjadi penjaga nilai moral, pelindung siswa dari kekerasan dan perundungan, pembimbing dalam era informasi yang tidak terbendung, serta figur yang menjaga arah pembentukan karakter generasi muda," kata Puan.
Puan melihat lonjakan kasus bullying siswa di sekolah menyisakan luka berat, trauma psikologis, dan kematian pada korban. Ia menilai kasus bullying muncul karena minimnya pengawasan dan pendampingan karakter di sekolah.
Maraknya Bullying di Sekolah Jadi Alarm Nasional
Kemudian Puan mengungkap duka citanya atas sekian kasus bullying yang belakangan ini terjadi. Salah satunya kasus meninggalnya MH, siswa SMPN 19 Tangerang Selatan. MH diduga dipukuli oleh teman kelasnya, dan tidak lama kemudian meninggal.
"Rangkaian peristiwa ini merupakan alarm nasional bahwa kekerasan di lingkungan sekolah telah mencapai tahap yang fatal, bukan lagi sekadar perilaku bermasalah antar siswa," sebutnya.
Puan mengajak para guru untuk mempertegas peran sentralnya di sekolah. Guru harus bisa mencegah perundungan, menanamkan pendidikan karakter, memantau interaksi siswa, dan membuat sekolah berbudaya inklusif.
"Maka negara harus hadir dengan langkah korektif yang bersifat menyeluruh, bukan parsial atau seremonial. Keselamatan anak di sekolah bukan hanya tanggung jawab guru atau kepala sekolah, tetapi tanggung jawab negara," sambungnya.
Perlu Dibuatnya Pedoman Penanganan Bullying
Menurut Puan, pedoman khusus penanganan bullying harus segera dibuat. Terlebih tren bullying kini semakin banyak terjadi.
"Tentunya termasuk peran guru agar semakin dimaksimalkan untuk mencegah aksi-aksi bullying di lingkungan pendidikan," ujar Puan.
Puan menegaskan kembali peran negara yang harus sigap dalam memberantas perundungan di sekolah. Negara harus memberikan pelatihan bagi guru soal literasi digital, deteksi dini kekerasan, dan psikologi anak.
"Bangsa yang kuat dibangun oleh guru yang kuat. Di tengah tantangan perundungan dan pengaruh negatif digital, komitmen guru adalah tiang penyangga moral generasi muda. Negara harus memastikan mereka tidak berjalan sendirian," tutupnya.
(cyu/nwk)











































