Staf Khusus Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Bidang Pembelajaran dan Sekolah Unggul, Arif Jamali Muis menyampaikan pentingnya pendidikan multikultural sekolah. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman.
"Sejak awal generasi-generasi kita ini harus punya pemahaman terhadap keragaman. Harus punya perspektif global. Harus terbiasa mereka melakukan interaksi lintas budaya," kata Arif dalam webinar literasi keagamaan lintas budaya yang digelar Leimena Institut dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Senin (24/11/2025).
Arif menambahkan Indonesia dan Asia memiliki keragaman besar dalam jumlah penduduk, suku hingga bahasa. Oleh sebab itu, sekolah perlu dirancang menerapkan kurikulum yang memuat pembelajaran toleransi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deep Learning Kunci Toleransi di Sekolah
Arif melihat sekolah masih berpotensi menjadi ruang masuknya radikalisme. Sehingga menurutnya deep learning dapat jadi solusi memperkuat cara berpikir siswa.
"Sekolah bisa menjadi tempat yang rentan terhadap perkembangan pemikiran radikalisme jika tidak hati-hati," tegasnya.
Deep learning mengajarkan siswa untuk belajar secara sadar dan bermakna. Hingga saat ini, Kemendikdasmen telah memberikan pelatihan deep learning kepada 200 ribu guru.
"Ini penting. Dengan menekankan pada proses penciptaan suasana belajar berkesadaran, bermakna, mengembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu," jelasnya.
"Dalam pembelajaran mendalam, semua pihak yang terlibat bak guru, murid, harus saling menghargai, menghormati dengan mempertimbangkan potensi, martabat, dan nilai-nilai kemanusiaan," tambah Arif.
Guru Harus Jadi Aktivator Toleransi Siswa
Lebih lanjut, Arif menyebut guru tak lagi menjadi pihak yang pasif dan hanya memberikan teori. Guru sudah seharusnya bertransformasi.
Guru harus menjadi aktivator pembelajaran, kolaborator, dan pengembang budaya belajar yang sehat dan inklusif. Guru dapat memasukkan pembelajaran intoleransi dalam setiap pelajaran.
"Kalau dulu guru itu yang paling bawah, maka guru harus bertransformasi dalam sebuah ekosistem pembelajaran. Guru sebagai aktivator, guru sebagai kolaborator, dan guru sebagai pengembangan budaya belajar," kata Arif.
Jika pembelajaran mendalam berhasil, siswa akan memiliki dimensi profil lulusan. Ada 8 aspek nilai yang akan dicapai siswa.
"Ada keimanan, ketakwaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi yang baik, komunikasi yang positif," kata Arif.
(cyu/pal)











































