Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyampaikan pesan kepada para guru jelang Hari Guru Nasional 2025 yang diperingati setiap 25 November 2025. Ia menekankan pentingnya peran guru sebagai teladan dalam membangun karakter dan memperkuat nilai kebinekaan di tengah masyarakat Indonesia yang semakin plural.
Muti menyebut, guru bukan sekadar pengajar di kelas tapi juga agen peradaban. "Guru tidak hanya menjadi agen pembelajaran tapi juga menjadi agen peradaban. Sehingga guru dapat menjadi teladan dan menjadi model bagaimana hidup rukun, bagaimana hidup bersama dengan mereka yang berbeda-beda," ujar Mu'ti dalam webinar literasi keagamaan lintas budaya yang digelar Leimena Institut dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Senin (24/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbedaan Perkaya Perspektif
Kemudian Mu'ti membahas tentang pluralitas yang ada di Indonesia. Keberagaman suku, agama, dan budaya menurutnya merupakan modal untuk memperkaya perspektif dan memperluas jejaring masyarakat.
"Perbedaan adalah kekayaan yang memungkinkan kita saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan adalah kekuatan yang membuat kita bisa memiliki perspektif dan jaringan yang semakin luas," kata Mu'ti.
Namun ia mengakui masih ada kendala untuk mencapai kerukunan tersebut, khususnya di sekolah. Hambatan ini mempersulit terjadinya interaksi antar kelompok.
Sekolah Jadi Meeting Point
Oleh karena itu, Mu'ti mendorong sekolah menjadi meeting point (titik kumpul) dan melting point (titik melebur). Di sekolah, siswa dapat berkumpul dan melihat langsung keberagaman itu.
Sementara pada aspek bermasyarakat, Mu'ti menekankan pentingnya guru mengajak siswa dalam aktivitas interaksi lintas iman dan lintas budaya, agar siswa terbiasa bekerja sama di tengah perbedaan.
"Ada common ground dan ada common values serta ada common good yang memungkinkan kita untuk melangkah bersama-sama di tengah perbedaan yang kita miliki," ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah tersebut.
Sekolah adalah Ruang Transfer Nilai Toleransi
Ditambahkan oleh pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Trisakti Handayani, sekolah adalah ruang untuk mempertahankan integritas budaya. Di mana siswa seharusnya dapat pembelajaran toleransi langsung dari guru.
"Sekolah tidak hanya berfungsi sebagai ruang transfer, pengetahuan, tetapi juga sebagai laboratorium sosial tempat nilai-nilai toleransi," kata Tri.
Ia mengungkap sebuah penelitian soal guru yang menerapkan pedagogi responsif budaya terbukti dapat meningkatkan pencapaian akademis murid hingga 22-45%. Riset lain menunjukkan bahwa kurikulum inklusif dapat menumbuhkan nilai-nilai toleransi.
"Berdasarkan pelitian tersebut, 80% murid yang mengikuti kurikulum inklusif yang mencakup materi tentang sejarah, budaya, dan kontribusi berbagai kelompok etnis menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pemahaman mereka tentang keberagaman," tambah Tri.
(cyu/pal)











































