Mendikdasmen Ungkap Alasan Murid Bisa Jadi Bodoh, Karena Guru?

ADVERTISEMENT

Mendikdasmen Ungkap Alasan Murid Bisa Jadi Bodoh, Karena Guru?

fahri zulfikar - detikEdu
Kamis, 20 Nov 2025 19:30 WIB
Mendikdasmen Abdul Muti dalam wawancara Jejak Perdana di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Mendikdasmen Abdul Mu'ti Foto: (dok detikcom)
Jakarta -

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, menjelaskan salah satu kunci dalam deep learning atau pembelajaran mendalam yaitu terintegrasi. Dengan pendekatan ini, murid yang mempelajari suatu tema bisa sekaligus belajar berbagai disiplin ilmu.

"Sehingga kata kunci lain dalam pembelajaran mendalam adalah integrated, terintegrasi. Sehingga mempelajari satu tema, itu bisa jadi melibatkan berbagai disiplin ilmu tapi kuncinya tetap pada engage (terlibat)," katanya saat memberi pemaparan dalam acara "Seminar Internasional Pendidikan: Pembelajaran Mendalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua" di De Tjolomadoe, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (20/11/2025).

"Karena itu prosesnya adalah tri-P; Presage, Process, dan Product. Dari sinilah kemudian murid terlibat," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Guru yang Tidak Aktif Bisa Berdampak pada Siswa

Dalam deep learning, Mu'ti mengatakan bahwa tak hanya murid yang terlibat dalam pembelajaran tapi juga guru. Artinya, guru tak hanya sekadar melempar materi pembelajaran lalu murid mempelajarinya, tapi keduanya saling terlibat dalam pembelajaran.

ADVERTISEMENT

"Murid itu sejak awal ikut dan mereka menjadi proses dari bagian itu dan guru juga terlibat. Sehingga penjelasan guru sebagai fasilitator dalam deep learning itu tidak berarti student active learning, teacher active chatting (berbalas pesan)," sindir Mu'ti disambut gelak tawa guru-guru terbaik di Jawa Tengah yang telah berbagi praktik baik dalam deep learning.

"Itu kan yang dulu terjadi, kan? namanya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Siswa aktif gurunya tidak aktif yang terjadi cah bodo soyo okeh (anak yang jadi bodoh semakin banyak)," lanjutnya.

Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam "Seminar Internasional Pendidikan: Pembelajaran Mendalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua" di De Tjolomadoe, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (20/11/2025). Foto: detikedu/Fahri Zulfikar

Mu'ti pun memberi contoh, tentang pola pembelajaran dengan hanya memberi PR lalu guru tinggal mengoreksi. Dalam hal ini, bahkan guru bisa melimpahkan tugas mengoreksi jika soal PR berupa pilihan ganda dengan satu jawaban benar.

"(Dulu kan) kasih saja PR, kasih saja LKS, nanti guru tinggal ngoreksi. Bahkan kalau jawabannya multiple choice, hanya ada satu jawaban benar, yang ngoreksi anaknya guru. Kenapa saya bisa cerita begitu, karena dulu bapak saya sering minta saya ngoreksi," guraunya disambut tawa yang kian riuh.

Dalam pandangan Mu'ti, kondisi seperti itu masih terjadi pada masa sekarang. Hal ini kemudian berdampak pada orientasi pembelajaran yang hanya berpaku pada angka dan ranking.


Parahnya, angka-angka juga turut menentukan bagaimana siswa bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya.


"Ternyata (hal itu) masih berlaku sampai abad ke-21. Kalau itu yang terjadi maka belajar menjadi sangat kuantitatif, orientasinya angka-angka. Sudah begitu angka nanti diukur sebagai ukuran ranking, juga sebagai ukuran untuk meneruskan jenjang di atasnya," ungkapnya.


"Dan inilah yang ingin kita ubah," tegasnya.


Guru Ikut Dilatih untuk Deep Learning


Mu'ti menggambarkan betapa deep learning menjadi hal yang penting. Ia mengambil pepatah tentang pentingnya mengubah pendidikan dari dalam kelas.


"Ada pepatah yang sangat terkenal, menyebutkan 'Kalau Anda ingin mengubah peradaban, perbaikilah pendidikan. Dan kalau Anda ingin mengubah pendidikan, perbaiki apa yang ada di dalam kelas'," ucapnya.


"Itulah kenapa kami memulainya dengan deep learning, pembelajaran yang mendalam. Untuk itu gurunya kita latih," tambahnya.


Mendikdasmen ingin pendekatan deep learning bisa menjadi sebuah gerakan, visi baru, arah baru, bahwa untuk menjadi hebat, tidak semua harus dipelajari di sekolah. Dalam hal ini, sekolah mengajarkan yang paling mendasar, tapi yang paling mendasar itu bisa menumbuhkan minat untuk bisa belajar di luar kelas.


"Guru harus kaya metode, harus kaya pendekatan. Jangan disamakan cara belajar itu. Dalam deep learning, dia (guru) kemudian bisa melakukan evaluasi diri; saya belajar sudah seberapa banyak, bagaimana cara saya memperbaikinya," ujar Mu'ti.


"Inilah yang akan kita lakukan ke depan," pungkasnya.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads