Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mewajibkan seluruh guru di sekolah menjalankan peran bimbingan konseling (BK). Pemerintah juga berupaya memaksimalkan fungsi bimbingan konseling dengan menyiapkan pelatihan bimbingan dan konseling bagi para guru.
Melalui pembekalan tersebut, guru diharapkan tidak hanya mengajar tetapi juga memiliki keterampilan dasar untuk memberikan pendampingan konseling kepada peserta didik. Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu HadrianIrfani, menyambut baik kebijakan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, ia mengingatkan pentingnya sekolah memiliki psikologi profesional.
"Kebijakan ini langkah maju dalam memperkuat pendidikan karakter dan kesejahteraan emosional siswa. Tapi kebijakan tersebut tidak boleh berhenti pada level administratif," kata Lalu dalam keterangan resminya, Senin (17/11/2025).
Menurutnya, pendampingan psikologis membutuhkan kompetensi profesional yang tidak dapat digantikan. Lalu menjelaskan jika guru memang harus membentuk karakter siswa, tetapi bimbingan konseling bukan tugas yang bisa dijalankan tanpa bekal psikologis.
"Karena itu negara harus memastikan bahwa setiap sekolah memiliki psikolog atau konselor tetap," ungkapnya.
Lalu menegaskan psikolog sekolah adalah pilar sistem pendidikan modern. Dalam sistem pendidikan, guru dan psikolog seharusnya berjalan berdampingan.
"Guru mengajar dengan hati, tetapi psikolog membantu menjaga agar hati anak tetap kuat. Tanpa sinergi keduanya, sekolah bisa menjadi tempat tekanan, bukan tempat pertumbuhan," ujar Lalu.
Negara Maju Telah Wajibkan Satu Psikolog di Sekolah
Lalu juga menyoroti fakta banyak negara maju telah mewajibkan adanya minimal satu psikolog atau konselor profesional untuk setiap 250 siswa. Menurut Lalu, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal ini.
"Maka BK tidak boleh menjadi formalitas administrasi. Dalam pendidikan modern, BK seharusnya menjadi ruang aman dan ruang penyembuhan, tempat siswa dapat berbicara tanpa rasa takut atau penilaian," sebut Legislator dari Dapil NTB II itu.
"Bimbingan konseling bukan ruang disiplin, tetapi ruang pemulihan psikologis. Anak-anak butuh ruang aman untuk bercerita, bukan ruang baru untuk dihakimi," imbuhnya.
Tingginya Kasus Perundungan
Lalu juga menyoroti tingginya kasus perundungan dan meningkatnya angka bunuh diri siswa. Menurutnya, insiden ini bukan hanya tragedi keluarga, tetapi kegagalan sistem pendidikan.
"Setiap kali kita membaca berita anak bunuh diri karena di-bully, itu bukan hanya tragedi keluarga, tetapi kegagalan sistem pendidikan kita. Sekolah yang tidak mampu membaca tanda-tanda krisis mental anak kehilangan jiwanya sebagai ruang tumbuh," paparnya.
Ia menegaskan negara harus hadir di sekolah bukan hanya dalam bentuk kurikulum, tetapi dalam bentuk kepedulian nyata. Ia menilai reformasi pendidikan harus berpijak pada perlindungan jiwa dan kemanusiaan anak.
"Pendidikan bukan hanya soal mencerdaskan, tetapi menjaga agar anak-anak kita tidak kehilangan semangat hidupnya. Jika sekolah tidak bisa menjadi tempat aman, maka kita gagal melindungi masa depan bangsa," jelas Lalu.
Lalu mendorong agar pemerintah mewujudkan Sekolah Ramah Mental dengan memastikan setiap satuan pendidikan memiliki sistem pencegahan perundungan, layanan kesehatan jiwa, unit layanan psikososial.
"Guru harus diberi pelatihan dasar psikologi anak dan deteksi dini, sementara psikolog profesional harus hadir sebagai pendamping inti di setiap sekolah," tutupnya.
(nir/faz)











































