Ahli Sarankan Ini Sebelum Siswa Pakai AI untuk Kerjakan Tugas

Novia Aisyah - detikEdu
Rabu, 05 Nov 2025 06:30 WIB
Ilustrasi mengerjakan tugas menggunakan AI. Foto: Getty Images/iStockphoto
Jakarta -

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memenuhi ruang-ruang kerja. Tak hanya itu, AI juga merambah lingkungan pendidikan.

Sebagai contoh, sebuah survei pada 2024 oleh Pew Research Center menemukan 26% remaja Amerika Serikat (AS) berusia 13 hingga 17 tahun mengatakan mereka telah menggunakan ChatGPT untuk tugas sekolah. Persentase tersebut meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Namun, beberapa ahli khawatir dengan paparan dini terhadap AI. Terutama karena generasi termuda saat ini tumbuh bersama teknologi. Sebagian ahli khawatir AI dapat berdampak negatif pada cara anak-anak dan remaja berpikir dan belajar.

Sebuah studi pendahuluan pada 2025 dari para peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab mengkaji dampak kognitif penggunaan large language model (LLM) dalam menulis esai. Sebanyak 54 peserta berusia 18 hingga 39 tahun diminta untuk menulis esai dan dibagi menjadi tiga kelompok.

Peserta kelompok pertama dapat menggunakan chatbot AI. Peserta kelompok kedua dapat menggunakan mesin pencari, dan yang ketiga hanya mengandalkan pengetahuan mereka sendiri.

Makalah tersebut, yang masih dalam proses peninjauan sejawat, menemukan konektivitas otak berkurang secara sistematis seiring dengan jumlah bantuan eksternal.

"Kelompok yang hanya menggunakan otak menunjukkan jaringan terkuat dan terluas, kelompok yang menggunakan mesin pencari menunjukkan keterlibatan menengah, dan bantuan LLM memunculkan kopling (neural) keseluruhan terlemah," menurut studi tersebut, seperti dikutip dari CNBC Make It.

Utang Kognitif akibat AI

Pada akhirnya, studi tersebut menunjukkan, mengandalkan chatbot AI dapat membuat orang merasakan kepemilikan yang lebih rendah atas pekerjaan mereka dan mengarah pada utang kognitif.

Utang kognitif adalah sebuah pola menunda upaya mental dalam jangka pendek. Hal ini dapat mengikis kreativitas atau membuat pengguna lebih rentan terhadap manipulasi dalam jangka panjang.

"Kenyamanan memiliki alat ini sekarang akan memiliki konsekuensi di kemudian hari, dan kemungkinan besar akan terakumulasi," kata ilmuwan peneliti Nataliya Kosmyna, yang memimpin studi MIT Media Lab.

Temuan tersebut menurutnya juga menunjukkan, mengandalkan LLM dapat menyebabkan masalah signifikan dalam berpikir kritis.

Saran Ahli: Punya Pengetahuan Lebih Dulu Sebelum Pakai AI

Anak-anak, khususnya, berisiko mengalami beberapa dampak negatif kognitif dan perkembangan akibat penggunaan chatbot AI terlalu dini. Untuk membantu mengurangi risiko ini, para peneliti sepakat, sangat penting bagi siapa pun, terutama kaum muda, untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan terlebih dahulu sebelum mengandalkan perangkat AI dalam menyelesaikan tugas.

"Kembangkan keterampilan untuk diri sendiri (terlebih dahulu), meskipun Anda belum menjadi ahli di dalamnya," kata Kosmyna.

Mengembangkan pengetahuan diri, sambung Kosmyna, akan memungkinkan anak lebih mudah mendeteksi inkonsistensi dan halusinasi AI. Diketahui,
Inkonsistensi dan halusinasi AI adalah sebuah fenomena saat informasi yang tidak akurat atau dibuat-buat disajikan alat AI sebagai fakta.

"Untuk anak-anak yang lebih kecil ... saya rasa sangat penting untuk membatasi penggunaan AI generatif, karena mereka memang membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk berpikir kritis dan mandiri," kata seorang profesor di Universitas Denver dan pakar psikologi anak, Pilyoung Kim.

Anak Cenderung Melakukan Antropomorfisasi

Kosmyna menjelaskan, ada juga risiko privasi yang mungkin tidak disadari anak-anak saat memakai alat AI. Ia menegaskan, penting untuk menggunakan AI secara bertanggung jawab dan aman saat menggunakan alat-alat ini.

"Kita perlu mengajarkan secara menyeluruh, bukan hanya literasi AI, tetapi juga literasi komputer," ujarnya.

Kim menerangkan, anak-anak juga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan antropomorfisasi, atau mengaitkan karakteristik atau perilaku manusia dengan entitas nonmanusia.

"Sekarang kita memiliki mesin-mesin yang berbicara seperti manusia," kata Kim. Menurutnya, hal ini dapat menempatkan anak-anak dalam situasi rentan.

"Pujian sederhana dari robot sosial ini benar-benar dapat mengubah perilaku mereka," tambahnya.



Simak Video "Video: Apakah AI Bisa Dijadikan Referensi Belajar Siswa?"

(nah/twu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork