Judol Jerat Anak Sekolah, Komisi X DPR: Pendidikan Karakter Harus Jadi Dasar Sisdiknas

ADVERTISEMENT

Judol Jerat Anak Sekolah, Komisi X DPR: Pendidikan Karakter Harus Jadi Dasar Sisdiknas

Devita Savitri - detikEdu
Rabu, 29 Okt 2025 17:01 WIB
Ketua DPP PDIP, MY Esti Wijayati (Dwi Rahmawati/detikcom)
MY Esti Wijayati beri tanggapan usai anak SMP ketahuan ketagihan judi online. Foto: (Dwi Rahmawati/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti soroti hadirnya fenomena judi online (judol) di ranah pendidikan. Bukan cuman hadir, judol diketahui telah menjerat anak-anak sekolah di Indonesia.

Salah satu kasus terjadi pada siswa SMP di Kulon Progo, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta yang diketahui terlibat pinjaman online (pinjol) demi membiayai kecanduan judol. Setelah absen satu bulan dari sekolah, kasus itu akhirnya terungkap.

Diketahui, berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2024 menyatakan sebanyak lebih dari 197 ribu anak terlibat judol. Per 12 September 2025, data Kejaksaan Agung menyampaikan hal serupa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelaku judol berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk anak-anak SD. Kejagung mengatakan anak-anak berjudi daring dimulai dari bermain slot kecil-kecilan.

Mengenai keadaan ini, sosok yang akrab dipanggil Esti itu merasa miris. Kasus itu disebut menjadi contoh bila benteng pendidikan dan keluarga Indonesia rapuh dalam menghadapi tantangan digital.

ADVERTISEMENT

Esti menilai judol yang menjerat anak-anak Indonesia saat ini merupakan bentuk kegagalan moral individu dan belum adaptifnya sistem pendidikan RI. Menurutnya sistem pendidikan Indonesia masih berorientasi pada hasil akademik semata.

"Sekolah hari ini masih sibuk menyiapkan anak untuk ujian, bukan untuk bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku," ujar Esti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima detikEdu, Rabu (29/10/2025).

Pendidikan Karakter di Sistem Pendidikan Nasional

Alih-alih hasil akademik, legislator dari Dapil DIY itu menyoroti pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter dalam pendangannya akan membantu anak menghalau aktivitas yang kurang baik, seperti judol.

"Saat anak memiliki pendidikan karakter yang kuat, maka pendidikan akademiknya akan mengikuti," jelasnya.

Oleh karena itu, pendidikan karakter menurutnya harus jadi dasar dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Nantinya, pendidikan karakter akan menjadi modal awal dalam membentuk adab.

Tak bisa sembarangan, penerapan pendidikan karakter perlu dilakukan sedini mungkin, bahkan dari bangku awal sekolah dasar. Hal ini dipelajarinya usai melihat keberhasilan Jepang yang menerapkan pendidikan karakter sejak usia dini anak.

Bahkan di Jepang, pendidikan karakter merupakan hal pertama yang diajarkan di sekolah. Bukan membaca atau menghitung, ketika anak masuk SD mereka akan diberi pemahaman tentang karakter, seperti menjaga kebersihan, saling tolong menolong, dan berbagai adab baik lainnya.

"Maka kita bisa lihat attitude atau manner masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi etika. Kita sering lihat warga Jepang yang tak segan membuangkan sampah orang lain saat mereka melihatnya, seperti dalam pertandingan-pertandingan olahraga, termasuk di luar negara mereka," imbuhnya.

Pendidikan Karakter Berbasis Risiko Digital

Setelah pendidikan karakter anak Indonesia diperkuat, pemahaman yang mengikuti zaman perlu terus ditanamkan. Saat ini, anak Indonesia perlu diberikan pemahaman agar mereka bisa bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku.

Pemahaman yang bisa dimaksud adalah pendidikan karakter yang berbasis risiko digital. Di dalamnya, adalah pemberian materi literasi digital yang perlu menyentuh akar masalah bukan sekedar teori.

Anak Indonesia masa kini harus mampu mengenai pola manipulatif di platform digital, serta memahami risiko finansial dan psikologis yang mungkin timbul.

"Sehingga anak sejak dini memahami konsekuensi nyata dari perilaku daring seperti judi online, microtransaction, dan pinjaman digital," kata dia lagi.

Perlindungan Anak Tanggung Jawab Bersama

Esti menegaskan tugas perlindungan anak dari pengaruh judol adalah tanggung jawab bersama. Baik pemerintah, sekolah, dan keluarga di rumah.

Sekolah memiliki peran dalam implementasi terkait pendidikan karakter. Tetapi selain di sekolah, kontrol dan pendampingan anak perlu diperhatikan di lingkungan rumah serta sosialnya.

"Sebab banyak kasus menunjukkan anak-anak mengakses situs judi menggunakan akun atau data milik orang tuanya," ungkap Esti.

Saat ini, negara harus mengaku bila literasi digital bukan sekedar kemampuan menggunakan gawai. Namun, anak harus mampu membaca bahaya yang mungkin terjadi di balik layar.

Sebagai anggota DPR, Esti juga menegaskan perannya dalam memastikan anak-anak Indonesia bebas dari pengaruh judol. Ia sudah mengingatkan pentingnya pengawasan terkait judol bagi anak di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas)

"Kami juga di DPR turut berperan melalui fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan. Saat saya ke Lemhanas periode lalu, saya juga sempat ingatkan soal ini," tambahnya.

Intinya, Esti menegaskan penanaman pendidikan karakter dan kesadaran digital sejak dini adalah hal yang penting. Ini menjadi upaya untuk menjaga generasi emas 2045.

"Menanamkan kontrol diri dan kesadaran digital sejak dini penting dilakukan untuk mengantisipasi krisis karakter nasional di masa depan," tandasnya.




(det/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads