Judol dan Pinjol Menjerat Siswa SMP, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

ADVERTISEMENT

Judol dan Pinjol Menjerat Siswa SMP, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Tim detikNews - detikEdu
Senin, 27 Okt 2025 13:00 WIB
Ilustrasi judi online
Foto: Getty Images/humonia/Ilustrasi judi online
Jakarta -

Seorang siswa SMP di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Hal ini terungkap saat siswa tersebut tidak masuk sekolah selama satu bulan karena malu.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai kondisi ini sangat memprihatinkan. Menurut JPPI, kejadian ini bukan hanya kegagalan individu melainkan kegagalan sistem pendidikan.

"Kasus ini sangat memprihatinkan karena menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dan pengasuhan karakter, jadi bukan hanya kegagalan individu. Karena fenomena ini menimpa banyak anak, tidak hanya yang viral ini," ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji kepada wartawan, Senin (27/10/2025), dilansir detikNews.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada November 2024, Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid menyebut, bahkan, sebanyak 200 ribu anak usia di bawah 19 tahun telah terpapar judol. Sementara itu, anak di bawah usia 10 tahun yang terpapar judol telah mencapai 80 ribu.

Kebanyakan, anak-anak terpapar judol melalui games di handphone. Mereka memakai akun-akun orang tuanya.

ADVERTISEMENT

"Datanya di bawah 19 tahun ada 200 ribu yang terlibat. Di bawah 10 tahun ada kurang lebih 80 ribu. Dia pakai akun-akun orang tuanya. Bisa mengakses biasanya lewat games," ungkap Meutya pada 12 November 2024 lalu.

Kegagalan Orang Tua dan Sekolah dalam Mengawasi Anak

Ubaid mengatakan, apa yang terjadi pada siswa SMP di Kulon Progo dan anak-anak lain menunjukkan adanya celah dari pengawasan dan pendampingan dari sekolah serta orang tua. Ia menyebut, anak-anak punya terlalu banyak waktu untuk bermain handphone tanpa intervensi.

Di sisi lain, pemerintah juga menurut JPPI gagal menunjukkan sistem aturan yang efektif. Akibatnya, judol dan pinjol bisa terpapar ke pelajar.

"Menunjukkan pemerintah dan sistem regulasi digital juga tampak absen: judi online dan pinjol beroperasi sedemikian hingga menyasar pelajar usia sangat muda, ini berarti regulasi dan penegakan hukum belum efektif," ungkap Ubaid.

Parahnya lagi, sambung Ubaid, pemerintah yang belum beres memberantas judol membuat paparan konten menyasar ke berbagai kalangan. Tak hanya anak SD, tapi juga tunawisma.

Data Kejaksaan Agung per 12 September 2025 mengungkapkan, anak-anak SD mulai terjerat judol dari slot kecil-kecilan. Penduduk dewasa, seperti petani hingga tunawisma, juga melakukannya.

Menurut data tersebut, pelaku judol terbanyak masuk pada kelompok usia 26-50 tahun dengan 1.349 orang. Pelaku judol terbanyak kedua yakni kelompok 18-25 tahun sebanyak 631 orang, disusul kelompok usia lebih dari 50 tahun sebanyak 164 orang, dan kelompok di bawah 18 tahun 12 orang.

Kegagalan Sekolah hingga PR Pemerintah

Dalam kasus siswa di Kulon Progo, JPPI menyayangkan karena sekolah tidak mampu memberi rasa aman untuk siswa yang bermasalah. Ini ditandai dengan siswa yang enggan atau malu untuk ke sekolah.

Menurut Ubaid, sekolah harusnya punya mekanisme untuk mengenali siswa yang berpotensi mengalami masalah non-akademik. Mekanisme ini bisa dilakukan melalui guru BK, wali kelas, atau pengawasan teman sebaya.

"Harus ada pendampingan bagi siswa yang membolos karena malu terjerat judol dan pinjol," ujar Ubaid.

Ia menilai, kasus ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah. Sebab, peristiwa siswa SMP terjerat pinjol dinilai sebagai kelalaian struktural, mulai dari soal regulasi digital, penguatan karakter di sekolah, pengasuhan orang tua, hingga sistem pendukung untuk siswa yang berisiko.

"Kasus ini bukan hanya kegagalan individu siswa, melainkan kegagalan sistem: sekolah, orang tua, pemerintah, regulasi digital semuanya memiliki tanggung jawab. Sekolah harus segera bergerak, mendeteksi, mendampingi, mengintegrasikan pendidikan karakter dan literasi digital," tutur Ubaid.




(faz/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads