Denmark merupakan negara yang memiliki tingkat perundungan (bullying) rendah di sekolah. Dibandingkan dengan anak-anak di 43 negara Eropa lainnya dan Kanada, anak-anak Denmark yang mengalami bullying di sekolah lebih sedikit.
Meski di sisi lain, anak-anak Denmark lebih sering mengalami perundungan di media sosial, menurut sebuah survei internasional berskala besar dari Health Behaviour in School-aged Children (HBSC). Dikutip dari Statens Institut for Folkesundhed, sebanyak 279.000 siswa berusia 11, 13, dan 15 tahun di 44 negara menjadi responden dalam studi ini.
Denmark termasuk di antara tiga negara dengan insiden bullying di sekolah terendah di antara anak usia 13 tahun. Denmark bersama Swedia dan Finlandia merupakan negara-negara dengan tingkat perundungan terendah di Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana negara-negara tersebut menciptakan atmosfer yang aman ini?
Sekolah di Denmark Ajarkan Anak Cara Menghindari Bullying sejak Dini
Sekolah Sluseholmen di Kopenhagen adalah salah satu dari banyak sekolah di Denmark tempat anak-anak diajarkan sejak usia dini tentang cara menghindari bullying.
Meditasi dan berpelukan adalah bagian dari rutinitas pagi siswa sekolah dasar di Sekolah Sluseholmen. Menurut salah satu guru di sana Maja Hindsgaul, kesejahteraan adalah kunci pembelajaran.
"Sayalah orang yang bisa mereka ajak bicara jika ada sesuatu yang sulit. Dan saya sering berbicara tentang siapa saya dan apa yang saya sukai, dan bahwa tidak apa-apa jika mereka suka berpelukan. Saya juga suka itu," ujarnya kepada Euronews, dikutip Minggu (26/10/2025).
"Tentu saja, mereka harus belajar membaca, menulis, dan sebagainya, tetapi mereka bisa melakukannya jika mereka merasa aman. Misi saya adalah membuat mereka merasa aman sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan sosial di sekolah," jelasnya.
Di sekolah ini, belajar bagaimana hidup berdampingan adalah bagian dari pengajaran.
"Kami selalu berusaha agar anak-anak bekerja sama dalam berbagai jenis kelompok, lintas gender, dan tidak selalu dengan sahabat mereka," kata seorang guru bernamaLouise Ibsen.
"Mereka juga melatih keterampilan sosial untuk berkomunikasi, dan juga cara berkompromi dalam berbagai ide," ujarnya.
Metode-metode ini hanyalah beberapa contoh program yang digunakan di banyak sekolah Denmark untuk mencegah perundungan, sejak taman kanak-kanak. Dan anak-anak sangat reseptif.
"Semua orang saling menghormati sepenuhnya," kata seorang murid bernama murid Polly SchlΓΌter Bingestam.
"Teman membantu Anda jika Anda dirundung karena mereka menghentikan para perundung dan memanggil guru," ungkapnya.
Perang Orang Tua
Fatemeh Shahmarvand adalah orang tua dan anggota dewan sekolah. Hal ini memungkinkan orang tua untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait program sekolah, yang memainkan peran kunci dalam mencegah perundungan, kata Fatemeh.
"Saya pikir yang terpenting adalah jika Anda melihat anak-anak Anda merasa tidak nyaman, tanggapilah dengan serius dan cobalah cari tahu apa yang mungkin salah. Kita sebagai orang tua harus berbicara dengan anak-anak kita dan mencari cara untuk membuat mereka lebih tegar agar mereka bisa belajar mengatasi kesulitan," ujarnya.
Sementara, SMA Greve Gymnasium di dekat Kopenhagen juga memiliki cara sendiri.
"Kami berusaha untuk dekat dengan siswa dengan berbagai cara dan membahas pengajaran, prinsip-prinsip pedagogis, apa yang mereka lakukan saat istirahat, apa yang mereka lakukan di waktu luang, dan tentu saja, bagaimana mereka berinteraksi di media sosial. Kami juga memiliki pelajaran tentang hal itu," kata Kepala Sekolah Greve Gymnasium, Mette Trangbæk.
Seorang guru matematika dan sejarah di sekolah tersebut, Sanne Yde Schmidt menilai banyak perundungan berasal dari hierarki yang tidak efektif. Lalu, orang-orang mencoba merebut kekuasaan dengan menindas orang lain.
"Dan jika Anda tidak perlu merebut kekuasaan karena Anda memiliki kendali atas hidup Anda sendiri sejak awal, maka itu situasi yang berbeda," ungkapnya kepada Euronews.
Bagaimana Kata Para Siswa?
Seorang perwakilan siswa di dewan sekolah, Mathias Keimling, mengatakan para siswa memiliki suara yang cukup besar dalam keputusan yang diambil sekolah.
"Jika kami mendengar ada rekan siswa kami yang memiliki masalah, kami dapat langsung menyampaikannya ke dewan, di mana pendapat kami pasti akan didengar," ujarnya.
Siswa lainnya, Lucija Mikic mengatakan kemungkinan perundungan lebih rendah di Denmark dibandingkan di tempat lain di Eropa, karena anak muda telah belajar sejak dini untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
"Dan itu adalah sesuatu yang kita pikirkan sebelum mengatakan apa pun kepada orang lain," ungkapnya.
Bagi teman sekelasnya, Jonathan Emil Bloch Teute, cara anak-anak dan remaja berinteraksi dengan orang dewasa juga berperan.
"Guru dan orang tua lebih dipandang sebagai orang kepercayaan dan pembimbing, alih-alih otoritas yang harus dihormati dan dipatuhi. Jika Anda mengalami perundungan di Denmark, saya rasa setiap orang memiliki seseorang yang lebih tua yang dapat mereka hubungi dan bantu menyelesaikan masalah ini," terangnya.
(nah/faz)











































