Osoji, Filosofi di Jepang untuk Melatih Kedisiplinan Siswa di Sekolah

ADVERTISEMENT

Osoji, Filosofi di Jepang untuk Melatih Kedisiplinan Siswa di Sekolah

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 23 Okt 2025 09:00 WIB
Tourists from abroad wearing school uniforms listen to a woman playing a teacher at a class room while taking part in a Japanese high school experience in Kimitsu, Chiba prefecture, Japan April 23, 2025.  REUTERS/Manami Yamada
Foto: REUTERS/Manami Yamada/Sekolah menengah atas Jepang di Kimitsu, prefektur Chiba
Jakarta -

Cara mendisiplinkan siswa di sekolah tengah menjadi sorotan. Jepang, memiliki filosofi khusus yang diajarkan kepada siswa untuk kedisiplinan sehari-hari. Apa itu?

Belum lama ini, seorang kepala sekolah menampar siswa usai ketahuan merokok di sekolah. Kejadian yang terjadi SMAN di Cimarga, Lebak, Banten, ini menjadi sorotan sejumlah pihak.

Salah satunya karena siswa yang merokok melanggar aturan, tapi orang tua siswa justru melaporkan kepala sekolah ke polisi. Di sisi lain, cara mendisiplinkan guru ke siswa dengan kekerasan juga melanggar Undang-Undang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada akhirnya, kasus ini berakhir damai dengan kedua pihak saling menerima maaf. Namun, sebenarnya, bagaimana cara negara lain mendisiplinkan siswanya di sekolah?

Osoji ala Jepang

Mengutip India Today, sekolah-sekolah di Jepang mengajarkan tradisi yang dikenal dengan Osoji, yang berarti bersih-bersih besar-besaran. Tradisi ini mengajarkan kedisiplinan siswa dengan bersih-bersih ruang kelas, koridor, bahkan toilet sekolah mereka sendiri.

ADVERTISEMENT

Biasanya, sekolah di Jepang menyediakan waktu 15-20 menit setelah makan siang atau menjelang akhir hari. Siswa-siswa akan dibagi ke berbagai aktivitas bersih-bersih dalam kelompok yang bergiliran.

Tradisi ini kental dengan filosofi kuat di Jepang yang fokus pada tanggung jawab, kerja sama, dan rasa hormat terhadap lingkungan sekitar. Ini dimulai dari lingkungan sekolah sejak usia dini.

Osoji sendiri dipengaruhi oleh filosofi Buddha dan Shinto, yang menjunjung tinggi kebersihan, keharmonisan, dan penghormatan terhadap lingkungan sekitar. Dengan tradisi Osoji, siswa memandang bersih-bersih bukan sebagai hukuman tapi mendorong kedisiplinan dan gotong royong sejak usia dini.

Tidak hanya siswa, guru juga kerap ikut berpartisipasi sebagai upaya kolektivitas. Guru ikut menunjukkan bahwa kedisiplinan bukan kewajiban siswa, melainkan juga guru.

Dampak Osoji bagi Siswa di Jepang

Menurut survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi (MEXT), sebanyak 85 persen siswa di Jepang cenderung lebih memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap lingkungan sekolah mereka. Siswa yang mengikuti Osoji juga cenderung proaktif dalam bidang lain, termasuk penyelesaian konflik yang dialami.

Secara umum, di lingkungan sekitar, Osoji berdampak pada pembentukan etos kerja dan kedisiplinan siswa. Sampai mereka lulus dan bekerja, ini akan membentuk pekerja yang kooperatif, bertanggung jawab, dan berorientasi pada detail.

Ini kenapa orang-orang Jepang sangat terkenal dengan kebersihan dan kedisiplinannya.

Cara Jepang Menangani Siswa yang Bertengkar

Dalam konteks pertengkaran di lingkungan siswa, sistem di Jepang memiliki pendekatan unik. Di Jepang, orang dewasa tidak dilibatkan dalam pertengkaran anak-anak dengan tujuan anak bisa mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka sendiri.

Atas pendekatan ini, studi menemukan anak-anak yang mengatasi masalahnya tanpa ikut campur tangan orang dewasa bisa menciptakan kemandirian dan mendorong rasa memiliki atas pentingnya menemukan solusi bersama. Selain itu, juga terlatih untuk memiliki strategi dalam menangani pertengkaran.

Pendekatan ini disebut dengan mimamoru. Strategi pedagogis ini merupakan portmanteau dari kata Jepang mi, yang berarti mengamati, dan mamoru, yang berarti menjaga atau melindungi, demikian dilansir The Japan Times.

Strategi ini dipahami sebagai "mengajar dengan mengamati". Dalam pendekatan ini, orang dewasa, termasuk pendidik anak usia dini, secara sengaja membiarkan anak-anak mengatasi perselisihan mereka sendiri untuk mendorong pembelajaran mereka melalui eksplorasi dan tindakan sukarela.

Meskipun bukan bagian resmi dari kurikulum pendidikan dan pengasuhan anak usia dini (PAUD) Jepang, strategi ini diperlakukan sebagai pedoman implisit. Pendekatan ini mencerminkan praktik sosialisasi Jepang di rumah dan sekolah dalam hal melatih kedisiplinan.

"Studi ini bertujuan untuk memahami alasan mengapa pendidik anak usia dini di Jepang cenderung tidak melakukan intervensi, serta bagaimana dan dalam konteks apa mereka melakukannya," kata penulis studi Fuminori Nakatsubo, spesialis PAUD dan profesor madya di Sekolah Pascasarjana Humaniora dan Ilmu Sosial, Universitas Hiroshima.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads