Susu Kemasan di Menu MBG Tuai Kritik, Begini Penjelasan BGN

ADVERTISEMENT

Susu Kemasan di Menu MBG Tuai Kritik, Begini Penjelasan BGN

Tim detikHealth - detikEdu
Senin, 13 Okt 2025 19:00 WIB
Spilled milk on blue background
Ilustrasi Susu Kemasan. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Talaj)
Jakarta -

Susu kemasan sebagai salah satu menu Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritikan dari ahli gizi. Apa alasannya?

Sebelumnya, kritikan itu muncul dari dr Tan Shot Yen, dokter yang juga ahli gizi masyarakat. Ia menilai sejumlah menuMBG belum sepenuhnya tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu sorotan utamanya ada pada pemberian susu kemasan. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR beberapa waktu lalu, dr Tan menyampaikan jika etnik Melayu, yang mana mencakup sebagian masyarakat Indonesia, memiliki intoleran laktosa.

"Tidak banyak orang tahu bahwa etnik Melayu, yang juga mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 80 persennya itu intoleran laktosa, termasuk saya. Jadi, Anda bisa bayangkan dampaknya," ujar dr Tan dalam detikHealth dikutip Senin (13/10/2025).

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, Indonesia juga telah meninggalkan konsep empat sehat lima sempurna sejak diterbitkannya Permenkes tahun 2014 dan menggantinya dengan panduan Gizi Seimbang atau Isi Piringku.

"Susu adalah bagian dari protein hewani yang tidak begitu penting selama kita punya telur, ikan, dan daging. Kita negara kaya protein hewani, jadi tidak harus bergantung pada susu. Kalau dipaksakan, banyak anak justru bisa mencret," paparnya.

Kualitas Susu dalamMBG

dr Tan juga menyoroti kualitas produk susu dalam MBG. Menurutnya, masyarakat kini semakin cerdas membedakan antara susu murni dan minuman bergula rasa susu.

"Yang dibagi itu bukan susu, tapi minuman bergula. Ini bukti bahwa publik kita sudah pinter, bisa menilai sendiri mana yang benar-benar susu dan mana yang hanya minuman manis," tegasnya.

Penjelasan BGN

Menanggapi kritik tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan pemberian susu dalam MBG pada anak sekolah bukan keputusan spontan, melainkan hasil kajian ilmiah dan kebijakan berbasis bukti.

Prof Epi Taufik, Tim Pakar Bidang Susu BGN sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu Fakultas Peternakan IPB, mengklaim hampir semua panduan gizi di dunia tetap menempatkan susu dan produk olahannya (dairy) sebagai bagian dari diet seimbang.

"Dalam berbagai dietary guidance seperti di Malaysia, Jepang, China, hingga panduan IsiPiringku dariKemenkes RI dan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) dariBapanas RI, susu selalu masuk dalam rekomendasi. Ini bukan soal ikut-ikutan, tapi karena buktiilmiahnya kuat," kata ProfEpi.

Ia menjelaskan, susu mengandung 13 zat gizi esensial. Semuanya penting untuk pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan daya tahan tubuh anak usia sekolah.

"Anak usia 9 hingga 12 tahun sedang berada di masa peak growth velocity, periode percepatan pertumbuhan tinggi badan dan kebutuhan energi meningkat tajam. Kalsium dari makanan harian biasanya baru mencukupi 7-12 persen dari kebutuhan harian. Tambahan dari susu membantu menutup kekurangan itu agar pertumbuhan optimal," jelasnya.

Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, mengatakan setiap produk MBG diwajibkan mengandung minimal 20 persen susu segar lokal.

"Susu dalam MBG bukan hanya menyehatkan anak-anak, tapi juga menghidupkan ekonomi desa. Peternak rakyat kini memiliki pasar yang stabil dan berkelanjutan," ujarnya.




(nir/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads