Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dijalankan di Papua sejak April 2025 lalu. Namun, masih ada yang belum menjalankan program MBG, termasuk sekolah di Wamena. Apa penyebabnya?
Mengutip detikNews, pada akhir Januari 2025 hingga awal Februari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dimulai di wilayah Intan Jaya, Papua Tengah. Menu makanannya turut dibantu hasil tanam masyarakat setempat untuk diolah di dapur umum, antara lain berupa jagung, ubi, hingga sayuran.
Kemudian, menurut laporan Pemerintah Provinsi Papua, yang dikutip Kamis (9/10/2025), empat kabupaten dan kota di Papua yakni Kota Jayapura, Kabupaten Sarmi, Yapen, dan Biak, mulai melaksanakan program MBG sejak April 2025. Menu makanan yang disediakan memiliki harga per porsi berkisar Rp 25 ribu hingga Rp 40 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring waktu, program MBG meluas ke sejumlah wilayah termasuk Kabupaten Jayawijaya di Provinsi Papua Pegunungan. Meski begitu, beberapa sekolah di Jayawijaya, seperti SMP Negeri 3 Wamena, belum menjalankan program MBG.
Kepala SMP Negeri 3 Wamena, Ansgar Blasius Biru S Pd, M Pd, mengatakan, MBG belum berjalan karena ada diskusi dengan peserta didik. Hasilnya, ada penolakan dari peserta didik, karena berkaitan dengan informasi kasus keracunan di mana-mana.
"Untuk Jayawijaya si sudah, khususnya kami di SMP Negeri 3 Wamena, belum jalan karena memang pernah kami diskusi intern dengan para peserta didik, ada penolakan," katanya kepada detikcom, Kamis (9/10/2025).
Ingin Pelaksanaan Masak MBG Diserahkan ke Orang Asli Papua
Blasius menjelaskan, peserta didik belum menerima MBG juga berkaitan dengan kondisi di kabupaten lain. Seperti misalnya, gerakan penolakan yang terjadi beberapa bulan lalu.
"Mereka (peserta didik) tidak menerima (MBG untuk saat ini), karena ada informasi yang mereka terima bahwa ada keracunan atau ada informasi-informasi lain yang mereka terima, bahwa dari kabupaten lain yang ada gerakan-gerakan (penolakan) dari murid itu sendiri, yang membuat mereka menolak untuk pelaksanaan Makanan Bergizi Gratis ini," ungkapnya.
Dalam hal ini, pihak sekolah juga telah melakukan diskusi dengan kepala distrik. Menurutnya, untuk MBG, pelaksanaan masak sebaiknya diserahkan ke orang asli Papua atau orang tua siswa.
"Dan juga saya pernah melakukan diskusi juga dengan kepala distrik, selaku pimpinan wilayah sini, secara intern beliau menyampaikan bahwa kalau bisa untuk pelaksanaan masak sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada orang asli Papua ataukah orang tua dari peserta didik itu sendiri," kata Blasius.
"Iya, (yang masak) masyarakat sekitar. Itu usulan dari kepala distrik," imbuhnya.
Pembentukan Satgas untuk Mencegah Keracunan di Papua
Sementara itu, di Provinsi Papua Barat, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) MBG yang bertujuan untuk melakukan pengawasan. Langkah ini ditujukan juga untuk mencegah kasus keracunan.
"Kami sudah bentuk satgas tingkat provinsi. Meskipun kasus yang terjadi di Papua Barat tidak terlalu menonjol, tapi tetap jadi perhatian," kata Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani, pada Jumat (3/10/2025) lalu, melansir Antara.
Nantinya, Pemprov juga berkoordinasi dengan Komando Daerah Militer (Kodam) XVIII/Kasuari untuk mengumpulkan seluruh pengelola dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Untuk relawan SPPG sendiri, akan mengikuti Pelataran Sehat yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Layak Higienis Sanitasi (SLHS).
Di Papua Barat, sejumlah kabupaten yang sudah menerima manfaat MBG antara lain Manokwari (sekitar 34.098 orang), Teluk Wondama (sekitar 5.000 orang), Teluk Bintuni (5.000 orang), Fakfak (6.000 orang), Kaimana (12.000 orang), hingga Manokwari Selatan (6.000 orang).
(faz/pal)