Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah sejak awal 2025 hingga saat ini memicu pro dan kontra. Alih-alih meningkatkan kesehatan anak-anak, MBG kini malah memakan ribuan korban karena keracunan.
Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan jumlah korban keracunan akibat makanan dalam MBG melonjak tajam dalam sepekan terakhir. Per 14 September 2025, ada 5.360 anak yang keracunan.
Hingga 21 September 2025, jumlah korban keracunan melonjak menjadi 6.452 anak. Dalam sepekan tambahan korban sebanyak 1.092 anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut JPPI, kondisi ini sudah sudah termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Sehingga penghentian sementara program perlu dilakukan guna evaluasi menyeluruh.
Biaya MBG Makan Nyaris 30% Anggaran Pendidikan
Baru-baru ini, DPR mengesahkan RAPBN 2026. Di mana MBG memakan anggaran fantastis sebesar Rp 335 triliun. Sebesar Rp 223 triliun pun ternyata diambil dari Anggaran Pendidikan 2026.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji berpendapat kebijakan ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945. Khususnya pada Pasal 31 yang mengamanatkan minimal 20% anggaran negara dialokasikan untuk pendidikan.
"Anggaran Pendidikan ini seharusnya digunakan murni untuk kebutuhan dasar pendidikan, bukan dialihkan untuk program 'makan-makan'. Setelah dipangkas Rp 223 triliun, anggaran pendidikan tinggal 14% dari total APBN, jauh di bawah amanat konstitusi 20%," kata Ubaid dalam keterangan resminya, Rabu (24/9/2025).
Sederet Kritik Program MBG
Ubaid membeberkan sederet yang dinilai kekeliruan dalam program MBG. Mulai dari anggaran hingga potensi ancaman terhadap siswa.
Menurutnya, MBG telah mengabaikan hak anak atas pendidikan. Meski ada klaim kenaikan Anggaran Pendidikan menjadi Rp 757,8 triliun pada RAPBN 2026, kenyataannya anggaran tersebut banyak tersedot untuk program MBG.
"Akibatnya, implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan sekolah tanpa biaya tetap terhambat," kata Ubaid.
Lalu, MBG dinilai telah menggeser kebutuhan dasar pendidikan. JPPI menegaskan bahwa kebutuhan gizi anak memang penting, tetapi itu tidak bisa menggeser kebutuhan dasar pendidikan yang masih jauh dari memadai.
MBG juga bisa berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengancam nyawa anak. Program MBG dinilai sarat dengan konflik kepentingan politik dan ekonomi.
Tuntutan JPPI-FSGI terhadap Program MBG
Atas kejadian dan data di atas, JPPI mendesak pemerintah agar menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus keracunan massal MBG, menghentikan sementara MBG, dan menghentikan praktik pengalihan anggaran pendidikan untuk program MBG.
Kemudian, JPPI juga meminta agar pemerintah merealokasi Rp 223 triliun untuk kepentingan pendidikan yang esensial. Contohnya peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, serta perbaikan infrastruktur sekolah.
Begitu juga dengan pendapat dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Sekretaris Jenderal FSGI, Fahriza Marta Tanjung mendesak agar MBG diberhentikan sementara.
"MBG harus segera di evaluasi total pemerintah dan selama proses evaluasi program MBG harus di moratorium dahulu. Ini soal menunggu giliran keracunan saja setiap daerah karena memang program MBG ini lemah perencanaan dan pengawasannya", katanya.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menyebut MBG ini dapat memberikan resiko pada sekolah dan guru. Baik resiko kesehatan maupun ekonomi.
"Misalnya guru di Sleman di minta mencicipi MBG sebelum diberikan ke siswa demi cegah keracunan pada anak. Namun beresiko pada gurunya. Atau sekolah diminta ganti rugi ketika wadah stainless makan rusak/penyok dan hilang maka sekolah wajib mengganti Rp 80 ribu meski harga jual di platform daring hanya Rp 40 ribu (kasus Ngawi, Jawa Timur)," kata Retno.
Sembunyikan kutipan teks
Atas risiko-risiko di atas, FSGI mendesak agar pemerintah mengevaluasi total program MBG. Selain itu, FSGI mendorong pemerintah membuka diri kepada publik untuk memberikan masukan atas pelaksanaan program MBG.
Terakhir, FSGI menyarankan agar Menteri Keuangan mengatur anggaran MBG 2025. Anggaran yang tidak terserap dapat dialihkan untuk anggaran pendidikan.
"Anggaran ini juga bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan-pelatihan. Tidak hanya untuk pelatihan pembelajaran mendalam tetapi juga untuk pelatihan-pelatihan bagi guru mata pelajaran yang jumlahnya berkurang semasa Menteri Pendidikan sebelumnya karena fokus pada pendidikan guru penggerak," kata FSGI.
(cyu/nwk)