Pelarangan penggunaan gadget atau ponsel di sekolah semakin digalakkan. Terbaru, Swedia menjadi negara yang akan melarang untuk siswa sekolah mulai 2026.
Seiring meningkatnya bukti dampak negatif dari penggunaan ponsel, sejumlah negara di Eropa mulai mengambil langkah tegas melarang atau membatasi penggunaan ponsel di sekolah. Sebelum Swedia, ada Finlandia, Denmark, Belanda, Prancis, dan Norwegia, yang sudah lebih dulu melarang penggunaan ponsel di sekolah.
Menteri Pendidikan dan Integrasi Swedia, Simona Mohamsson, menyebut kebijakan ini bukan sekadar aturan kecil, melainkan langkah besar dalam reformasi pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang kami presentasikan hari ini adalah investasi anggaran bersejarah di sekolah dan agenda reformasi terbesar dalam lebih dari 30 tahun," ujarnya, dikutip dari The Guardian, Jumat (19/9/2025).
Keseriusan Pemerintah Swedia dalam Implementasi Aturan
Pemerintah Swedia mengalokasikan dana 95 juta kronor (sekitar Rp145 miliar) pada 2026 dan 100 juta kronor pada 2027 untuk mendukung implementasi larangan ini. Meski sebagian besar sekolah di Swedia sudah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa, banyak siswa berhasil mengakalinya, misalnya dengan menyerahkan ponsel palsu.
Karena itu, aturan baru ini dipastikan bersifat wajib dan berlaku untuk semua sekolah tanpa pengecualian.
"Ini seharusnya berlaku untuk semua orang di semua ruang kelas di Swedia. Ini berlaku untuk semua anak muda di Swedia dan tidak bersifat opsional," tegas Mohamsson.
Kebijakan ini muncul setelah perdebatan panjang tentang dampak ponsel terhadap konsentrasi belajar, interaksi sosial, hingga kesehatan mental siswa. Tapi bagaimana sebenarnya riset internasional dan pengalaman negara lain soal ini?
Langkah serupa juga dilakukan Finlandia. Pada April 2025, parlemen negara itu meloloskan undang-undang yang membatasi penggunaan ponsel selama jam sekolah. Mulai 1 Agustus 2025, siswa hanya diperbolehkan menggunakan ponsel dengan izin guru untuk keperluan pembelajaran atau Kesehatan, demikian menurut The Guardian.
Menteri Pendidikan Finlandia, Anders Adlercreutz, menekankan bahwa kebijakan ini dibuat untuk menciptakan ruang belajar yang kondusif.
"Melalui undang-undang ini, kami memberikan siswa kesempatan yang lebih baik untuk berkonsentrasi pada studi mereka dan guru dengan perangkat yang mereka butuhkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang tenang yang mendukung pembelajaran," katanya.
Aturan tersebut juga menekankan pentingnya interaksi sosial di sekolah. Adlercreutz menambahkan, "Sekolah bukan sekadar tempat menimba ilmu. Sekolah juga tempat mengembangkan keterampilan sosial. Dengan mata yang terpaku pada layar, berinteraksi dengan orang lain menjadi lebih sulit."
Di Belanda, aturan pembatasan sudah berlaku sejak Januari 2024. Pemerintah mengeluarkan pedoman nasional yang melarang ponsel di ruang kelas. Hasilnya cukup positif dengan survei menunjukkan 75% sekolah menengah melaporkan siswa lebih fokus, dan 28% sekolah menyebut prestasi belajar meningkat.
Norwegia mengambil pendekatan berbeda dengan tidak melarang ponsel di sekolah, melainkan menetapkan batas usia minimal 15 tahun untuk penggunaan media sosial. Pemerintah menilai perusahaan teknologi selama ini "bersaing dengan otak anak-anak kecil," sehingga regulasi dianggap perlu untuk melindungi anak muda.
Sementara itu, Prancis menjadi pelopor tren ini. Sejak 2018, negara tersebut sudah melarang ponsel di sekolah dasar dan menengah. Pada 2024, kebijakan diperkuat dengan uji coba program "jeda digital" bagi anak-anak hingga usia 15 tahun.
Adapun di Inggris, larangan tidak diberlakukan secara nasional. Namun, hampir semua sekolah menerapkan aturan internal. Survei mencatat 99,8% sekolah dasar dan 90% sekolah menengah memiliki kebijakan pembatasan ponsel di area belajar.
UNESCO dalam laporan Global Education Monitoring menyebutkan bahwa distraksi digital punya korelasi kuat dengan penurunan capaian belajar. Data PISA terbaru menunjukkan siswa yang sering terdistraksi ponsel cenderung meraih skor lebih rendah dibandingkan mereka yang bisa membatasi diri.
Masalahnya bukan hanya soal mencontek atau main game saat jam pelajaran, tapi juga ketidakmampuan fokus jangka panjang. Efek ini bisa mengganggu perkembangan otak anak, terutama di usia sekolah dasar dan menengah yang masih dalam fase kritis.
Survei European School Education Platform (2024) menemukan bahwa 71% responden menilai ponsel memperburuk konsentrasi siswa, sementara 56% menyebut dampaknya negatif bagi interaksi sosial dan kesejahteraan. Bahkan, 74% guru sekolah dasar mendukung larangan penuh ponsel di sekolah.
Temuan ini sejalan dengan riset di Indonesia (Universitas Padjadjaran, 2023) yang mencatat rata-rata penggunaan smartphone anak usia sekolah mencapai 6,85 jam per hari, dengan 77,2% tergolong adiksi sedang.
Belajar dari Swedia
Larangan ponsel di sekolah yang diterapkan Swedia menunjukkan keberanian pemerintah mengambil langkah tegas demi kualitas pendidikan jangka panjang. Namun, untuk Indonesia, perlu memperhatikan konteks lokal berupa akses teknologi, budaya belajar, dan keterlibatan orang tua.
Dengan tantangan smartphone addiction yang nyata pascapandemi, Indonesia belum sepenuhnya merumuskan kebijakan yang tidak hanya melarang, tapi juga mendidik siswa tentang penggunaan teknologi yang sehat.
Bagaimana menurut detikers? Apakah larangan ponsel di sekolah cocok diterapkan di Indonesia?
*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama
(faz/faz)