Pada November 2025 mendatang, siswa kelas 12 SMA/sederajat akan mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA). Menurut Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai penyelenggara, TKA bukanlah penentu kelulusan.
Nantinya hasil TKA akan menjadi validator untuk nilai rapor siswa yang mendaftar seleksi masuk perguruan tinggi negeri lewat jalur prestasi dimulai dari SNBP 2026.
Meski TKA bukan penentu kelulusan, tetapi tak sedikit siswa yang masih cemas mengikuti TKA. Menurut pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Achmad Hidayatullah, TKA harus dipandang sebagai feedback hasil belajar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara tidak langsung murid diajak untuk melihat TKA ini bukan sekedar test tetapi sebagai sarana feedback hasil belajar," ujarnya dikutip dari laman kampus, Kamis (18/9/2025).
TKA sebagai Validator SNBP, Efektifkah?
Bagi siswa SD dan SMP, nilai TKA bisa dijadikan modal untuk mendaftar ke jenjang berikutnya. Sementara untuk siswa kelas 12 SMA/sederajat, TKA adalah validator nilai rapor untuk daftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Walaupun ada beberapa orang yang tidak setuju dengan kebijakan TKA sebagai validator SNBP, menurut Achmad tes ini bermanfaat untuk jangka panjang. TKA seharusnya dianggap sebagai peluangan pengembangan bukan ancaman atau membuat siswa cemas.
Achmad melihat setiap sekolah memiliki standar yang berbeda. Bahkan, saat ini masih ada budaya kontrol nilai rapor yang diberikan guru kepada siswa. Dengan TKA, kualitas kemampuan siswa bisa dibuktikan.
"Melalui TKA ini, ada kesempatan bagi semua murid untuk menguji diri level kemampuan mereka dari standar sekolah yang berbeda dengan level kesulitan yang sama," jabar Achmad.
Anggap TKA untuk Asah Kemampuan Diri
Alih-alih merasa tegang, Achmad mengajak siswa untuk menjalani TKA sebagai tes untuk mengasah diri. TKA bisa menjadikan siswa semakin kuat bersaing secara nasional.
Achmad turut mengimbau pemerintah agar meninjau kembali kebijakan bagi siswa yang tidak mengikuti TKA. Hal ini dikarenakan hasil TKA akan dijadikan salah satu syarat untuk masuk perguruan tinggi.
"Selama ini yang saya ketahui masuk ke Perguruan tinggi negeri memiliki banyak jalur. Tidak ikut TKA bukan berarti jalur ke perguruan tinggi tertutup. Mereka punya banyak jalur lain. Bisa melalui jalur SNBT," kata Achmad.
Achmad berpesan kepada siswa yang tidak ikut TKA untuk jangan merasa tertinggal. Selain TKA, ada Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) sebagai jalur lain.
"Dengan kalur SNBT mereka memiliki ruang belajar tambahan, melatih strategi, dan membuktikan bahwa siswa bisa masuk ke perguruan tinggi tanpa TKA," pungkasnya.
Pesan serupa pernah disampaikan oleh Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ulhaq. Ia mengajak siswa untuk tidak perlu cemas saat mengikuti TKA.
"Jadi jangan dijadikan beban seperti ujian," kata Fajar.
Ia mengimbau siswa untuk tidak mudah percaya dengan isu-isu negatif mengenai TKA. Terlebih, TKA bukanlah tes yang wajib bagi semua siswa.
"Saya mendengar di beberapa grup WhatsApp orang tua sudah ramai dan risau mendengar TKA ini. Padahal TKA sifatnya pilihan sehingga tidak wajib alias sukarela tergantung kebutuhan ade-ade ke depan," tegasnya.
"Mari sambut TKA dengan asyik dan gembira, sepertinya halnya pendekatan pembelajaran mendalam yang dilucurkan oleh Pak Menteri Abdul Mu'ti yaitu mengutamakan proses belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan," ajaknya.
(cyu/pal)