Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti soroti banyak anak-anak Indonesia tidak mampu membaca jam analog. Hal ini menjadi salah satu dampak dari rendahnya kemampuan numerasi.
"Sebagian anak-anak kita itu tidak mampu membaca jam analog, membaca jam digital itu bisa karena ada angkanya. Tetapi, ketika sudah jam analog ada jarum panjang, ada jarum pendek itu tidak semuanya bisa membaca," tutur Mu'ti dalam acara Peluncuran Gerakan Numerasi Nasional di SDN Meruya Selatan 04 Pagi, Jakarta Barat, Selasa (19/8/2025).
Mu'ti menyebut jam analog memungkinkan murid belajar matematika, seperti tentang angka dan sudut. Hal menjadi contoh nyata penerapan kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal dari situ (jam analog) dia (murid) tidak hanya mengenal angka-angka dan jam berapa, tapi juga sudut-sudut. Itu numerasi," katanya lagi.
Ingin Anak Indonesia Tak Ketergantungan Teknologi
Penanaman dan penguatan kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari dinilai Sekum PP Muhammadiyah itu mampu mengurangi ketergantungan anak-anak terhadap teknologi. Ia ingin anak-anak Indonesia bisa berhitung perkalian dasar tanpa menggunakan kalkulator.
"Jangan sampai ketika ada pertanyaan Empat kali empat sama dengan berapa? Nah 16, itu harus pakai kalkulator (dihitungnya)," harap Mu'ti.
Kemampuan numerasi bisa ditingkatkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang menyenangkan. Bukan program biasa, Kemendikdasmen menginisiasi numerasi sebagai gerakan nasional.
"Saya berharap ini tidak sekedar menjadi seremonial belaka tapi harus menjadi bagian dari gerakan bersama membangun budaya numerasi, sebagai bagian dari kita membangun generasi Indonesia yang kuat generasi Indonesia yang hebat," harap Guru Besar UIN Jakarta itu.
Pada tahun ajaran 2025/2026, Kemendikdasmen menjalankan kebijakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto wajib belajar 13 tahun. Untuk meningkatkan kemampuan numerasi, kebijakan Kemendikdasmen memuat mata pelajaran matematika sudah diperkenalkan sejak jenjang taman kanak-kanak/pendidikan anak usia dini (PAUD).
Kendati demikian, Mu'ti berpesan pembiasaan numerasi ini diharapkan tidak hanya diselenggarakan di sekolah, tetapi juga di rumah. Bahkan ke depan akan dibangun berbagai taman numerasi yang bisa digunakan anak-anak Indonesia sebagai tempat belajar sekaligus bermain.
"Karena kita juga perlu ibu-ibu bapak-bapak orang tua yang juga membiasakan anak-anak kita dengan numerasi. Belajar tidak terbatas di bangku sekolah, tapi juga bisa kita laksanakan di rumah bahkan juga nanti akan dibangun beberapa tempat-tempat atau taman-taman numerasi," pungkasnya.
(det/nah)