Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan menyelenggarakan program
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa yang tinggal di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
"Masih banyak anak-anak kita yang putus sekolah karena disebabkan perbedaan (geografis), maka kita akan adakan layanan ini," kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Tatang Muttaqin dalam acara Bincang Santai Seputar Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Hotel Goodrich Suites, Jakarta Selatan pada Jumat (18/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tatang, program ini menjadi penting karena data menunjukkan masih ada 3,9 juta anak tidak sekolah (ATS). Selain itu, masih adanya kekurangan 514 ribu ruang kelas.
Data Kemendidkasmen pun melaporkan Indonesia masih kekurangan 120 ribu guru. Kemudian akses pendidikan kelompok rentan pun belum mampu mencapai 70%.
"Di pendidikan layanan khusus ini kita mau melakukan pendekatan baru dalam pendidikan jarak jauh (PJJ). PJJ ini untuk merespons berbagai situasi dan aspek georafis, juga masalah ekonomi, masalah lintas negara serta kewarganegaraan," kata Tatang.
Selain anak dari daerah 3T, Tatang menyebut program sekolah PJJ juga bisa diikuti siswa putus sekolah lain akibat masalah sosial. Misalnya karena terdampak bencana atau korban narkoba.
"Kemudian ada anak yang berhadapan dengan masalah hukum, juga ada korban narkotika. Ini cakupannya sedikit, tapi banyak," tutur Tatang.
Dengan program ini, Tatang berharap PJJ dapat membuka akses pendidikan yang lebih luas dan fleksibel, mengatasi keterbatasan tenaga pendidik hingga memperminim biaya. Ia juga melihat desain PJJ akan sesuai dengan tuntutan mutu di era industri 4.0.
Mulai Kapan Implementasinya?
Implementasi awal PJJ di akan dilakukan di sekolah terbuka yang telah siap. Tatang pun memaparkan peta jalan pendidikan jarak jauh ini. Pada tahun ini, Kemendikdasmen masih dalam tahap persiapan dan pengembangan infrastuktur.
Lalu, pada 2026 mendatang akan dilakukan pelatihan guru dan pengembangan modul pembelajaran. Tahun 2027, PJJ akan diimplementasikan secara bertahap.
Kemudian pada 2028 ada pengembangan sistem penilaian dan evaluasi. Tahun 2029, konsolidasi dan pengembangan lanjutan.
Tatang mengatakan, strategi jangka pendek dari PJJ adalah menerapkan kebijakan ini dengan memanfaatkan sekolah exisisting yang sudah siap sebagai early adopter dengan dukungan intensif dari pusat.
"Paling banyak itu sekolah terbuka di Jawa Barat, yang akan kita ambil nanti misalnya satu provinsi cukup. Karena ini fokusnya menjangkau wilayah yang belum terjangkau," kata Tatang.
Sementara strategi jangka panjangnya adalah dengan membangun entitas sekolah nasional khusus PJJ yang menjadi center of excellence, model, dan penggerak ekosistem digital Indonesia.
"Meskipun kondisinya beragam dan sulit, tapi pendidikannya tetap bermutu dan terhalang oleh masalah batas dan waktu. Yang paling penting bisa sesuai dengan kebutuhannya," kata Tatang.
(cyu/nah)