Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang memerintahkan pendidikan dasar di negeri dan swasta wajib dibiayai negara. Komisi X DPR menyoroti kesiapan anggaran pemerintah pusat hingga daerah.
"Tentu kami mendukung semangat konstitusional untuk menjamin hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan merata. Pastinya, Komisi X juga berkomitmen untuk mengawal implementasi putusan MK ini agar sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan," tutur Ketua Komisi X DPR yang membidangi pendidikan, Hetifah Sjaifudian saat dikonfirmasi detikEdu melalui aplikasi pesan soal respons atas putusan MK hari ini, Selasa (27/5/2025).
Hetifah menambahkan bahwa kemampuan negara untuk membiayai pendidikan dasar warganya ini juga harus mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun kita juga perlu menyoroti pentingnya kesiapan anggaran negara dan tata kelola pendidikan nasional. Pemerintah, melalui APBN dan APBD, harus mampu menanggung pembiayaan operasional pendidikan SD-SMP baik negeri maupun swasta secara adil dan proporsional," jelas politisi dari Partai Golkar ini.
Harus ada transparansi mekanisme, imbuhnya, untuk memastikan sekolah swasta mendapatkan subsidi yang memadai tanpa mengorbankan kualitas dan kemandirian pengelolaan sekolah.
"Revisi kebijakan dan regulasi teknis terkait bantuan operasional sekolah (BOS), sangat diperlukan, agar dana ini juga mencakup sekolah swasta secara menyeluruh," urainya.
Yang jelas, untuk memastikan implementasi keputusan MK ini, para pemangku kepentingan harus duduk bersama.
"Seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan, termasuk organisasi penyelenggara pendidikan swasta, untuk duduk bersama merumuskan peta jalan implementasi putusan MK ini. Harapannya, pendidikan gratis tidak hanya menjadi kebijakan populis, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat SDM Indonesia ke depan," tandas Hetifah.
Sebelumnya, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji materiil Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)-khususnya terkait frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".
Dalam Amar Putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, Mahkamah menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya-baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya pada Selasa (27/5/2025).
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti sendiri merespons putusan MK ini dengan pelaksanaan yang menyesuaikan anggaran pemerintah.
"Inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa Pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai punya kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar bukan hanya sekolah negeri tapi juga sekolah/madrasah swasta. Tapi satu, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah. Dua, sekolah swasta tetap dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat meski ada bantuan pembiayaan dari pemerintah," jelas Mendikdasmen Abdul Mu'ti ketika dikonfirmasi detikEdu via aplikasi pesan, Selasa (27/5/2025).
Keterangan yang disampaikannya, Mu'ti menambahkan atas sepemahamannya. Mu'ti mengatakan belum menerima putusan resmi dari MK.
"Itu yang saya pahami. Tapi saya belum mendapatkan putusan resminya secara lengkap dari MK," imbuh Mu'ti.
(nwk/pal)