Salah satu kebijakan yang paling identik dengan masa pemerintahan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti adalah deep learning. Sejak muncul, Menteri Mu'ti membantah bila deep learning bukan kurikulum.
Ia menegaskan bila deep learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman mendalam dan pengaplikasian sebuah konsep. Bukan sekedar mengerjakan soal ujian, siswa akan memahami konsep sebuah disiplin ilmu secara menyeluruh.
Kemendikdasmen berencana memberlakukan deep learning di sekolah mulai tahun pelajaran 2025/2026. Namun, sebelum itu yuk simak perjalanan deep learning dari pertama kali hingga kini update terbarunya dirangkum detikEdu berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurikulum Ful-Ful Alias Deep Learning
Istilah deep learning pertama kali muncul dari pernyataan Menteri Mu'ti dalam unggahan postingan Instagram Ketua Umum Matematika Nusantara, Moch Fatkoer Rohman. Dalam video tersebut, Mu'ti bercerita materi pelajaran siswa sangat tinggi sehingga perlu dikurangi.
Ia ingin materi pelajaran yang disampaikan guru ke siswa nantinya lebih ringan dan mendalam. Cara ini disebut Mu'ti sebagai pembelajaran deep learning.
Dari pengajaran yang mendalam, pembelajaran siswa akan berkonsep mindful, meaningful, dan joyful. Dari padanan kata ini, Mu'ti menjulukinya dengan 'kurikulum ful-ful' yang kemudian menyebar luas ke publik.
Karena hal ini, setelahnya Menteri Mu'ti memberikan konfirmasi bila deep learning bukanlah kurikulum. Melainkan pendekatan pembelajaran.
Bukan Teori Baru-Bisa Diaplikasikan di Semua Mapel
Mu'ti bercerita pada dasarnya deep learning bukanlah teori atau konsep baru. Ia mengetahui konsep ini saat mengambil studi master di Australia pada tahun 1995.
Kala mengambil mata kuliah cognitive psychology and its implication, ada materi yang mengajarkan tentang deep learning. Setelahnya, ia menemukan bila deep learning sudah lama diterapkan di sekolah-sekolah negara Skandinavia dan Eropa.
"Ternyata deep learning itu sudah mulai diperkenalkan dan diterapkan pelan-pelan di berbagai negara tahun 76. Negara-negara Norwegia, Swedia, dan beberapa negara Skandinavia, di Eropa, itu sudah mulai memperkenalkan deep learning itu tahun '76," tutur Abdul Mu'ti dikutip dari arsip detikEdu.
Berbagai kajian menyatakan deep learning bisa diterapkan di hampir semua mata pelajaran. Untuk menyempurnakannya, Kemendikdasmen juga melakukan kajian bersama pakar pendidikan, guru praktisi, hingga pemerhati pendidikan.
Naskah Akademik Sudah Selesai
Sekarang, Sekum PP Muhammadiyah itu menyatakan deep learning direncanakan berlaku pada tahun pelajaran 2025/2026. Tetapi belum wajib untuk semua sekolah.
Ada beberapa sekolah prioritas yang terlebih dahulu menerapkan deep learning. Mu'ti menyebut sekolah ini dengan Sekolah Model. Sekolah Model merupakan transformasi dari Sekolah Penggerak di zaman Eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
"Jadi sekolah penggerak itu kan dia punya guru-guru yang dulu sudah dilatih kan. Nah sekarang kita latih mereka (untuk deep learning)," ungkapnya.
Hasil dari kajian yang dilakukan adalah sebuah naskah akademik dan capaian pembelajaran. Setelahnya, Kemendikdasmen melakukan uji publik yang juga sudah rampung.
Kirim 30 Guru ke Australia
Tahap akhir dalam persiapan peluncuran deep learning adalah melakukan pelatihan kepada guru. Kemendikdasmen telah menyeleksi 30 guru yang akan diberangkatkan ke Australia untuk menjadi pelatih deep learning nasional.
"Kami sudah menyeleksi guru-guru yang akan menjadi pelatih nasional. Ini berbasis seleksi ya, bukan penunjukan," kata Abdul Mu'ti kepada wartawan usai penutupan Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah, Rabu (30/4/2025).
Para guru yang akan menjadi pelatih nasional ini akan dikirim ke Australia untuk belajar di sekolah-sekolah Negeri Kanguru yang memang sudah menerapkan deep learning. Alasan mengapa Australia jadi negara tujuan belajar deep learning, karena Negeri Kanguru itu merupakan mitra diskusi Kemendikdasmen selama penyusunan naskah akademik.
"Mitra diskusi kami selama penyusunan naskah akademik kita itu ada dari Australia, Harvard University di Amerika dan Ontario, Kanada. Nah nanti mereka akan berangkat ke Australia untuk melihat bagaimana praktek deep learning itu," ujarnya.
Pelatihan deep learning ke Australia akan berjalan selama satu minggu. Setiap satu minggu akan ada 15 pelatih nasional yang berangkat ke Australia. Sedangkan Kemendikdasmen sendiri akan mengirim dua batch pelatih nasional.
"Satu batch, masing-masing 15 (orang). Berarti ada 30 (orang). Satu batch itu 15 orang di sana satu minggu. Kemudian batch kedua 15 orang di sana satu minggu," bebernya.
"Ini pelatihan nasional. Jadi kalau 30 kan teorinya cukup ya. Kemudian nanti kita akan adakan pelatihan tingkat provinsi. Pelatih provinsi akan melatih tingkat daerah. Daerah nanti akan melatih guru-guru di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang diselenggarakan oleh guru-guru tiap daerah," sambung Mu'ti.
Batch pertama direncanakan berangkat ke Australia pada 25 Mei 2025 mendatang. Mereka tidak akan mendapat materi teori di Australia hanya observasi ke sekolah yang sudah melaksanakan deep learning.
(det/nwk)