Kementerian Agama (Kemenag) RI menghadirkan Kurikulum Cinta. Gagasan ini merupakan inisiatif untuk mengembangkan pendidikan agama dan keagamaan dalam rangka menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, serta bangsa sejak dini.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, pendidikan karakter di Indonesia membutuhkan inovasi lebih mendalam. Salah satunya dengan pendekatan yang lebih integratif dan sistematis dalam kurikulum.
Masih Ada Pelajar Intoleran karena Beda Keyakinan
Menurut Amien Suyitno, sekarang ini masih ada sebagian pelajar yang intoleran, saling menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain lantaran beda keyakinan. Ia menyebut hal ini kerap terjadi tanpa disadari sejak dini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Kemenag.
Aspek-aspek Kurikulum Cinta
Suyitno menerangkan ada empat aspek utama dalam Kurikulum Cinta.
Pertama, membangun cinta kepada Tuhan atau Hablum Minallah. Anak-anak dibiasakan memperkuat relasinya dengan Allah.
Kedua, ada membangun cinta kepada sesama manusia, apa pun agamanya.
"Anak-anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membangun Hablum Minannas yang kuat," ujarnya.
Ia juga mengutip Menag RI Nasaruddin Umar untuk peduli terhadap lingkungan (Hablum BiΓ‘h). Suyitno menyebut kerusakan lingkungan sekarang ini harus ditangani terstruktur dan sistematis. Anak-anak harus disadarkan pentingnya menjaga Bumi.
Empat, cinta kepada bangsa atau Hubbul Wathan. Suyitno mengatakan pihaknya ingin menginsersi supaya anak-anak tetap berpegang teguh pada akar budayanya.
"Banyak anak-anak kita yang setelah belajar di luar negeri, justru lebih merasa menjadi orang luar dibandingkan bagian dari bangsanya sendiri," ujarnya.
Bukan Mata Pelajaran Baru
Kemenag tidak menghadirkan mata pelajaran baru untuk Kurikulum Cinta, tetapi akan diintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada. Kemenag melalui Ditjen Pendidikan Islam juga sudah menyiapkan buku panduan sebagai acuan para pendidik untuk menyisipkan nilai-nilai cinta, toleransi, serta spiritualitas ke dalam pembelajaran.
Penerapan Kurikulum Cinta juga akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
Sebagai contoh, untuk tingkat raudhatul athfal (RA)/PAUD, pembelajaran dilakukan dengan permainan dan pembiasaan positif. Untuk jenjang pendidikan lebih tinggi, akan lebih ditekankan pendekatan berbasis pengalaman dan refleksi.
Suyitno mengatakan pihaknya telah melakukan riset dan survei mengenai kondisi keberagaman di Indonesia, meski memang diakuinya masih ada tantangan yang perlu dihadapi bersama. Maka dari itulah, ia menyebut, pendidikan harus jadi landasan utama memperbaiki kondisi tersebut.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam itu menegaskan keberhasilan kurikulum ini tak cuma diukur dari aspek kognitif, melainkan juga dari perubahan sikap dan perilaku anak didik.
"Kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari RA hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis, dan peduli lingkungan," terangnya.
Untuk langkah awal, Kemenag akan mendampingi para pendidik dan mempersiapkan instrumen evaluasi yang bisa mengukur kurikulum ini secara berkelanjutan.
(nah/nwk)