Dunia pendidikan saat ini tengah diramaikan dengan polemik kegiatan Pramuka menjadi ekstrakurikuler tak wajib di sekolah. Perubahan itu merupakan salah satu poin dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024.
Kebijakan tersebut memang masih mewajibkan satuan pendidikan menyediakan ekskul Pramuka. Hanya saja, keikutsertaan siswa bersifat sukarela.
Pakar kebijakan pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Subarsono menyatakan penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib tak jadi masalah jika didasari kajian akademik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang penting ekstrakurikuler apapun itu mata kuliah atau kurikulumnya sepanjang selalu diarahkan untuk membantu mencerdaskan anak. Saya tentunya menanggapinya ya soft-soft saja karena soal ekstrakurikuler ini memang ada yang wajib dan sukarela," katanya dalam laman UGM, dikutip pada Kamis (4/4/2024).
Banyak Skill Lain yang Juga Penting Dipelajari
Menurut Subarsono, ekstrakurikuler Pramuka memang dibutuhkan pada zaman dulu. Namun, saat ini lebih banyak skill yang perlu diasah pelajar sesuai dengan kebutuhan global.
"Bagaimana menggunakan teknologi digital, membaca internet, X, big data dan seterusnya. Kalau saya biasa-biasa saja menarik kurikulum pramuka dari yang bersifat wajib," terangnya.
Ia menambahkan, keberadaan ekstrakurikuler harus melihat kebutuhan zaman. Selain itu, sifat ekstrakurikuler harus sesuai dengan kebutuhan kurikulum.
Oleh karena itu, Subarsono mengingatkan masyarakat untuk tak bersedih hati setelah ekstrakurikuler Pramuka tidak diwajibkan. Menurutnya, ada banyak pelajaran lain yang bisa mengasah kecerdasan siswa.
"Tentunya mereka lebih mampu merespon perubahan global ini, misal kemampuan membangun networking, berkolaborasi, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing, dan itu saya kira jauh lebih penting daripada Pramuka," jelasnya.
Siswa Zaman Sekarang Bisa Belajar Otodidak
Subarsono pun tak memungkiri bahwa siswa zaman sekarang sudah mandiri dalam mencari informasi. Ia berpendapat siswa saat ini lebih bisa belajar soal kemandirian hidup lewat handphone.
Menurutnya, pembelajaran Pramuka juga kini bisa dipelajari siswa baik secara individu maupun kelompok lewat teknologi tersebut. Adapun tugas dari guru saat ini adalah mengajar di ekstrakulikuler yang sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang.
"Kalau mau memberi ekstrakurikuler terkait digital maka mencari pengajar yang terbiasa di bidang digital. Atau jika perlu guru-guru Pramuka lama di-upgrade untuk bisa mengampu ekstra-ekstra kurikuler yang baru," ungkapnya.
Meskipun sudah ada media digital yang bisa membantu siswa belajar skill baru, Subarsono melihat masih adanya keterbatasan di beberapa daerah. Dengan begitu, pengadaan ekstrakurikuler bisa disesuaikan lagi dengan kondisi daerah setempat.
"Saya kira dengan begitu mereka akan memiliki soft skill sehingga kalau mereka menjadi dewasa bisa mengelola alam disekitarnya, menangkap, mengolah dan sebagainya. Artinya sebagai gantinya ekstrakurikuler Pramuka bisa yang sesuai tren kekinian atau ekstra-ekstra yang mampu menggali potensi di sekitarnya," pungkas Subarsono.
(cyu/pal)