Kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi penting agar siswa dan mahasiswa memahami keberagaman kebencanaan di Indonesia. Literasi dan edukasi pelajar RI akan menjadikan masyarakat paham langkah-langkah mitigasi bencana serta bantu sistem dan teknologi kebencanaan RI.
Pandangan tersebut disampaikan Deputi Bidang Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito dalam konferensi pers FMB9 Road to 10th Water Water Forum, Bali 2024: Riset dan Inovasi Solusi Krisis Air secara daring, Rabu (13/3/2024).
Mego mengatakan Indonesia saat ini sudah memiliki teknologi pemantau kebencanaan, data bencana, hingga peta potensi bencana dari berbagai kementerian dan lembaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PR selanjutnya, menurut Mego, yakni mengedukasi siswa dan mahasiswa RI agar dapat mendukung langkah-langkah mitigasi bencana.
"Jadi peta potensi bencana di seluruh Indonesia, peta pola hujan, perubahan iklim di Indonesia juga sudah ada. Memang dipegang oleh kementerian yang berbeda, tetapi kemudian bagaimana BRIN mencoba untuk me-link itu semua, dan bagaimana kita memberikan bahan-bahan yang luar biasa lengkapnya ini kepada anak-anak didik kita," katanya.
"Jadi program kurikulum sekolah, mulai dari sekolah dasar, kemudian menengah, dan perguruan tinggi sangat penting untuk memahami indonesia dengan segala keberagamannya, termasuk keberagaman dari kebencanaan ada," imbuh Mego.
Pentingnya Edukasi Pelajar Terkait Pencegahan Bencana
Mego mengatakan, edukasi pada pelajar RI diharapkan membuat masyarakat turut melakukan aktivitas yang mencegah terjadinya bencana, bukan sebaliknya.
"Sistemnya sudah ada, tinggal bagaimana masyarakat kemudian bisa memiliki satu edukasi, tingkat edukasi dan literasi yang paham bahwa kalau dia melakukan seperti ini, yang tidak sesuai, maka memiliki satu potensi dampak luar biasa," kata Mego
"Sistemnya sudah ada, tapi bisa nggak dirawat, dijaga? Jangan sampai saat baru programnya selesai, ada yang hilang, rusak," sambungnya.
Bencana Terkait Sumber Daya Air
Mego menjelaskan, perubahan iklim menyebabkan proses hidrologi dan sumber daya air terganggu. Musim hujan terasa lebih pendek dan kemarau lebih panjang. Hujan lebat jatuh di satu daerah hingga terjadi banjir, sementara kekeringan berat terjadi di daerah yang kemaraunya memanjang.
Sementara itu, air merupakan komponen utama untuk menghasilkan pangan (dari pertanian) dan energi. Ia menambahkan, kekurangan air sendiri memicu risiko masalah kesehatan bagi manusia.
Untuk itu, penting menurutnya literasi dan edukasi masyarakat soal risiko dan mitigasi bencana. Ia mencontohkan, pembalakan liar di hulu sungai mengakibatkan tidak cukup akar dan pohon untuk bantu tanah menahan aliran air ke hilir.
Akibatnya, aliran air banjir membawa batang-batang pohon yang sudah ditebang hingga tiang listrik yang roboh sehingga banjir bandang mampu memutus jembatan.
Di sisi lain, untuk mitigasi kekeringan, warga dapat menampung air hujan dengan penampungan di rumah atau penampungan bersama, menggunakan ulang (recycle) air, dan berhemat air. Misalnya, gunakan kembali air bekas mandi untuk cuci mobil, siram tanaman, dan pembersihan.
Sementara itu di perkotaan, penting untuk warga memahami sumber air tanah setidaknya berjarak 10 meter dari septic tank. Namun, terdapat masalah yakni septic tank terpisah di tiap rumah berisiko membuat sumber air tanah di rumah yang satu justru berdekatan dengan septic tank tetangga. Akibatnya, sumber air bersih tercemar.
Pengelolaan Sumber Daya Air
Mego menjelaskan BRIN salah satunya menggunakan teknologi remote sensing bersama badan ruang angkasa negara-negara mitra untuk melihat sumber air dari awan.
Data dasar untuk pengelolaan air ini beserta data-data lain juga didukung langkah-langkah kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk warga, sesuai kondisi daerah masing-masing.
Ia mencontohkan, pemanenan air hujan (PAH) di Kalimantan Utara menggunakan embung di Tarakan. Sedangkan pemompaan air bawah tanah dilakukan di Gunungkidul. Adapun sistem pengairan subak di Bali bantu lahan pertanian berundak-undak dapat cukup air dan berhasil panen.
(twu/twu)