Kritik Aktivis atas Kurikulum Merdeka: Tak layak Jadi Kurnas, Perlu Evaluasi

ADVERTISEMENT

Kritik Aktivis atas Kurikulum Merdeka: Tak layak Jadi Kurnas, Perlu Evaluasi

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 26 Feb 2024 20:30 WIB
Guru mengajar sejumlah siswa di Sekolah Alam Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbrokrang, Jayapura, Papua, Sabtu (3/6/2023). Sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar itu bertujuan mendidik siswa untuk mengenal, mencintai, serta melestarkan alam sejak usia dini. ANTARA FOTO/Gusti Tanati/app/rwa.
Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar di Papua Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati
Jakarta -

Kemendikbudristek akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional (Kurnas). Namun, tak semua pihak setuju, seperti organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) misalnya.

Bajik menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas. Mereka juga meminta agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan menyeluruh.

Menurut Direktur Eksekutif Bajik Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kurikulum Merdeka belum layak menjadi Kurikulum Resmi Nasional. Hal yang paling esensial yang harusnya ada dalam kurikulum resmi malah belum ada yakni kerangka kurikulumnya," ungkap Puti.

Puti menilai Kurnas apa pun haruslah berdasarkan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual yang jelas.

ADVERTISEMENT

Filosofi pendidikan dan kerangka konseptual tersebut haruslah tertuang dalam naskah akademik. Dalam naskah akademik pun perlu dijelaskan berbagai argumen lain soal dasar-dasar pemikiran terkait Kurikulum Merdeka.

"Sampai saat ini Kurikulum Merdeka belum ada naskah akademiknya. Tanpa adanya naskah akademik ini sulit untuk memahami apa yang menjadi dasar pemikiran dari Kurikulum Merdeka," kata Puti.

Menurutnya kurikulum resmi biasanya terdiri dari beberapa komponen, misalnya filosofi kurikulum (termasuk tujuan kurikulum dan prinsip-prinsip dasar kurikulum), kerangka kurikulum secara keseluruhan, serta bidang studi.

Setiap bidang studi pun dinilai harus ada tujuan lintas kelasnya, kerangka bidang studi, tujuan pembelajaran umum (dalam Kurikulum Merdeka dinamakan Capaian Pembelajaran yang biasanya mencakup tujuan pembelajaran dalam 1 atau 2 tahun, serta tujuan pembelajaran instruksional yang jadi acuan dalam merancang kegiatan harian.

"Ketika awal Kurikulum Merdeka diluncurkan bagian-bagian paling esensial yakni, filosofi, prinsip-prinsip dasar kurikulum, kerangka kurikulum belum dibuat. Karena itu, Kurikulum Merdeka harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum diresmikan menjadi kurikulum nasional," tegas Puti.

Dinilai Belum Lengkap sebagai Kurikulum

Puti menilai Kurikulum Merdeka belum lengkap sebagai kurikulum. Kurikulum ini mempunyai dokumen Capaian Pembelajaran (CP), buku teks, serta sejumlah panduan seperti panduan pengembangan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), panduan Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dan beberapa lainnya.

"Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum resmi sebenarnya belum lengkap. Bukan berarti tidak bisa dipakai. Capaian Pembelajarannya bisa saja digunakan oleh guru dalam merancang pembelajaran," ujar Puti.

"Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pun bisa saja digunakan sebagai acuan dalam merancang projek. Tetapi secara dokumen kurikulum resmi, saya menganggap Kurikulum Merdeka belum selesai," tegasnya lagi.

Menurut Puti, Capaian Pembelajaran yang ada bisa digunakan, tetapi masih perlu disempurnakan kembali supaya lebih mudah dipahami oleh guru. Kerangka bidang studi per mata pelajaran ada yang sudah baik dan ada yang dinilainya perlu direvisi.

Puti menegaskan dalam Kurikulum Merdeka terdapat Capaian Pembelajaran yang pada dasarnya sama dengan tujuan pembelajaran umum, yakni berupa tujuan pembelajaran yang perlu dicapai siswa dalam waktu dua tahun (setiap fase).

"Agak aneh mengapa Kurikulum Merdeka tidak menyediakan tujuan pembelajaran instruksional (di kurikulum Merdeka disebut Tujuan Pembelajaran). Di dalam Kurikulum Merdeka, guru harus mendefinisikan sendiri tujuan pembelajarannya (TP)," ucap Puti.

"Sebenarnya sah-sah saja begitu, dengan syarat semua guru Indonesia sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni untuk menerjemahkan Capaian Pembelajaran. Faktanya, masih banyak guru yang kesulitan dalam hal ini," lanjutnya.

Bajik Desak Kurikulum Merdeka Dievaluasi

Berdasarkan kajian Bajik, masih ada pertanyaan apa alasan Kurikulum Merdeka tidak menyediakan Tujuan Pembelajaran Instruksional. Di kurikulum beberapa negara, tujuan instruksional tersebut didefinisikan secara jelas, misalnya dalam kurikulum Ontario, Australia, Singapura, dan Hongkong.

Bukan sebagai kebenaran mutlak yang harus diikuti guru tetapi sebagai acuan saja. Guru dapat menggunakannya untuk merancang asesmen dan kegiatan pembelajaran, menurut Bajik.

"Pada dasarnya guru profesional punya hak untuk menginterpretasi kurikulum apapun, termasuk yang sudah menyediakan tujuan pembelajaran instruksional ini," ujar Puti.

"Kalau hanya sekadar digunakan, Kurikulum Merdeka bisa saja digunakan. Namun sebagai kurikulum resmi nasional, Kurikulum Merdeka perlu banyak penyempurnaan. Saya mendesak Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total, diperbaiki, dan bahkan apabila memungkinkan beberapa detail dalam kurikulum perlu dipetakan dan diredefinisikan kembali," desaknya.

Puti menambahkan, hal esensial lain yang juga perlu diingat adalah pemerintah perlu serius dalam mempersiapkan sekolah dan semua guru supaya dapat memahami, menginterpretasi, dan mengkritisi kurikulum resmi apa pun. Sehingga, dapat menjadi dasar dalam merancang kurikulum operasionalnya sendiri sesuai konteks dan kebutuhan sekolah maupun kelasnya.

"Artinya guru perlu punya kesempatan mempelajari pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan kurikulum resmi apapun secara kritis. Bukankah hal ini yang juga dicita-citakan sejak adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)," pungkasnya.




(nah/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads