Baru-baru ini, sebuah video viral di media sosial yang menunjukkan anggota DPD Bali, Arya Wedakarna, menegur guru di SMKN 5 Denpasar. Teguran itu disampaikan di depan para siswa.
Dalam video tersebut, Arya Wedakarna tampak mengkritik keras guru tersebut karena memberikan hukuman yang dianggap berlebihan kepada siswa yang terlambat masuk kelas. Hukuman terlambat 3 menit itu berupa menulis selama 1,5 jam.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menyatakan bila niat baik seharusnya dilakukan dengan cara yang baik. Apabila terbukti kekerasan dilakukan oleh guru, maka perlu didalami terlebih dahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah ada pasal yang mengatur sanksi tersebut. Jika ternyata ada, maka si guru (pendidik) hanya menjalankan aturan dalam tata tertib sekolah, artinya ini sistem di sekolah tersebut bukan ide atau inisiatif pribadi guru terduga pelaku," tulis FSGI dalam keterangan resminya, Jumat (19/1/2024).
Dorong Revisi Aturan
Apabila aturan tersebut termasuk dalam sistem sekolah, FSGI mendorong agar pihak sekolah merevisi aturan tersebut. FGSI menekankan agar pihak sekolah mengimplementasikan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPKSP).
Namun apabila hukuman tersebut hanya berasal inisiatif pribadi dari guru, maka guru tersebut harus bertanggung jawab.
Tim PPK sekolah dapat memberikan rekomendasi sanksi yang harus diberikan karena telah melakukan kekerasan terhadap anak dengan menghukum anak menulis selama 1,5 jam.
"Karena jika benar ada sanksi seperti itu, jelas melanggar UU Perlindungan Anak dan Permendikbudristek 46/2023," ujar FSGI.
Tegur Guru Depan Siswa Perbuatan Keliru
Mengenai teguran yang dilayangkan anggota DPD di depan siswa merupakan perbuatan keliru. FSGI mengatakan jika perbuatan tersebut merendahkan dan mempermalukan seseorang.
"Hal ini bisa masuk dalam dikategorikan perbuatan tidak menyenangkan dan kalau sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu (pribadi), dan menimbulkan malu pada guru tersebut dan keluarga, maka bisa saja dilaporkan pelanggaran UU ITE," jelas FSGI.
Lebih lanjut, FSGI menentang segala bentuk kekerasan di pendidikan, termasuk kekerasan verbal dan kekerasan berbasis daring.
FSGI menentang hukuman fisik kepada peserta didik seperti hukuman menulis selama 1,5 jam dan menentang penyelesaian dengan cara merendahkan dan mempermalukan guru.
"Hal tersebut juga bentuk kekerasan, sangat mungkin terdampak kekerasan psikis bagi guru yang bersangkutan, keluarganya dan juga lembaga tempat dia bekerja," pungkasnya.
(nir/faz)