Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengungkapkan temuan soal evaluasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. Dari tiba-tiba pindah Kartu Keluarga hingga ada siswa 'gaib' yang tiba-tiba muncul namanya.
"Banyak yang pindah KK (kartu keluarga). Kemudian banyak siswa yang diterima di luar jalur resmi," jawab Irjen Kemendikbud Chatarina Girsang merespons pertanyaan detikEdu soal hasil evaluasi PPDB Zonasi.
Siswa yang diterima di luar jalur resmi, lanjut dia, sebelumnya tidak ada namanya dalam sistem. Saat pengumuman akhir, tiba-tiba nama siswa itu muncul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu dikatakan Chatarina dalam Dialog Media tentang Selayang Pandang Merdeka Belajar serta Pembagian Pusat dan Daerah oleh Kemendikbudristek di Hotel Mercure Jakarta TB Simatupang, Sabtu (16/9/2023).
Untuk menangani hal ini, Itjen Kemendikbud sudah bekerja sama dengan Komite Pendidikan, Dinas Pendidikan di daerah hingga Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) untuk menyediakan saluran pengaduan bila mendapati hal-hal semacam ini.
Akar Masalah PPDB Zonasi
Sementara itu, ditambahkan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BKSAP) Kemendikbud Anindito Aditomo mengatakan hasil evaluasi PPDB Zonasi sedang dikaji bersama Itjen Kemdikbud. Nino, demikian panggilan akrabnya, mengakui cukup banyak masalah yang ditemukan.
"Zonasi itu bukan akar masalahnya. Masalah-masalah yang muncul seperti fraud, pemalsuan KK itu bukan akar masalah zonasi," jelasnya dalam forum yang sama.
Nino menjelaskan akar masalah PPDB Zonasi ada dua. Pertama, jumlah atau bangku sekolah negeri yang tidak mencukupi. Kedua, antarsekolah negeri terdapat ketimpangan yang sangat tinggi sekali.
"Sekarang mengapa perlu mencari sekolah yang jauh-jauh kalau kualitasnya sama? Begitu kan? Ini pertanda ada ketimpangan," jelasnya.
"Namun bila zonasi tidak dilakukan, apa yang terjadi? Siapa yang akan tersingkir? Kelompok-kelompok yang rentan. Mereka akan tersingkir kalau tidak dibantu dengan kebijakan afirmasi seperti ini," papar Nino.
Untuk mengatasi PPDB Zonasi, maka solusinya juga harus bisa memecahkan 2 akar masalah tadi.
"Pertama penambahan kursi atau jumlah sekolah negeri. Kedua, ketimpangannya diatasi," tuturnya.
Masalah PPDB zonasi ini muncul di berbagai daerah. Di Jakarta misalnya, Kepala Seksi Pendidikan Menengah Suku Dinas Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Selatan Sarwoko mengungkapkan beberapa bentuk kecurangan.
Seperti manipulasi data terkait surat keterangan domisili, memalsukan kondisi anak yang normal dibuat tidak waras agar diterima di jalur afirmasi hingga membawa surat katebelece pejabat agar diterima, dengan iming-iming sejumlah uang.
Di Bogor, kasus PPDB zonasi ini sudah masuk dalam wilayah Kepolisian karena kasus pidana pemalsuan dokumen PPDB zonasi, dilansir dari detikNews.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dikdasmen Iwan Syahril mengonfirmasi beberapa masalah PPDB zonasi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI pada 12 Juli 2023 lalu. Selain manipulasi data, juga ada manipulasi status kekayaan orang tua, yang kaya jadi miskin, agar anaknya diterima di jalur afirmasi, demikian dilansir detikNews.
(nah/nah)