Adanya toilet gender netral di sekolah internasional di Jabodetabek viral di media sosial. Pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) turut merespons kabar ini.
Untuk diketahui, toilet gender neutral adalah toilet yang dapat digunakan siapa saja, tanpa memandang gender penggunanya. Fiturnya bisa seperti bilik-bilik toilet maupun kamar ganti pakaian satu orang, seperti dikutip dari laman Gender Inclusive School.
Di kampus University of Edinburgh contohnya, kendati siapa saja boleh menggunakan, toilet gender netral dinilai terutama sangat penting bagi mahasiswa dan staf kampusnya yang nonbiner maupun transgender. Sebab, kelompok ini mungkin tidak nyaman atau tidak bisa menggunakan kamar mandi gender (laki-laki atau perempuan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemendikbud Tindak Lanjut Toilet Gender Netral di Sekolah
Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Utami mengatakan, pihaknya tengah melakukan pengecekan lebih lanjut. Kemudian, pihaknya akan melakukan pendampingan dan evaluasi pada sekolah jika terbukti melakukan penyelenggaraan pendidikan yang tidak sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Rusprita mengatakan, dalam Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang terbit baru-baru ini, diatur tentang sarana dan prasarana sekolah yang aman, serta ramah disabilitas.
"Dalam Permendikbudristek No. 46/2023 tentang PPKSP juga diatur mengenai sarana prasarana di sekolah untuk dipastikan tersedianya sarpras yang aman, dan ramah disabilitas," kata Rusprita pada detikEdu, Rabu (9/8/2023).
Adapun berdasarkan pasal 21 ayat 2 Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPKSP, satuan pendidikan (sekolah) memastikan tingkat keamanan dan kenyamanan bangunan, fasilitas pembelajaran, dan fasilitas umum lainnya, termasuk penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.
Lebih lanjut pada pasal 22 ayat 2, pemerintah daerah juga memastikan tingkat keamanan dan kenyamanan bangunan, fasilitas pembelajaran, dan fasilitas umum lainnya, termasuk penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.
Rusprita menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat melaksanakan proses pembelajaran dan pendidikan untuk mengembangkan iman, takwa, dan akhlak mulia peserta didik.
Lebih lanjut, berdasarkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, elemen terpenting dari kompetensi lulusan semua jenjang pendidikan adalah karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
"Hal ini merupakan bagian inti dari Kurikulum Merdeka dan diukur di Asesmen Nasional sebagai indikator kinerja sekolah dan Pemerintah Daerah. Tindak kekerasan seksual menjadi perhatian serius, di mana langkah pencegahan dan penanganannya dilakukan termasuk dengan menyusun peraturan menteri, kerjasama lintas Kementerian dan Lembaga, dan mengukurnya di Asesmen Nasional," kata Rusprita.
"Kami di Kemendikbudristek menegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab," sambungnya.
Dalam video yang viral itu pula, disebutkan bahwa sekolah internasional itu menerima konseling dari murid-muridnya dan tidak akan memberitahu wali muridnya. Terkait konseling oleh sekolah untuk siswa, Rusprita mengatakan, pendampingan dalam beragam bentuk termasuk konseling bagi siswa berusia anak perlu dapat persetujuan dari orang tua, wali, atau pendamping.
"Dalam hal peserta didik berusia anak, pendampingan dalam berbagai bentuk (termasuk konseling) perlu mendapat persetujuan yang diberikan oleh orang tua/wali korban atau pendamping," imbuhnya.
Tindak Lanjut oleh Disdik DKI
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memastikan tidak ada sekolah internasional di Jakarta yang memiliki toilet gender netral per Selasa (8/8/2023) malam.
"Semua sudah kasih data. Jadi satuan pendidikan kerja sama (SPK), SMP itu ada 59, SMA-nya ada 43. Semuanya clear, hanya ada dua jenis toilet atau jamban, yaitu untuk laki-laki dan perempuan," kata Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo dalam detikNews.
Purwosusilo menjelaskan, sekolah internasional di DKI Jakarta tergabung dalam satuan pendidikan kerja sama (SPK). Tiap sekolah SPK menurutnya sudah melapor bahwa hanya memiliki toilet laki-laki dan perempuan.
Ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2007, toilet atau jamban untuk laki-laki dan perempuan.
"Semua sekolah harus taat pada standar sarpras, berarti toilet hanya untuk laki-laki atau pria saja, yang satunya untuk perempuan atau wanita," tuturnya.
Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007, minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru di jenjang SMP/SMA/MTs/MA. Jumlah minimum jamban di setiap sekolah/madrasah jenjang SMP/SMA/MTs/MA adalah 3 unit.
(twu/twu)