Solusi Polemik PPDB Zonasi Versi Anies, Kutip soal Dulu Ada SD Inpres

ADVERTISEMENT

Solusi Polemik PPDB Zonasi Versi Anies, Kutip soal Dulu Ada SD Inpres

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 30 Jul 2023 12:00 WIB
Anies Baswedan
Foto: Mulia Budi/detikcom
Jakarta -

Anies Baswedan turut angkat bicara soal sengkarut PPDB jalur zonasi. Meski mengaku tidak mau terlibat langsung dengan perdebatan mengenai PPDB, tetapi dia mengutarakan pandangannya mengenai hal ini.

"Saya tidak mau terlibat langsung dengan perdebatan soal PPDB, tapi saya ingin ajak kita lihat apa sih akar masalahnya, sehingga terjadi percakapan-percakapan seperti ini," ujarnya di Pos Bloc, Jakarta, Sabtu (29/7/2023), dikutip dari 20Detik.

Menurut Anies, yang perlu diselesaikan adalah jumlah bangku yang tersedia tidak sama dengan jumlah siswa yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita, Indonesia harus memastikan jumlah bangku SD kelas 1 sama dengan jumlah bangku SMP kelas 1, sama dengan jumlah bangku SMA dan SMK kelas 1," jelas Anies.

"Kalau jumlah bangkunya sama, insyaAllah persoalan-persoalan seperti ini akan bisa terselesaikan," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Singgung soal SD Inpres

Mantan Mendikbud era Kabinet Kerja ini menegaskan, selama akar masalah tersebut belum tuntas, maka akan selalu ditemui permasalahan seperti PPDB jalur zonasi.

"Karena isunya adalah isu bangku yang terbatas," ungkapnya.

Anies mengatakan, jumlah bangku pendidikan hendaknya tidak layaknya piramida. Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin sedikit jumlah kursinya.

"Ke depan, kita harus melakukan terobosan. Kita pernah punya SD inpres, barangkali ke depan kita perlu SMP Inpres, SMA SMK Inpres, percepatan pembangunan, supaya jumlah bangku itu sama," ujar Anies.

"Kalau jumlah bangku itu sama, maka angka partisipasi juga akan meningkat," lanjutnya.

Anies menilai, problematika seperti ini sifatnya simtomatik atau bergejala.

"Penyakitnya adalah karena apa, bangku yang salah satunya terbatas," pungkasnya.

SD Inpres (Sekolah Dasar Instruksi Presiden) sendiri adalah kebijakan yang dikeluarkan Presiden Soeharto era Orde Baru. Kebijakan ini untuk memperluas dan meratakan kesempatan belajar anak usia sekitar 7-12 tahun.

Usulan Solusi PPDB Zonasi dari Wakil Komisi X DPR

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI juga mengatakan, jika setiap tahun terjadi permasalahan dalam PPDB jalur zonasi, maka perlu dilakukan perbaikan.

"Kalau setiap tahun permasalahan ini selalu terjadi, perlu ada perbaikan. Dan kami beri waktu sampai Oktober ini, jika masih belum ketemu solusi, maka ubah sistemnya," ujarnya melalui keterangan (27/7/2023).

Dede sendiri menyarankan agar sistem PPDB dikembalikan seperti sistem pendaftaran sekolah dahulu, yakni berdasarkan nilai hasil ujian akhir sekolah, misalnya saat masih ada nilai EBTANAS murni atau NEM. Walau begitu, sistem semacam ini menurutnya perlu disesuaikan kebutuhan daerah masing-masing.

"Maka kita akan minta segera membuat sistem baru yang lebih mengedepankan azas dan hak ke testing (ujian), misalnya bisa kembali kepada sistem 'NEM', namun testing-nya itu hanya buat pendaftar-pendaftar yang non-zonasi," jelasnya.

Kendati begitu, Dede mengatakan sistem zonasi masih tetap diadakan, meski berkurang.

"Jadi sistem zonasinya masih tetap ada, ya zonasi bisa berkurang lah menjadi 20%, lalu ada sistem prestasi, itu nonakademik," kata dia.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads