UNESCO Anjurkan Larangan Pakai HP di Sekolah, Ini Pertimbangannya

ADVERTISEMENT

UNESCO Anjurkan Larangan Pakai HP di Sekolah, Ini Pertimbangannya

Zefanya Septiani - detikEdu
Jumat, 28 Jul 2023 13:00 WIB
Siswa siswi menggunakan fasilitas WiFi gratis saat mengikuti kegiatan pembelajaran jarak jauh di balai warga RW 05 Kelurahan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta, Jumat (27/8/2020). WiFi gratis ini disediakan oleh swadaya warga RW 05 guna membantu anak-anak yang melakukan pembelajaran jarak jauh yang terkendala dengan kuota internet.
UNESCO menganjurkan larangan penggunaan HP di sekolah. Berdasarkan laporan globalnya, penggunaan HP terbukti mengganggu pembelajaran. Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Jakarta -

UNESCO mengimbau negara-negara di dunia untuk melarang penggunaan teknologi yang dirasa kurang menunjang pendidikan, seperti komputer dan handphone (HP). Laporan Pemantauan Pendidikan Global 2023 UNESCO yang berjudul Technology in education: A tool on whose terms? menyatakan bahwa penggunaan HP di sekolah terbukti mengganggu pembelajaran. Namun, kurang dari seperempat total negara di dunia yang melarang penggunaannya di sekolah.

Dikutip dari laporan UNESCO, penggunaan HP dan komputer saat belajar berisiko membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang justru tidak ada hubungan dengan pembelajaran. Sementara itu, butuh 20 menit bagi siswa untuk dapat kembali fokus ke pelajaran.

Laporan UNESCO tersebut juga menyoroti kurangnya pengaturan dan regulasi yang sesuai terkait penggunaan teknologi dalam pendidikan. Pasalnya, penggunaan teknologi dirasa sudah menggantikan interaksi manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

UNESCO juga mendapati bukti bahwa manfaat pembelajaran akan hilang jika teknologi digunakan secara berlebihan. Manfaat pembelajaran juga berisiko hilang tanpa kehadiran guru yang berkualifikasi untuk menunjang pembelajaran dengan menggunakan teknologi. Sedangkan teknologi seharusnya digunakan untuk mendukung tujuan bersama pendidikan berkualitas untuk semua.

"Revolusi digital memiliki potensi yang tak terukur. Namun, sama sama seperti peringatan yang telah disuarakan tentang bagaimana hal itu harus diatur dalam masyarakat, perhatian yang sama harus diberikan pada cara penggunaannya dalam pendidikan," ucap Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO dalam laman resminya.

ADVERTISEMENT

"Penggunaannya harus untuk meningkatkan pengalaman belajar dan kesejahteraan siswa dan guru, bukan untuk merugikan mereka. Utamakan kebutuhan siswa terlebih dahulu dan dukung guru. Koneksi online bukanlah pengganti interaksi manusia," jelasnya.

Untuk itu, laporan ini menyarankan empat pertanyaan yang harus dipertimbangkan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan pendidikan ketika teknologi diterapkan untuk menunjang pembelajaran.

4 Pertanyaan soal Penggunaan HP dan Komputer di Sekolah

Apakah Tepat?

Penggunaan teknologi seharusnya dapat meningkatkan beberapa jenis pembelajaran dalam beberapa konteks. Namun, laporan UNESCO mendapati ketimpangan pembelajaran antara siswa yang semakin melebar saat instruksi dilakukan secara eksklusif melalui pembelajaran jarak jauh dan konten online yang tidak selalu sesuai dengan konteks.

"Kita perlu belajar dari kesalahan masa lalu saat menggunakan teknologi dalam pendidikan agar tidak mengulanginya di masa depan," tegas Direktur Global Education Monitoring (GEM) Report UNESCO.

"Kita perlu mengajarkan anak-anak untuk hidup dengan dan tanpa teknologi; untuk mengambil apa yang mereka butuhkan dari berlimpahnya informasi, tetapi mengabaikan hal-hal yang tidak perlu; untuk membiarkan teknologi mendukung, tetapi tidak menggantikan interaksi manusia dalam mengajar dan belajar," jelasnya.

Apakah Adil?

Pandemi COVID-19 menyebabkan banyak sekolah menetapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini tidak hanya mendapati pentingnya konektivitas yang bermakna dalam pendidikan, tetapi juga mengungkap ketimpangan signifikan dalam akses pendidikan berbasis teknologi.

Hal itu terbukti saat setengah miliar siswa, terutama dari kalangan kurang mampu di daerah terpinggirkan dan pedesaan, dikesampingkan dari pembelajaran online selama pandemi.

Laporan ini menekankan perlunya mengatasi ketimpangan dan memastikan semua siswa memiliki akses ke teknologi dan konektivitas yang diperlukan, terutama dengan fokus pada komunitas yang terpinggirkan.

Apakah Dapat Diperluas?

Laporan UNESCO menekankan, nilai tambah teknologi di sekolah perlu punya bukti yang kuat, ketat, dan tidak memihak. Namun, sebagian besar bukti tersebut berasal dari perusahaan teknologi itu sendiri, yang menimbulkan kekhawatiran tentang risiko bias.

Selain itu, negara-negara juga harus mempertimbangkan biaya jangka panjang yang ditimbulkan di implementasi penggunaan teknologi dalam pendidikan. Pasalnya, transformasi digital penuh akan memakan biaya yang cukup besar untuk operasional per harinya.

Apakah Berkelanjutan?

Kecepatan perubahan teknologi menempatkan tekanan pada sistem pendidikan untuk beradaptasi. Literasi digital dan kemampuan berpikir kritis semakin penting, terutama dengan pertumbuhan AI generatif. Namun, dalam laporan ini hanya terdapat 11 dari 51 pemerintah responden yang memiliki kurikulum untuk AI.

Keterampilan literasi dasar juga dibutuhkan agar para siswa tidak mudah tertipu oleh phishing email. Para guru juga membutuhkan pelatihan yang sesuai. Namun, UNESCO mendapati, saat ini hanya sedikit negara yang memiliki standar untuk pengembangan keterampilan teknologi informasi dan komputer (TIK) guru.

Jaminan yang lebih baik terhadap hak-hak pengguna teknologi juga diperlukan. Saat ini, hanya 16% dari negara-negara di dunia yang menjamin privasi data dalam pendidikan secara hukum. Selain itu, 39 dari 42 pemerintah yang menyediakan pendidikan online selama pandemi telah mendukung penggunaan yang 'berisiko atau melanggar' hak-hak anak.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads