(Selain calistung penting dihapuskan pada tes masuk SD, FSGI mendesak Kemendikbudristek untuk mengevaluasi juga buku teks SD kelas 1)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan Kemendikbudristek tentang penghapusan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) pada tes masuk SD/MI. Selain itu, FSGI menyebut perlu adanya evaluasi pada hal terkait lain misalnya buku teks SD kelas 1.
Menurut Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti selain calistung penting untuk dihapus pada tes masuk SD/MI, pembenahan buku teks SD kelas 1 pun perlu diperhatikan oleh Kemendikbudristek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena FSGI menilai buku teks kelas 1 yang beredar dan digunakan banyak sekolah saat ini terlalu berat bagi anak yang masih belajar baca dan berhitung", ujar Retno.
Menurutnya, buku-buku SD kelas 1 saat ini masih bertentangan dengan penghapusan calistung dalam tes masuk SD. Isi dari buku-buku SD kelas 1 masih didominasi tulisan dan bacaan yang panjang.
Selain itu, masih banyak perhitungan rumit seperti pengurangan dengan angka besar. Menurut Retno, hal itu akan membuat anak bingung dengan istilah berhitung yang ada.
"Ini PR yang harus juga dipertimbangkan, buku-buku teks SD kelas 1 seharusnya sejalan dengan kebijakan Merdeka Belajar Episode 24 ini", tegas Retno.
Alasan FSGI Dukung Hapus Calistung di Tes Masuk SD
FSGI mendukung kebijakan penghapusan calistung sebagai tes masuk SD berdasarkan tiga pertimbangan. Pertama, tes calistung di jenjang SD telah melampaui batas yang seharusnya diajarkan pada anak usia 4-6 tahun.
Siswa PAUD dan TK bisa saja menguasai calistung, namun tidak menjadikan mereka gemar atau cinta membaca. Hal tersebut dapat berdampak pada mental anak, sehingga mereka merasa terbebani.
Seharusnya, anak-anak di usia PAUD dan TK minimal bisa mengenal huruf dan angka serta hitungan ringan. Selain itu, cara belajar pun bisa lebih memanfaatkan benda-benda yang dikenal anak.
Kedua, calistung dijadikan syarat masuk SD bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Pertimbangan FSGI yang ketiga yakni bahwa seleksi masuk SD hanya didasarkan pada usia anak yang sudah berusia 7 tahun. Sehingga, calistung bukanlah syarat masuk SD melainkan usialah yang harus dijadikan dasar.
FSGI mendorong Kemendikbudristek dan dinas-dinas terkait untuk melakukan edukasi kepada guru dan orang tua terkait kebijakan penghapusan calistung sebagai tes masuk SD. Menurut Sekjen FSGI, Heru Purnomo, bahwa orang tua pun harus berhati-hati dalam mengajarkan calistung kepada anak.
"Namun, harus berhati-hati saat mengajarkan calistung pada anak. Ajarkan sesuai porsinya. Orang tua disarankan untuk menghindari mengajarkan calistung pada si Kecil terlalu berat. Sebab, hal tersebut dapat mengganggu mental anak dan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak", ujar Heru.
(nwk/nwk)