Jakarta -
Siswa-siswa SLB Negeri 1 Badung, Bali menarikan tari puspawresti di panggung Puncak Hari Guru Nasional 2022 di JI Expo Kemayoran, Jakarta (26/11/2022). Lebih istimewa bagi para tamu, rupanya siswa-siswa penari tersebut adalah anak tuna rungu dengan tingkat pendengaran berbeda-beda.
Ialah Ni Nyoman Ari Savitri, sosok guru di balik penampilan emas para siswa tersebut. Ari tercatat sebagai guru keterampilan tari di SMALB B, SLB Negeri 1 Badung. Sehari-hari, ia mendidik siswa dengan hambatan pendengaran dan komunikasi wicara.
Ari menuturkan, ia semula tidak berlatar pendidikan Pendidikan Khusus, terlebih bagi anak tunarungu. Lantas, bagaimana lulusan jurusan Tari, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar 2005 ini mengabdikan diri di SLB hingga mengantarkan siswanya ke panggung perayaan nasional?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjadi Guru SLB
Ia bercerita, semula dirinya mendapat tugas belajar dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Bali. Tugasnya yakni mengikuti tugas belajar Pendidikan Khusus di Bandung. Saat menjadi CPNS pada 2009, muncul komunikasi tentang penempatannya.
"Saya ditawarkan, apakah tidak apa-apa tidak diterima di tempat yang tidak diinginkan? Saya bilang, tidak apa-apa, saya suka tantangan. Turunlah SK saya di SLB Negeri 1 Badung ini. Oh, saya harus belajar bahasa isyarat," tuturnya.
"Saya mikir, oke, belajar dulu. Akhirnya saya jatuh cinta, dan nggak ingin ke mana-mana lagi. Saya ingin mengabdikan diri buat mereka, karena hati mereka (para siswa) benar-benar tulus, jadi saya pun suka sekali sama mereka," sambungnya tersenyum.
Mencari Jalan Pengalaman
Di sekolahnya, tari menjadi salah satu keterampilan yang diajarkan, di samping dalam seni budaya dan ekstrakurikuler. Ari mengajar di bidang ini.
Menjadi guru dan Waka Kesiswaan juga menjadikannya dekat dengan siswa-siswa. Ia bercerita, dirinya kerap mendorong para siswa untuk ikut lomba apa saja yang disukai. Terlepas dari menang-kalah, kompetisi baginya membentuk siswa berani mencoba dan mau berusaha.
"Pengalaman itu yang berharga, pengalaman itu yang 'menjadikan' mereka. Tidak hanya teori di sekolah, tetapi juga pelajaran di luar sekolah itu penting," kata Ari.
Ia mengatakan, dengan menjajal pengalaman sesuai minat, siswa juga mengenal lingkungan yang lebih luas dan lebih mandiri saat lulus.
"Mereka nanti juga bisa diserap oleh usaha dan industri dan bekerja. Atau pun, kalau bisa mereka jadi wirausaha mandiri, tidak menunggu pekerjaan, tetapi juga menciptakan pekerjaan untuk mereka sendiri dan juga teman-temannya," ucapnya.
Guru PenggerakKesempatan membuka pengalaman siswanya tersebut juga terbuka di saat ia menjalani program Guru Penggerak.
Kini, Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan tersebut tengah menjadi Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 4 Kabupaten Badung, Bali. Dari program Guru Penggerak itu rupanya Ari mengantarkan siswanya ke panggung peringatan Hari Guru Nasional 2022.
Dalam program tersebut, ia menerapkan inklusi dengan cara para siswanya belajar bersama anak reguler.
"Ini Loka (karya) terakhir saya, Loka 9. Awalnya, saya melakukan praktik baik dari program CGP yang bernama Kontur Ular. Itu kolaborasi anak tunarungu dan anak reguler," katanya.
"Inklusi, saya mengenalkan anak-anak istimewa saya untuk belajar bersama di sekolah Widyatmika, itu sekolah bilingual dan daerahnya dekat dengan sekolah saya," sambungnya.
Rupanya, Ari terpilih sebagai penampil praktik baik. Ia pun didapuk menjadi narasumber untuk praktik baik Industri Kecil dan Menengah (IKM) nasional.
Lanjut di Lokakarya 7, Festival Panen Hasil Belajar, hasil karya para Guru Penggerak ditampilkan. Ia pun memboyong siswanya menari.
"Dari situ, saya diundang untuk menghadiri dan mengikuti apresiasi Hari Guru Nasional ini, dan mengundang mereka (siswa) untuk perform di acara ini, difasilitasi oleh Balai Guru Penggerak (BGP) Bali. Maka, hadirlah kami di sini," tuturnya tersenyum.
Mengajar Tari Siswa Tunarungu
Bagi Ari, ada banyak tantangan untuk mengajar para siswa kelas 9 dan kelas 10 SMP-SMA dari SLB Negeri 1 Badung, Bali tersebut. Tak hanya harus berbahasa isyarat dan berkomunikasi total (komtal) dengan bibir, ia pun harus mengakomodasi kemauan dan karakter masing-masing siswanya agar menampilkan potensi terbaik.
"Pas latihan selalu berbahasa isyarat dan komtal (komunikasi total), dengan bahasa bibir dan isyarat, karena beda-beda desibel samping kiri dan kanan. Kemampuannya juga berbeda-beda, jadi berusaha memahami kebutuhan belajarnya seperti apa," kata Ari.
"Juga memahami mood mereka. Ketika gagal menyampaikan maksud, dan mereka menangkapnya berbeda, itu perlu teknik STOP. Setelah itu saya lakukan, itu berhasil," katanya.
Teknik STOP merupakan teknik mindfulness dan mengenali emosi yang juga dipelajari Guru Penggerak dalam Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Dalam teknik ini, para guru menghentikan aktivitasnya, berlatih mindful dengan mengamati yang dirasakan anggota tubuh dan relaksasi, baru kembali mengerjakan aktivitas.
"Intinya, ketika mereka senang, akan mudah untuk memberikan masukan yang lain. Tapi kalau dipaksakan, nggak akan bisa, bentrok selalu dan gagal. Jadi pengelolaan kelas dengan pengelolaan social emotional penting sekali, tantangan guru dalam mengajar materi pada anak-anaknya," jelasnya.
Bagi Ari, menjaga emosi siswa untuk stabil juga penting. Untuk itu, ia mencoba mendengar para siswanya sebagai individu yang turut memiliki (own) suara di ruang kelas.
"Ketika mereka dipahami ownership-nya, mereka akan melihat ownership suara kita. Ketika mereka memahami, akan berkesan di hati mereka," kata Ari.
"Kadang target kita terlalu di teori, ternyata sisi soft skillnya belum kita sentuh. Rupanya berhasil dengan pendekatan emosional dan ownership itu," tuturnya.
Para siswa Ari membawakan tari puspawresti di panggung Hari Guru Nasional 2022. Tari penyambutan tersebut ditarikan siswa putra dan putri. Ia mengatakan, tari ini juga mengisyaratkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, serta hak dan cita-cita para siswa yang setara dan tidak terhalang lagi oleh apa pun.
"Dari pihak Kementerian memilih tari ini untuk dihadirkan di HGN; bahwa dunia ini milik kita bersama, bahwa hambatan bukan suatu halangan meraih apapun; cita-cita yang mereka inginkan. Harapannya, anak-anak kita nanti jadi anak mandiri, mampu terjun ke dunia yang luas, dan bisa diterima masyarakat umum," tuturnya.
Simak Video "Video: Kisah Saryono, Guru yang Sudah Mengajar 33 Tahun Ditemani Motor Tua"
[Gambas:Video 20detik]