Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berupaya mewujudkan visi pendidikan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Salah satunya melalui Program Sekolah Penggerak (PSP).
Program Sekolah Penggerak menjadi prioritas kebijakan Kemendikbudristek melalui Merdeka Belajar Episode ke-7 yang diluncurkan pada Februari 2021. Program ini berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sekolah, mulai dari siswa, guru, hingga kepala sekolah.
Sejak diluncurkan, PSP telah diterapkan sejumlah sekolah di Indonesia dan menghadirkan dampak positif bagi beberapa sekolah. Salah satunya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 41 Jakarta yang terpilih menjadi Sekolah Penggerak sejak April 2021 dan mengimplementasikan di bulan Juli (tahun ajaran baru 2021/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala SMP Negeri 41 Jakarta Metrin Evivi mengatakan sejak dinyatakan lulus menjadi Kepala Sekolah Penggerak, dirinya langsung membuat perencanaan dengan membuat In House Training (IHT) yang menghadirkan instruktur dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bandung, Jawa Barat. Kemudian, ia juga mulai mengimplementasikan dan membuat Tim Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang terdiri dari Komite Pembelajaran (Pengawas, kepala sekolah, dan guru) dan Komite Sekolah.
"KOSP ini digunakan sebagai petunjuk dan arah bagaimana melaksanakan kurikulum di sekolah," tutur Metrin dalam keterangan tertulis, Senin (7/11/2022).
Guru Lebih Kreatif
Metrin mengungkapkan Program Sekolah Penggerak memberikan manfaat bagi para guru di sekolahnya, termasuk dalam membuat materi pembelajaran. Pasalnya, para guru diarahkan membuat modul ajar dan merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan merancang praktik pembelajaran untuk melihat karakteristik peserta didik.
"Misalnya pada implementasi materi ajar untuk peserta didik kami membuatnya dalam bentuk audio, visual, dan kinestetik yaitu dengan gerak. Jadi guru-guru harus bisa merancang pembelajaran di mana ketiga gaya belajar ini bisa terakomodir. Selain itu, guru-guru juga harus merancang asesmen yang sesuai dengan karakteristik siswa dan juga pencapaiannya," imbuhnya.
Dalam program ini, kata Metrin, tim KOSP juga melaksanakan sosialisasi kepada orang tua dan murid terkait materi ajar yang sudah dipersiapkan. Ia menjelaskan setiap guru akan menjadi pembimbing dan mendampingi siswanya mulai dari anak-anak merencanakan projek, melihat proses hingga hasil akhir.
"Di asesmen ini sudah ada juri, jadi pembimbing dan juri ini bersama-sama melihat projek yang dilakukan oleh para siswa. Kemudian juga nanti pada asesmen dinilai terkait produk dari projek Profil Pelajar Pancasila dalam bentuk berupa foto, stiker, video tampilan anak-anak, atau produk," jelasnya.
Metrin menilai melalui implementasi pembelajaran berbasis proyek yang mengadopsi Profil Pelajar pancasila, karakter anak menjadi lebih nyata sesuai harapan.
"Kami sudah melihat hasilnya karena dari awal pelaksanaan projek anak-anak sudah melakukan perencanaan, menikmati prosesnya. Anak-anak juga antusias sehingga menumbuhkan jiwa kreatif dan kompetitif. Jadi intinya dengan kegiatan projek Profil Pancasila ini kami melihat anak-anak bisa menjadi kuat karakternya," katanya.
Sebagai kepala sekolah penggerak, Metrin mengaku dirinya juga harus menyiapkan guru-guru yang unggul, serta memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang baik. Bagi Metrin, guru yang mempunyai kompetensi sosial merupakan sumber daya manusia yang baik.
"Nah jadi kalau saya memilih guru dengan kompetensi profesional artinya guru yang tidak gagap teknologi (gaptek) alias dia harus melek IT agar nanti bisa menyajikan pembelajaran, merancang pembelajaran dengan menggunakan sistem yang sesuai kekinian, karena kan anak-anak sekarang adalah anak-anak generasi digital," katanya.
"Karena guru itu digugu dan ditiru ya. Sehingga dari bicaranya, perkataannya, hingga perbuatannya harus diperhatikan karena akan ditiru dan menjadi contoh bagi anak-anak," lanjutnya.
Perubahan Lebih Maju
Di sisi lain, Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 28 Pontianak Utara, Kalimantan Barat Heryaningsih menceritakan perjuangan awal saat menjadi Kepala Sekolah Penggerak. Berbekal pelatihan yang diikutinya selama sepuluh hari secara daring, Heryaningsih mulai menerapkan ilmu tersebut untuk menyusun perencanaan hingga implementasi dalam pembelajaran.
"Awalnya sangat berat karena pembelajaran yang semula tematik kemudian dalam Kurikulum Merdeka ini lebih diberikan kebebasan dengan fokus pembelajaran pada projek. Terasa berat di awal namun setelah masuk semester kedua kami mulai terbiasa dan lebih senang menjalaninya," ujar wanita yang akrab disapa Ning ini.
Ning pun menjelaskan pada tahun kedua menjadi Sekolah Penggerak, dirinya banyak terbantu Platform Merdeka Mengajar. Salah satunya mendapatkan contoh materi bahan ajar yang memudahkan para guru di sekolahnya untuk pembelajaran.
"Tantangan saya waktu itu adalah di sini (SDN 28 Pontianak Utara) banyak guru yang usianya sudah senior, sehingga butuh proses adaptasi yang lebih dalam menggunakan platform digital. Namun sekarang mereka sudah mulai terbiasa," kata Ning.
Ning mengungkapkan ada banyak manfaat yang diperoleh dari Program Sekolah Penggerak, terutama terkait administrasi pembelajaran. Ia mengaku guru-guru di sekolahnya kini tidak lagi direpotkan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang rumit. Bahkan, mereka menjadi lebih banyak inisiatif membuat pembelajaran yang menarik.
"Sebagai contoh, saat pembelajaran guru mengajak anak-anak belajar tidak hanya di kelas, tapi menggunakan ruangan lainnya seperti perpustakaan. Nah itu bentuk inisiatif dan kreativitas guru, sehingga anak-anak juga belajar lebih senang dan tidak bosan," jelas Ning.
Tak hanya itu, Ning mengatakan adanya program ini juga membuat siswa merasa senang dan bersemangat mempelajari hal-hal baru. Sejak menjadi Sekolah Penggerak, sekolahnya juga telah menerapkan mata pelajaran (mapel) bahasa Inggris yang dimulai sejak kelas I.
"Perubahan ini menjadi nilai plus juga bagi kami, karena sejak memasukkan mapel bahasa Inggris di semua level (kelas I sampai VI) sekolah kami menjadi diminati banyak orang tua. Mereka ingin menyekolahkan anaknya di sekolah kami," urainya.
Ning pun berharap ke depan, program tersebut dapat terus dilanjutkan sehingga para guru dapat memberikan pembelajaran yang terbaik.
"Sekolah Penggerak dan Kurikulum Merdeka agar terus dijalankan, kami ingin menjadi yang terbaik dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak," harapnya.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Senada dengan Ning, Kepala SMPN 4 Demak, Jawa Tengah Eko Widodo menyambut baik Program Sekolah Penggerak. Menjadi Kepala Sekolah Penggerak angkatan pertama di tahun pelajaran 2021/2022, Eko mengatakan mendapatkan banyak manfaat dari program ini.
Eko mengatakan dirinya mendapatkan pendampingan dan fasilitasi yang masif dalam menerapkan Sekolah Penggerak. Di samping itu, pembelajaran yang dilakukan di sekolahnya kini menjadi lebih variatif dan inovatif, serta dilakukan sesuai karakter siswa (berdiferensiasi).
"Tentunya guru dalam mengajar lebih banyak menggunakan metode serta strategi yang variatif dan inovatif seperti dengan menggunakan metode projek, diskusi, simulasi, bermain peran, dan sebagainya. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan karakter anak yang berbeda-beda, sehingga gaya belajarnya juga akan berbeda," ujarnya.
Lebih lanjut, Eko menyampaikan melalui Program Sekolah Penggerak, dirinya merasakan percepatan digitalisasi. Hal ini lantaran pembelajaran yang dilakukan di sekolahnya telah berbasis web, dan menggunakan Platform Merdeka Mengajar. Selain itu, setiap guru di SMPN 4 Demak juga mempunyai blog sebagai pendukung kemudahan belajar.
Menurutnya, pembelajaran berbasis digitalisasi ini membuat siswa menjadi lebih senang karena dilakukan dengan menarik, variatif, dan bermakna. Respons orang tua pun menunjukkan positif.
"Orang tua sejauh ini sangat mendukung Program Sekolah Penggerak, karena pembelajaran dilakukan menjadi lebih baik," ujar Eko.
Eko menambahkan menjadi Sekolah Penggerak angkatan pertama membuatnya bergerak menularkan praktik baik dengan sekolah lain di sekitarnya. Ia pun kerap diundang oleh sekolah lain untuk berbagi pengalaman dalam mengimplementasikan Sekolah Penggerak.
"Semoga dapat memberikan dampak baik bagi sekolah lainnya, dan program ini tidak berhenti atau dilakukan hanya sesaat," kata Eko.
Sementara itu, salah satu orang tua siswa SMPN 4 Demak Aminah Aminatun mengaku bangga anaknya bisa bersekolah di salah satu dari empat Sekolah Penggerak yang ada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Menurutnya, meski letak sekolahnya di desa, SMPN 4 Demak kini memiliki fasilitas yang semakin meningkat lantaran telah menjadi Sekolah Penggerak.
"Di setiap kelas anak-anak kami dilengkapi dengan televisi digital yang super besar untuk belajar. Ini super sekali pokoknya," papar Aminah.
Aminah menambahkan Sekolah Penggerak juga berpengaruh terhadap komunikasi anak dengan orang tua di rumah menjadi semakin akrab. Pasalnya, saat ini anaknya lebih sering bercerita tentang kegiatan pembelajaran di sekolah yang membuat anak lebih senang, tertarik, dan semangat untuk belajar.
"Anak saya selalu cerita kegiatan yang dilakukannya selama pembelajaran. Misalnya, hari ini anak-anak belajar di luar kelas secara berkelompok untuk mempraktekkan pemilihan kepala desa (pilkades), dan mereka langsung memerankan seperti pilkades sebenarnya. Wah mereka senang sekali, apalagi direkam video, katanya sangat asyik mereka jadi artisnya," ungkapnya.
Senada dengan hal ini, orang tua dari siswa kelas VII SMPN 4 Demak Siti Puja Wati menyebut Sekolah Penggerak memberikan manfaat besar bagi siswa. Sebab, usai menjadi Sekolah Penggerak, ada banyak program yang diterapkan di SMPN 4 Demak seperti membaca dan mengaji setiap hari. Menurutnya, program tersebut membuat anak menjadi lebih taat pada agama dan patuh pada orang tua.
Selain itu, anak dididik untuk lebih kreatif, cerdas dan berkualitas. "Memang lebih banyak belajar berkelompok, tetapi anak-anak merasa senang dan semakin pintar dalam bekerja sama. Semoga ke depannya sekolah kami menjadi lebih maju dan berkualitas baik sarana, guru, dan siswanya," papar Siti.
Menanggapi hal ini, siswi kelas VIII SMPN 4 Demak Olivia Aqilah Zalfa juga mengaku merasakan perubahan positif sejak sekolahnya menjadi Sekolah Penggerak. Ia menilai saat ini pembelajaran saat ini jauh lebih menyenangkan karena berbasis proyek yang dilakukan secara mandiri maupun berkelompok. Menurutnya, hal tersebut membuat ia menjadi lebih bertanggung jawab, mandiri, dan kreatif.
"Sekarang belajar di sekolah lebih mengarah pada Profil Pelajar Pancasila. Kami diajarkan untuk menjadi anak yang kreatif, gotong royong dan bekerja sama dengan teman-teman, menerima perbedaan, mandiri, dan tetap disiplin serta beriman kepada Tuhan," pungkas Olivia.
(ncm/ega)