RUU Sisdiknas diusulkan sebagai bagian Prolegnas Prioritas Tahun 2022. Salah satu pasal yang diperbincangkan yakni mengenai tunjangan guru ASN dan non-ASN
Bagi guru ASN, penghasilan dan berbagai tunjangan diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara itu, penghasilan dan tunjangan guru non-ASN diatur dalam UU Ketenagakerjaan, seperti dikutip dari laman Pusat Layanan Dana Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek.
Aturan Tunjangan bagi Guru Non ASN dalam RUU Sisdiknas
Pada laman resmi Sisdiknas disebutkan, pengaturan hak atas penghasilan guru non ASN dalam satuan pendidikan swasta diatur pada Pasal 88 UU Ketenagakerjaan dengan ketentuan yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja dengan menambahkan Pasal 88A, serta peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP Pengupahan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, pada PP Pengupahan Pasal 7 disebutkan bahwa komponen upah terdiri dari 4 jenis, yaitu:
- Upah tanpa tunjangan
- Upah pokok dan tunjangan tetap
- Upah pokok, tunjangan tetap, tunjangan tidak tetap
- Upah pokok dan tunjangan tidak tetap
Dalam Pasal 8 disebutkan tentang pendapatan non upah yang merupakan tunjangan hari raya keagamaan. Kemudian, pemberi kerja juga dapat memberikan pendapatan non-upah yang berupa insentif, bonus, uang pengganti fasilitas kerja, dan atau uang servis pada usaha tertentu.
Adapun pada Pasal 2 ayat 3 dijelaskan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Dalam hal ini, baik guru ASN maupun guru non ASN di sekolah swasta perlu mendapatkan upah tetap, tunjangan sebagai guru, dan tunjangan kemahalan atau tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, tertinggal, dan terdepan.
Bagi guru swasta, dalam Pasal 88A UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa besaran upah merupakan hasil kesepakatan antara pekerja dengan pemberi kerja. Dalam hal ini, berarti antara guru sebagai pekerja dengan pihak yayasan yang menaungi sekolah tersebut sebagai pemberi kerja.
Namun, terkait pendanaan, pemerintah akan meningkatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu yayasan dalam menyediakan penghasilan yang layak bagi guru-gurunya.
Ketentuan tersebut terkandung secara eksplisit pada Pasal 57 ayat 1 dan ayat 2 RUU Sisdiknas.
Sanksi bagi Yayasan yang Tidak Memberikan Penghasilan Layak pada Guru
Kemudian, apabila yayasan tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan penghasilan yang layak bagi para guru, maka mereka akan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 79 PP Pengupahan diatur bahwa pemberi kerja yang melanggar ketentuan mengenai pengupahan akan dikenai sanksi berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan, dan pembekuan kegiatan.
Pemberlakuan UU Cipta Kerja
Diketahui, pada 25 November 2021 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusan No. 91/PUU-XVIII/2020 atas pengujian formil UU Cipta Kerja pada tanggal 25 November 2021 menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945, seperti dikutip dari laman Puslapdik Kemendikbudristek.
Maka dari itu, UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan MK tersebut.
Hingga saat ini, UU Cipta Kerja masih berlaku sampai dengan tanggal 25 November 2023, demikian juga dengan semua PP turunannya termasuk PP Pengupahan.
Apabila sampai tanggal 25 November 2023 nanti pemerintah belum melakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja serta turunannya termasuk PP Pengupahan tidak berlaku lagi.
Jika hal tersebut terjadi, maka pengaturan penghasilan guru swasta tetap akan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang merupakan peraturan turunan UU Ketenagakerjaan.
(twu/twu)