Makin banyak konten, tidak serta merta memperdalam pengetahuan siswa?
Justru sebaliknya. Makin banyak konten, makin sulit kedalamannya, ada trade off, dan kita harus pilih yang mana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berapa yang sudah uji coba?
Kita sudah evaluasi sejak 2019, bahkan sebelum Mas Menteri naik menjabat, Pusat Kurikulum sudah evaluasi kurikulum 2013. Temuannya itu konten akademik tadi. Jadi ciri utama Kurikulum Merdeka, guru mengajak ngobrol anak, memberi umpan balik. Kalau kejar tayang konten, tidak ada waktu menajamkan nalar anak.
2020 itu pengembangan Kurikulum Merdeka. Prototipenya di 2.500 Sekolah Penggerak, sekarang masih berlangsung.
Mulai 2022 nanti Agustus, kita membuka kesempatan bagi sekolah dan madrasah yang berminat mengubah pembelajarannya lewat Kurikulum Merdeka. Perubahan kurikulum adalah kendaraan menyediakan pengalaman belajar lebih baik bagi anak.
Kita tawarkan ke sekolah dan madrasah, 140.000 yang ingin, hampir separuh di Indonesia voluntarily mau menerapkannya. Kita jujur kaget dan bersyukur atas antusiasme sekolah.
Bagaimana evaluasi penerapan kurikulum ini di Sekolah Penggerak, ada kendala?
Ada, betul. Kita evaluasi terus pengalaman ini untuk bahan revisi Kurikulum Merdeka. Ada beberap ayang kita sederhanakan, kita revisi, baik proses implementasinya, jadi ada insight lebih dari Sekolah Penggerak.
Perlu diketahui, Sekolah Penggerak adalah sekolah kebanyakan yang kepala sekolahnya punya antusiasme lebih, mau melakukan perubahan, ada 400-an lebih di 3T. Bukan sekolah favorit. Fasilitasnya terbatas. Ini miskonsepsi, bahwa sekolah penggerak itu sekolah elit, di kota besar saja, terbaik di kota itu, bukan itu. Sekolah Penggerak itu campuran sekali, jadi kita mendapat keragaman penerapan kurikulum di Sekolah Penggerak.
Salah satu perhatian di SMA Penggerak itu sudah tidak ada penjurusan, tapi merancang paket belajar sesuai minat studi di pendidikan tinggi. Rancangan belajar bagi masing-masing siswa ini akan banyak sekali dong yang harus disediakan sekolah?
Ya, perubahan paling kompleks ada di tingkat SMA, karena ingin penjurusan itu ada di level individu siswa, tidak IPA IPS general saja. Ini mengakomodasi minat anak ketimbang secara garis besar, agar anak yang dirilis ke teknik misalnya, bisa belajar Matematika dan Fisika. Kimia dan Biologi mungkin tidak terlalu relevan dan dia tidak senang juga. Kini kan harus dipelajari.
Dengan Kurikulum Merdeka, ini tidak terjadi. Bisa fokus mata pelajaran pendukung juga seperti Bahasa Inggris. Ini terus kita evaluasi, perlu kreativitas dan inisiatif teman-teman guru SMA dan MA untuk menerjemahkan. Salah satunya dengan paket itu.
Tetapi, kita tidak memaksa sekolah menyediakan semua, sesuai resources sekolah saja.
Karena berpengaruh ke perimbangan beban kerja guru juga, ya?
Ya, betul. Ini beban kepala sekolah dan bidang kurikulum untuk membuat tata pembelajaran.
Lalu bagaimana mengakomodasi minat studi anak di sekolah yang terbatas resourcesnya?
Di sekolah itu ada guru IPA dan IPS, jurusan yang hampir semua sekolah buka. Jadi, menyediakan opsi mata pelajaran IPA dan IPS itu hampir semua sekolah bisa melakukan sekarang. Paling tidak, anak yang minatnya saintek soshum bisa terakomodasi di sebagian besar sekolah.
Nah, yang langka itu bahasa, bahasa asing. Beberapa mata pelajaran humaniora juga. Tetapi sesuai demand sekolah juga. Kami di Kemdikbudristek pada prinsipnya tidak memaksa sekolah menyediakan mata pelajaran yang mereka selama ini tidak punya resources untuk mengajarkannya.
Karena penerapan Kurikulum Merdeka di semua sekolah ini perlu adaptif juga bagi sekolahnya. Jadi jangan sampai Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional ini hanya bisa diterapkan di sekolah yang sudah punya resources semuanya.
Kemudian ada pembelajaran berbasis project. Karena kita mengurangi konten akademik, jam pelajaran itu sebagian didedikasikan ke sana. Ruangnya sangat merdeka, bisa dirancang sesuai minat-bakat anak. Nggak ikut mata pelajaran ini, bukan Matematika, Pancasila, ini bisa lintas pelajaran. Sekolah bisa gunakan ruang ini untuk minat anak yang tidak tertampung.
Jika anak senang olahraga, seni, wirausaha, buat project terkait itu. Ini ruang yang sengaja diciptakan di Kurikulum Merdeka untuk diadaptasi dan dikreasikan sekolah dan guru untuk menstimulasi secara holistik, jadi bisa beragam sisi anak yang disentuh di pembelajaran berbasis project.
Selanjutnya >>>